Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Pesta demokrasi lima tahunan akan segera dihelat pada 17 April 2019. Pada hari itu, siapa pun yang memiliki hak pilih bisa mencoblos lima surat suara yang berbeda. Yakni, surat suara untuk memilih presiden/wakil presiden, anggota DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, serta DPRD Kabupaten/Kota.
ADVERTISEMENT
Nah, memilih dengan cara mencoblos ternyata memiliki sejarah yang panjang. Metode itu pertama kali diterapkan pada tahun 1955. Meski kemudian metode itu sempat diubah menjadi mencontreng, lalu dikembalikan lagi ke metode mencoblos di surat suara .
Berikut sejarah cara memilih di Indonesia dari masa ke masa?
Pemilu 1955 (Orde Lama)
Indonesia untuk pertama kalinya menyelenggarakan pemilu pada tahun 1955. Pemilu pertama ini dilakukan ke dalam dua tahap. Yakni memilih anggota DPR RI pada 29 September 1955, serta memilih anggota Dewan Konstituante pada 15 Desember 1955.
Kala itu, pemilu diselenggarakan oleh Panitia Pemilihan Indonesia (PPI). Warga yang menggunakan hak pilihnya dengan cara mencoblos surat suara. Itu pun cukup dengan mencoblos logo partai, bukan nama calon.
Itu karena, sistem pemilu yang dianut adalah sistem perwakilan berimbang dengan daftar tertutup. Caleg yang nantinya menjadi anggota dewan ditentukan melalui mekanisme internal partai.
ADVERTISEMENT
Untuk DPR RI, ada 36 partai politik, 34 organisasi kemasyarakatan, dan 48 perorangan yang maju. Sementara untuk Dewan Konstituante, pesertanya terdiri dari 39 partai politik, 23 organisasi kemasyarakatan, dan 29 perorangan.
Pemilihan presiden/wakil presiden pun belum dilakukan secara langsung. Pemilihan anggota DPD RI, DPRD Provinsi, atau pun DPRD Kabupaten/Kota juga belum ada.
Pemilu 1971 (Orde baru)
Setelah 16 tahun tak ada pemilu, Indonesia kembali melaksanakan pesta demokrasi pada 5 Juli 1971. Pemilu ini diselenggarakan Lembaga Pemilihan Umum (LPU) di era pemerintahan Soeharto. Warga memilih anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Seperti halnya pemilu 1955, mencoblos merupakan metode yang digunakan untuk memilih.
Meski demikian, pemilih tidak mencoblos nama caleg secara spesifik. Itu karena, di surat suara hanya ada logo partai. Siapa yang menjadi anggota legislatif diserahkan ke internal partai.
ADVERTISEMENT
Peserta pemilu pada saat itu ada 9 partai politik. Serta satu Golongan Karya yang kala itu dianggap bukan sebagai partai politik.
Sementara, pemilihan presiden/wakil presiden dilaksanakan oleh MPR RI. Dalam hal ini, warga memilih partai politik dan merka yang duduk di parlemen kemudian memilih presiden.
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, 1997 (Orde Baru)
Pada masa pemerintahan Soeharto, pemilu selanjutnya dilaksanakan setiap lima tahun. Yakni pada 2 Mei 1977, 4 Mei 1982, 23 April 1987, 9 Juni 1992, serta 29 Mei 1997.
Sama dengan pemilu sebelumnya, warga kembali memilih anggota DPR RI, DPRD Provinisi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Sementara pemilihan presiden/wakil presiden berada dalam kewenangan MPR RI.
Metode yang digunakan juga masih sama dengan mencoblos logo partai. Pemilu-pemilu dalam periode ini juga diselenggarakan oleh LPU.
ADVERTISEMENT
Dalam lima pemilu ini, partai politik yang ikut menjadi peserta pemilu hanya dua yakni PDI dan PPP. Ditambah Golongan Karya yang diklasifikasikan bukan sebagai partai.
Pemilu 1999 (Reformasi)
Setelah Soeharto lengser, LPU tak lagi menjadi penyelenggara pemilu. Di awal masa reformasi ini, muncul lembaga baru yang bernama Komisi Pemilihan Umum (KPU).
KPU lalu menyelenggarakan pemilu pada 7 Juni 1999. Dalam pemilu saat itu, warga kembali memilih anggota DPR RI, DPRD Provinisi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Metode yang digunakan pun masih sama. Yakni dengan cara mencoblos logo partai politik.
Menariknya, Pemilu 1999 diikuti 48 partai politik. Naik berkali-kali lipat dari yang awalnya hanya dua partai ditambah satu Golongan Karya pada pemilu sebelumnya. Sementara, untuk pemilihan presiden/wakil presiden masih diserahkan ke MPR RI.
ADVERTISEMENT
Pemilu 1999 juga menandai era baru bagi Golongan Karya yang diklasifikasikan sebagai partai politik.
Pemilu 2004
Pemilu 2004 menandai tonggak sejarah bagi demokrasi Indonesia. Itu karena, pemilihan presiden/wakil presiden untuk pertama kalinya diselenggarakan secara langsung oleh KPU.
Tidak hanya itu, pemilihan anggota legislatif juga dilakukan secara lebih revolusioner. Kali ini, warga bisa memilih nama caleg, tak lagi cuma memilih partai seperti sebelumnya.
Hal itu disebabkan sistem pemilu yang diubah menjadi perwakilan berimbang dengan daftar terbuka. Sistem ini pun berlaku permanen hingga pemilu selanjutnya.
Pemilu 2004 sendiri dilaksanakan secara dua tahap. Yakni memilih anggota legislatif pada 5 April 2004, serta memilih presiden/wakil presiden pada 5 Juli 2004. Cara memilihnya tetap dengan cara mencoblos.
ADVERTISEMENT
Ada 24 partai politik yang turut serta dalam Pemilu 2004. Sementara ada lima paslon yang mendaftarkan diri jadi capres/cawapres.
Mereka adalah: Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati Soekarnoputri-Ahmad Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, serta Hamzah Haz-Agum Gumelar.
Kala itu, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla yang terpilih menjadi presiden/wakil presiden Indonesia.
Pemilu 2009
Cara memilih anggota legislatif dan presiden/wakil presiden berubah di tahun tersebut. Sebab, KPU memutuskan untuk tak lagi memilih calon dengan cara mencoblos, melainkan dengan cara contreng.
Alasannya sederhana, mencoblos pada saat itu dianggap sudah ketinggalan zaman. Sehingga, mencontreng dianggap sesuatu yang lebih baik.
Alhasil, warga yang datang ke TPS tak lagi menggunakan paku untuk memilih. KPU menyiapkan spidol untuk mencontreng calon-calon yang akan dipilih.
ADVERTISEMENT
Pemilu 2009 sendiri dilaksanakan secara dua tahap. Yakni memilih anggota legislatif pada 9 April 2009, serta memilih presiden/wakil presiden pada 8 Juli 2009.
Partai politik yang terlibat juga cukup banyak. Ada 44 partai politik dengan komposisi 38 parpol nasional, serta 6 parpol lokal Aceh.
Pemilu kali ini kembali memenangkan SBY menjadi presiden, ditemani wakilnya yang baru yaitu Boediono.
Pemilu 2014
Setelah dievaluasi, ternyata mencontreng bukanlah cara yang efektif. KPU mencatat adanya suara yang tidak sah akibat kesalahan mencontreng sebeser 2-3 persen.
Maka, KPU mengembalikan cara memilih seperti dahulu kala. Yakni dengan cara mencoblos. Cara yang sempat dianggap ketinggalan zaman ini dinilai jauh lebih efektif.
Pemilu 2014 pun dilaksanakan secara dua tahap. Yakni pada 9 April 2014 untuk memilih anggota legislatif, serta 9 Juli 2014 untuk memilih presiden dan wakil presiden.
ADVERTISEMENT
Untuk partai politik yang mengikuti Pemilu 2014 jadi lebih sedikit. Itu karena, adanya parlementary treshold yang besar, serta aturan partai politik yang lebih ketat. Maka, parpol yang berlaga di Pemilu 2014 hanya 15 partai politik. Dengan komposisi 12 parpol nasional, serta 3 parpol lokal Aceh.
Di tahun 2014 itu, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla menjadi presiden/wakil presiden RI setelah mengalahkan apsamgan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Pemilu 2019
Pemilu 2019 memilliki terobosan baru. Kali ini, pemilihan presiden/wakil presiden dilakukan serentak bersama pemilihan anggota legislatif.
Cara memilih pun masih sama, yaitu dengan cara mencoblos calon yang dikehendaki. Ada 20 partai politik yang berlaga dalam pemilu ini. Terdiri dari 16 parpol nasional, 4 parpol lokal Aceh.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, capres/cawapres yang maju adalah Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Siapa yang menjadi pemenang pun belum diketahui.
Makanya, jangan lupa gunakan hak pilihmu ya!