Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Langit tiba-tiba berubah menjadi gelap pagi itu. Awan tebal menggelayut, angin kencang berhembus di acara karnaval kemerdekaan yang sedang digelar di kawasan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, pertengahan tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Di pinggir Gedung Sate, seorang lelaki paruh baya sibuk merapal mantra, sambil satu tangannya memegang sebatang rokok. Ia merasa ada gelagat yang tidak beres, mulutnya terus berkomat-kamit sambil melihat ke langit yang mendung.
Dia adalah Abah Ipin, orang yang dipercayakan oleh panitia untuk menghalau hujan turun di lokasi acara. Berbekal pengalaman dan ilmu turunan yang sudah didapat sejak tahun 1978 silam, ia mendapat tugas menahan datangnya hujan.
Menurut Abah Ipin, hujan yang datang kala itu merupakan ‘kiriman’ dari orang yang tak suka dengan acara tersebut. Namun berkat kemampuan yang dimiliki Abah Ipin, hujan tersebut bisa dipindah, dan orang yang ‘mengirim’ hujan justru mengalami luka parah.
“Dia muntah darah.Tiga hari setelah itu saya ke rumahnya, saya obati dan sembuh. Untung dia kawan saya, kalau orang lain bahaya itu” ucap Abah Ipin kepada kumparan, Selasa (2/4).
Abah Ipin adalah satu dari sekian banyak orang yang dipercaya memiliki kemampuan menahan atau memindahkan hujan. Profesi yang akrab disebut sebagai pawang hujan ini bisa dengan mudah ditemui di beberapa daerah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Selain dengan bacaan mantra, ada benda-benda lain yang biasa dijadikan senjata untuk menghalau hujan. Setiap kali beraksi, Abah Ipin membawa sebotol minyak paron dan rokok kretek yang ia hisap dengan cangklong.
Asap rokok tersebut kemudian ia tiup ke udara. Tujuannya bukan hanya menahan hujan, tapi juga mengusir kekuatan-kekuatan mistis yang mencoba mengganggu dan mengacaukan sebuah acara.
“Karena bisa saja ada orang yang sengaja mengacaukan acara kita jadi ini untuk mensterilkan,” ucap pria yang jasanya kerap digunakan di laga pertandingan kandang klub sepak bola Persib ini. Sepanjang kariernya, Abah Ipin mengaku baru sekali gagal.
Setiap pawang hujan selalu memiliki metode berbeda-beda dalam setiap ritualnya. Perbedaan tersebut dipengaruhi letak geografis dan budaya di suatu tempat. Di daerah Bali misalnya, ilmu untuk menahan dan memindahkan hujan secara turun temurun sudah diwariskan oleh leluhur mereka kepada generasi-generasi selanjutnya.
ADVERTISEMENT
Metodenya juga cukup beragam. Misalnya, menggunakan sesajen banten, daksina, pejati, pedamaran--semacam lentera yang dinyalakan dari minyak kelapa.
Meski demikian, bacaan mantra tetap menjadi kunci dari setiap ritual pawang hujan. Mereka menyebut mantra itu sebagai bentuk doa permohonan kepada Yang Maha Kuasa.
“Ada doa. Meditasi prosesnya kurang lebih setengah sampai satu jam. Kalau acaranya dadakan bisa tanpa sarana, hanya memakai mantra dan meditasi,” ujar Wayan pawang hujan asal Bali kepada kumparan.
Berbeda dengan Abah Ipin dan Wayan yang bekerja dengan ritual klenik, pawang hujan Eko Budisumantri memiliki cara lain menangkal hujan. Pendekatannya lebih ke ritual agama.
Setiap kali beraksi ia hanya membutuhkan sumber air di area lokasi acara. Dia biasanya meletakkan 7 batu kerikil yang sebelumnya sudah didoakan di dekat sumber air tersebut. “Lalu saya pindah ke masjid, saya zikir aja di situ sampai acara selesai. Saya nggak ada acara lain,” ujar Eko, Selasa (2/4) di kawasan Condet, Jakarta Timur.
ADVERTISEMENT
Jika cuaca mendung, Eko memiliki cara untuk memecah awan dengan melakukan zikir sebanyak seribu kali lalu meniup ke arah langit. Meski tidak bisa menjamin hujan tidak datang, cara tersebut terbukti lumayan ampuh.
“Tidak ada garansi karena tidak hujan itu haknya Allah. Supaya orang tidak berpikir bertumpu ke saya,” Eko menuturkan.
Tingkat keberhasilannya menahan hujan mencapai 90 persen. Berbekal kemampuan itu Eko telah melanglang buana. Jasanya juga digunakan pelanggan dari luar negeri, seperti India, Dubai, dan lain-lain.
16 kali Eko pergi ke luar negeri untuk bekerja sebagai pawang hujan. Yang paling anyar, dia diminta bantuan menahan hujan di Italia dan Abu Dhabi.
Tak berbeda jauh dibanding dengan metode di dalam negeri. Di negara-negara tersebut selain zikir, Eko melakukan ziarah makam-makam pemuka agama. “Tapi jauh-jauh hari sudah zikir juga di rumah didoakan terus,” ujar Eko.
Kemampuan itu juga ia dapat secara turun-temurun. Eko merupakan generasi kelima di keluarganya yang bisa memindahkan hujan. Kini, putra bungsunya pun mulai menunjukan gelagat punya kemampuan serupa.
ADVERTISEMENT
Menghentikan hujan yang ditandai dengan angin kencang menurut para pawang hujan memang relatif lebih sulit daripada memindahkannya. Selain membutuhkan tenaga lebih, biasanya bayarannya juga lebih tinggi.
“Kalau anginnya besar, awannya tebal berat, itu biasanya lawan arus jadi itu biasanya (bayaran) beda,” ujar pawang hujan asal Bandung, Abah Ipin.
Hingga saat ini, secara ilmiah belum ada kajian yang membuktikan bagaimana seorang pawang hujan mampu memecah awan, memindahkan dan mendatangkan hujan. Kepala Bidang Manajemen Observasi Meteorologi BMKG, Hary Djatmiko menjelaskan, secara teori manusia hanya bisa memodifikasi cuaca.
Sifatnya mempercepat dan memperlambat hujan, bukan untuk memindahkan hujan apalagi untuk memecah awan.
“Itu dengan katalis. Katalis itu bahan kimia yang ditaburkan di udara kalau mau mempercepat proses terjadinya hujan biasanya itu disemai di awan, menggunakan garam yang partikelnya seperti tepung, biasanya disebut partikel higroskopis. Kalau mau memperlambat beda partikel lagi, hanya dari sisi bahan kimia yang digunakan saja yang berbeda,” ujar Hary.
ADVERTISEMENT
Simak konten spesial soal pawang hujan selengkapnya dalam topik Kisah Para Penghalau Hujan