news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Ragam Hoaks: Sertifikat Vaksin Jadi Syarat Buat SIM; Kematian Akibat Vaksin Naik

21 Juni 2021 8:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi hoaks. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hoaks. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Melimpahnya informasi seiring berkembangnya teknologi merupakan suatu berkah. Namun di sisi lain, jejalan informasi tak jarang justru menciptakan hoaks.
ADVERTISEMENT
Mudahnya masyarakat dalam membagikan informasi tanpa menyaring kebenarannya, membuat hoaks banyak bertebaran di media sosial.
Berikut kumparan rangkum beberapa ragam hoaks pada Minggu (20/6). Mulai dari vaksin jadi syarat buat SIM dan SKCK hingga jumlah kematian vaksin akan menyaingi pasien corona yang meninggal.
Berikut ragam hoaks:
Petugas Satlantas Polresta Denpasar melayani warga yang mengurus perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM) dengan sistem "drive thru" di Denpasar, Bali. Foto: Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO

Hoaks Sertifikat Vaksin Jadi Syarat Buat SIM dan SKCK

Beredar informasi pendaftar SIM dan pemohon SKCK di Aceh harus menyertakan sertifikat vaksin corona. Polda Aceh menegaskan informasi tersebut tidak benar.
Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Winardy, mengatakan banyak informasi yang berkembang terkait dengan sertifikat vaksin menjadi syarat untuk mengurus SIM, SKCK, dan STNK.
"Tidak benar informasi itu dan kita secara resmi menyatakan itu hoaks,” kata Winardy.
ADVERTISEMENT
Winardy menegaskan hingga saat ini Polda Aceh belum membuat dan mengeluarkan aturan tersebut. Selama ini Polda Aceh mengajak seluruh masyarakat untuk ikut vaksinasi yang sedang dilakukan pemerintah.
"Saat ini Polri sedang menggalakkan vaksinasi dengan Polres sebagai garda terdepan, bekerja sama dengan unsur terkait dan melaksanakan vaksinasi massal di titik-titik yang sudah ditentukan di wilayahnya masing-masing," ujarnya.
Untuk itu, Winardy mengimbau masyarakat untuk ikut serta dalam vaksinasi serentak ini demi kepentingan bersama, yakni terbebas dari COVID-19.

Penamaan Varian Corona Berasal dari Frekuensi Gelombang Otak

Beredar narasi penamaan varian corona, seperti Delta, berasal dari frekuensi gelombang otak. Dalam unggahan itu disebutkan, penamaan itu diklaim sebagai upaya untuk mengendalikan manusia melalui teknologi.
Satu varian COVID-19 diberi nama delta karena sebagian besar berdampak pada anak-anak, dan mereka mengeklaim bahwa delta adalah gelombang otak khusus untuk anak-anak," tulis pengunggah itu di media sosial.
ADVERTISEMENT

Cek Fakta

Dikutip dari AP News, varian corona delta ditemukan di India. Varian jenis ini lebih menular dibandingkan dengan yang lainnya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan corona jenis ini sebagai varian yang perlu diwaspadai.
Meski begitu, penamaan ini tidak ada hubungannya dengan frekuensi gelombang otak. Penamaan varian corona seperti Alpha, Delta, dan Gamma, berasal dari alfabet Yunani.
WHO menegaskan, sebelum ada penamaan itu, varian corona disebut berdasarkan wilayah temuannya, seperti India, Afrika Serikat, atau Inggris. Hanya saja, penamaan seperti itu memberikan stigma dan diskriminatif.
WHO mengubah nama varian corona dari alfabet Yunani untuk mengurangi stigma tersebut. Varian sekarang akan dikenal publik sebagai alpha (B.1.7), beta (B.1.351), gamma (P.1) dan delta (B.1.617.2).
ADVERTISEMENT

Kesimpulan

Jadi, klaim yang menyebutkan penamaan varian corona berasal dari frekuensi gelombang otak adalah tidak benar. Sebab, penamaan itu berasal dari alfabet Yunani.
Seorang tenaga kesehatan membuang baju hazmat usai bertugas merawat pasien di RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta, Selasa(15/6/2021). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO

Jumlah Kematian Vaksin Akan Menyaingi Pasien Corona yang Meninggal

Beredar unggahan yang memuat narasi jumlah kematian akibat vaksin corona akan menyaingi angka pasien corona yang meninggal dunia. Dalam unggahan itu, kematian akibat vaksin tertulis 1.102.220.
Unggahan itu mencatut lembaga Sistem Pelaporan Kejadian Buruk Vaksin Amerika Serikat, VAERS. Lembaga itu mengumpulkan data terkait laporan efek samping karena vaksinasi.
"Dipantau dengan cermat, bagaimana hal itu [vaksin corona] mempengaruhi kita," tulis pengguna Facebook dalam unggahan tersebut.

Cek Fakta

Dikutip dari Reuters, lembaga VAERS tidak hanya mencatat efek samping karena vaksin corona, melainkan semua kasus karena vaksinasi jenis apa pun. Angka yang diunggah itu tidak semua terkait dengan vaksin corona.
ADVERTISEMENT
"Ini mencakup semua laporan dari semua efek samping, bukan hanya kematian. Laporan tersebut mencakup semua vaksin, bukan hanya vaksin COVID," tulis Reuters.
Pada 17 Juni, situs VAERS menyebutkan ada 329.021 laporan efek samping terkait corona. Angka itu tidak hanya terkait kematian akibat vaksin corona.
Sementara itu, hingga kini, jumlah kematian akibat virus corona di dunia mencapai 3,86 juta jiwa.

Kesimpulan

Jadi, klaim jumlah kematian karena vaksin corona akan melewati total pasien yang meninggal dunia tidak benar. Sebab, data yang digunakan adalah semua kasus akibat vaksin, tidak hanya vaksin corona.