Ragam Hoaks: Pfizer Dijual di E-Commerce; Video Jaksa Terima Suap Sidang Rizieq

22 Maret 2021 7:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi hoaks. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hoaks. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
kumparan merangkum ragam hoaks yang dihimpun pada Minggu (21/3). Tercatat ada tiga informasi palsu yang menyesatkan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Mulai dari hoaks beredarnya vaksin corona Pfizer dijual di situs e-commerce hingga beredarnya video jaksa dituding menerima suap terkait kasus Habib Rizieq Syihab.
Berikut kumparan rangkum ragam hoaks:
Hoaxbuster: Vaksin Pfizer Dijual di E-Commerce di Malaysia
Warganet Malaysia dikagetkan dengan foto berisi informasi vaksin corona Pfizer dijual di platform e-commerce Shopee. Dalam unggahan itu disebutkan vaksin tersebut dibanderol dengan harga 63,88 Ringgit atau sekitar Rp 222 ribu.
"Orang bilang Pfizer untuk garda depan. Tapi salah, Shopee menghadirkan vaksin pilihan bagi banyak orang langsung ke pintu Anda," tulis unggahan tersebut.
Hoaxbuster Soal Vaksin Pfizer Dijual di E-Commerce di Malaysia. Foto: AFP
Terkait beredarnya informasi itu, Shopee kepada AFP, menegaskan informasi itu merupakan tidak benar. Sebab, foto itu merupakan hasil dari suntingan.
ADVERTISEMENT
“Kami baru saja mengetahui bahwa tweet dengan foto yang menunjukkan penjualan vaksin COVID-19 Pfizer di Shopee beredar di Twitter dan foto yang sama juga beredar di WhatsApp. Kami dapat mengkonfirmasi bahwa kami belum menemukan iklan serupa di Shopee," ujar Shopee kepada AFP, Jumat (19/3).
Perusahaan itu juga menegaskan, pengunggah gambar itu telah menyebutkan unggahan tersebut memang palsu.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Malaysia menegaskan foto iklan tersebut merupakan palsu. Klarifikasi itu disampaikan melalui akun Twitter badan tersebut.
"Iklan ini salah. Dilarang menjual vaksin COVID-19 di Malaysia. Vaksin #COVID19 hanya dapat dipasok oleh Kementerian Kesehatan Malaysia. Penjualan atau suplai vaksin melalui media lain sama sekali tidak diizinkan," tegas lembaga itu.
Jadi, iklan penjualan vaksin Pfizer di Shopee Malaysia merupakan hoaks.
ADVERTISEMENT
Hoaxbuster: 80% Tentara Angkatan Laut Australia Alami Efek Samping Vaksin Corona
Sejumlah unggahan dengan klaim sebanyak 80 persen Tentara Angkatan Laut Australia mengalami efek samping serius setelah menerima vaksin corona AstraZeneca.
Klaim tersebut salah satunya diunggah di Facebook. Di dalam unggahan itu juga tertulis, sebanyak 20 persen tentara mengalami efek samping ringan.
"80% anggota Angkatan Laut Australia yang disuntik vaksin baru-baru ini mengalami efek samping parah, 20% lainnya ringan. Sebanyak 50% anggota baik pria dan wanita yang sehat diturunkan untuk disuntik vaksin. Hal ini sedikit mengkhawatirkan," bunyi postingan tersebut.
Hoaxbuster Soal 80 Persen Tentara Angkatan Laut Australia Alami Efek Samping Vaksin Corona. Foto: AFP
Dalam rilisnya, Departemen Pertahanan Australia menegaskan klaim tersebut tidak benar. Lembaga itu mengatakan, personel Kapal HMAS Sydney secara suka rela menerima dosis vaksin AstraZeneca sebagai langkah perlindungan.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangan itu disebutkan, sejumlah anggota melaporkan ke rumah sakit karena mengalami efek samping ringan. Anggota tersebut diperiksa di unit gawat darurat hingga akhirnya diizinkan pulang.
"Sejumlah anggota lain juga melaporkan gejala efek samping ringan yang tidak memerlukan perawatan medis. Semua gejala yang dialami berada dalam jangkauan luas efek samping rutin yang terkait dengan menerima vaksinasi apa pun," tulis lembaga tersebut.
Departemen itu menegaskan, tidak ada anggota yang dirawat di rumah sakit. Awak kapal itu telah berlayar pada 11 Maret 2021 ke Amerika Serikat.
Sejauh ini, sekitar 500 anggota Angkatan Pertahanan Australia (ADF), serta perusahaan Kapal HMAS Sydney telah divaksinasi sebagai bagian dari peluncuran vaksin Pertahanan.
Anggota masuk prioritas karena mereka terlibat dalam tugas tanggap pandemi garis depan seperti dukungan karantina ke negara bagian dan teritori, atau mereka ditempatkan di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Jadi, tak benar sebanyak 80 persen anggota Tentara Laut Australia mengalami efek samping serius usai diberikan vaksin.
Hoaxbuster: Video Jaksa Terima Suap tekait Sidang Habib Rizieq
Kejaksaan Agung membantah video beredar di media sosial dengan narasi 'terbongkar pengakuan seorang jaksa yang mengaku menerima suap kasus sidang Habib Rizieq Syihab, innalillahi semakin hancur wajah hukum Indonesia'.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, mengatakan, video yang menunjukkan penangkapan oknum jaksa berinisial AF oleh Tim Saber Pungli Kejaksaan Agung adalah peristiwa yang terjadi pada bulan November tahun 2016. Bukan terkait kasus Habib Rizieq.
"Bahwa penangkapan oknum Jaksa AF di Jawa Timur tersebut terkait dengan pemberian suap dalam penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi Penjualan Tanah Kas Desa di Desa Kali Mok Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep Jawa Timur," beber Leonard dalam rilisnya, Minggu (21/3).
ADVERTISEMENT
Dalam video itu juga ditampilkan pejabat Kejaksaan Agung yang menjelaskan perkara penangkapan, dia adalah Yulianto yang saat ini sudah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Bahwa video penangkapan oknum Jaksa AF tidak ada sama sekali kaitan dan hubungannya dengan proses sidang Muhammad Rizieq alias Habib Rizieq Sihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang saat ini sedang disidangkan," tutur Eben.
Karena itu, Kejaksaan Agung menegaskan bahwa informasi dalam video tersebut adalah tidak benar atau hoaks. Kejagung juga meminta masyarakat untuk tidak menyebarluaskan video tersebut serta tidak mudah percaya dan terprovokasi dengan berita bohong atau hoaks sebagaimana video yang sedang beredar.
Habib Rizieq menjalani sidang secara online di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Foto: YouTube/Pengadilan Negeri Jakarta Timur
"Kami juga meminta agar masyarakat tidak membuat berita atau video atau informasi yang tidak benar kebenarannya dan menyebar-luaskannya kepada masyarakat melalui jaringan media sosial yang ada karena perbuatan tersebut dapat dijerat dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya pasal 45A ayat (1) yang berbunyi:
ADVERTISEMENT
“ Setiap orang, yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan dipidana dengan pidana penjara 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000." pungkasnya.