Ragam Tanggapan Mahfud MD soal Penanganan COVID-19 di RI

26 Juli 2021 8:39 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Polhukam Mahfud MD saat konferensi pers terkait revisi UU ITE, Selasa (8/6). Foto: Humas Kemenko Polhukam
zoom-in-whitePerbesar
Menko Polhukam Mahfud MD saat konferensi pers terkait revisi UU ITE, Selasa (8/6). Foto: Humas Kemenko Polhukam
ADVERTISEMENT
Menkopolhukam Mahfud MD melakukan silaturahmi virtual dengan sejumlah pimpinan Pondok Pesantren dan ulama se-Jawa Barat pada Minggu (25/7). Dalam acara itu, turut dihadiri Menag Yaqut Cholil Qoumas hingga Kepala BNPB Ganip Warsito.
ADVERTISEMENT
Mahfud MD kemudian menyampaikan terkait perkembangan penanganan COVID-19 di Indonesia. Menurutnya, pemerintah sudah berusaha maksimal agar penularan COVID-19 dapat ditekan.
Selain itu, Mahfud juga meminta masyarakat tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Apalagi kini varian delta sudah meluas.
Lantas seperti apa pernyataan Mahfud MD tekait penanganan COVID-19?
Berikut kumparan rangkum:
Pelaku perjalanan wisata protes terkait perpanjangan PPKM di depan kantor Bupati Pati, Kamis (22/7). Foto: Dok. Istimewa

Mahfud: Kritik soal COVID-19 Boleh tapi Jangan Lumpuhkan Pemerintah

Mahfud MD mengajak semua pihak untuk bekerja sama mentaati protokol kesehatan. Termasuk kepada para tokoh agama, Mahfud berharap bisa memberikan pengertian kepada masyarakat.
"Mohon para tokoh memberi pengertian ya. Taruhlah pemerintah perlu dikritik, kritik silakan, aspirasi boleh dimasukkan kepada pemerintah, aspirasi apa pun tapi ingat Indonesia ini adalah penganut ahli Sunnah Wal Jamaah (Aswaja) ya, jangan sampai menyebabkan pemerintahan lumpuh," kata Mahfud.
ADVERTISEMENT
Mantan Ketua MK ini mengulas, Imam Nawawi pernah dalam salah satu riwayat berujar 'jangan pernah melawan pemerintah yang sah kecuali melalui proses-proses yang demokratis, dialog dulu. Sebab, setiap Perlawanan secara tidak benar, melawan hukum menurut Imam Nawawi hasilnya akan menyengsarakan rakyat.
"Oleh sebab itu, pemerintah harus hati-hati melayani rakyat, juga rakyatnya harus hati hati dan turut membantu apa yang dilakukan pemerintah karena suatu negara itu pasti perbedaan banyak," beber Mahfud.
Aksi demo mahasiswa hingga pedagang di Balkot Bandung, demo tolak perpanjangan PPKM. Foto: Dok. Istimewa
Begitu juga di dalam fikih islam, lanjut Mahfud, dalam perbedaan yang banyak dimusyawarahkan lalu keputusannya dilaksanakan oleh pemerintah. Namun, ada juga negara yang tidak melaksanakan musyawarah.
"Kenapa oleh pemerintah? Itulah sebabnya kenapa di negara negara Islam tertentu itu keputusan pemerintah menjadi sangat final menentukan boleh apa tidak boleh; salatnya di mana mulainya hari rayanya kapan, mulai puasanya Kapan, banyak di negara-negara itu enggak pakai musyawarah ke bawah, pokoknya menentukan Jangan ribut. Ada yang begitu," urai Mahfud.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan Indonesia, Mahfud mengatakan, Indonesia termasuk yang sangat demokratis, dimusyawarahkan tetapi kalau sudah diputuskan tidak boleh karena ada satu yang tidak setuju lalu berhenti.
"Pemerintah harus jalan itulah konstitusi. Kesepakatan kita membangun hidup bernegara ini. Pemerintah punya mekanisme sendiri. Pejabat pejabatnya kalau ada yang tak jujur. Rakyat juga punya mekanisme sendiri," tuturnya.
Menkopolhukam Mahfud MD memberi sambutan pada pelantikan Dr. Makmun Murad sebagai Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Selasa (25/5). Foto: Kemenkopolhukam

Mahfud MD: Varian Delta Merebak, Sekarang Vaksin Jadi Rebutan

Mahfud mengatakan, dalam rangka menekan penularan COVID-19, pemerintah sudah melakukan berbagai cara misalnya dengan mencari vaksin.
Sebab berdasarkan data dari WHO, Mahfud mengatakan vaksin terbukti ampuh menekan kematian akibat COVID-19.
"Kunci untuk mencegah itu satu, vaksin itu pendapat di seluruh dunia. Tingkat kematian sekarang ini lebih dari 90 persen yang meninggal serangan ini adalah karena belum di vaksin, yang sudah divaksin 10 persen," kata Mahfud.
Vaksinasi Nindya Karya dan IKA Unhas. Foto: Dok. Istimewa
Meski begitu, Mahfud MD mengatakan pembagian vaksin belum merata di dunia. Bahkan sejumlah negara masih berebut vaksin COVID-19 akibat meluasnya varian delta.
ADVERTISEMENT
"Sekarang sesudah delta merebak, orang rebutan vaksin, di mana-mana antre minta vaksin. Nah sekarang tenaga dokternya nggak ada, vaksinatornya ga ada," ucap Mahfud.
Oleh sebab itu, karena vaksin belum merata, Mahfud mengatakan penggantinya adalah menggunakan masker. Ia meminta masyarakat Indonesia tetap mematuhi protokol kesehatan agar tak tertular COVID-19.
Kapolres Bogor borong dagangan pedangan saat berikan imbauan prokes PPKM level IV. Foto: Antara

Mahfud MD: Ada Tokoh Agama hingga Dokter Nyeleneh soal Penanganan COVID-19

Mahfud MD menyinggung ada sejumlah pihak-pihak yang bersikap menyimpang di tengah penanganan pandemi COVID-19 oleh pemerintah. Dari dokter hingga tokoh agama.
"Kami mohon kesadaran kita semua karena di sejumlah daerah itu masih ada tokoh-tokoh masyarakat termasuk tokoh agama bahkan mungkin ada dokter yang nyeleneh, ada profesor yang juga nyeleneh, bilang bahwa ini kok salah salah penanganannya," kata Mahfud.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, pihak-pihak itu kerap mengeluarkan pernyataan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah. Sehingga, membuat membuat beberapa masyarakat terpengaruh atas tindakan mereka.
"Ada yang bilang masker itu tidak perlu padahal Itu sudah keputusan WHO. Ya kalau mau bicara dokter hampir semua dokter lah 100 persen itu percaya ini dan tetapi kalau 100 persen mungkin ada 0,01% mungkin ada 2 atau 3 orang yang," ujarnya.
Tak hanya itu saja, Mahfud bahkan menyebut ada pihak yang berlatar belakang seorang profesor menyebut pandemi COVID-19 adalah konspirasi orang yahudi.
Padahal, kabar tersebut tak bisa dibuktikan sama sekali.
"Bahkan ada profesor yang mengatakan ini konspirasi orang yahudi dan macam-macam, enggak ada hubungannya karena semua sekarang agama apa pun karena masih ada tokoh yang belum disiplin dan melakukan provokasi tidak mau menerapkan protokol kesehatan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, dia meminta bantuan para tokoh agama dan masyarakat di Indonesia agar bisa membantu pemerintah. Termasuk juga memberikan pemahaman yang sebenarnya agar penanganan COVID-19 bisa berjalan maksimal.
Syekh Ali Jaber menunjukkan paspor Indonesia setelah resmi menjadi WNI pada Januari 2020. Foto: Instagram/@syekh.alijaber

Mahfud Tepis Corona Konspirasi: Syekh Ali Jaber Rajin Salat Kena

ADVERTISEMENT
Mahfud MD juga menyinggung isu pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia adalah konspirasi. Corona, kata konspirasi itu adalah buatan China dan Amerika. Ada juga isu lain orang yang rajin berwudu dan salat kebal terhadap COVID-19.
"Saudara, dulu ada kontroversi benar enggak sih ada COVID-19 ini, ada yang bilang ini ciptaan Amerika, ciptaan China, ini konspirasi global. Ada juga yang bilang kalau orang rajin berwudu, rajin salat tidak akan kena. Ini hanya tentara Allah yang dikirim untuk membunuh orang-orang kafir," kata Mahfud MD.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, isu tersebut terbantahkan. Banyak tokoh agama terpapar, termasuk Syekh Ali Jaber yang meninggal 14 Januari lalu karena corona.
"Taruhlah kalau saya ngambil contoh almarhum Kiai Ali Jaber, itu dekat dengan saya. Itu siapa yang meragukan beliau terus menjaga wudunya, puasa rajin, salat rajin, dakwah siang malam, dan beliau percaya COVID-19 itu ada, pakai masker, wudu kena juga," ujarnya.
Seorang WN Arab Saudi penderita COVID-19 dievakuasi dengan pesawat medis dari Jakarta menuju Riyadh. Foto: Twitter/@modgovksa
Tak hanya itu saja, di Arab Saudi yang memang masyarakatnya rajin salat juga banyak terpapar COVID-19. Termasuk di Iran ada ribuan orang setelah salat langsung terinfeksi.
"Langsung banyak yang meninggal, karena apa, karena mereka memakai karpet yang sama, sajadah yang sama bergantian-bergantian. Lalu virus itu menular ke karpet lalu orang sujud di situ, pulangnya langsung sakit, meninggal," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Begitu juga di China, India hingga Amerika.
"Itu di China adalah orang yang pada umumnya tidak Islam yang Islamnya yang di Uighur juga banyak yang kena. Di India itu orang hindu. Kalau mau dibilang konspirasi di Amerika, Jerman Perancis itu juga bukan orang Islam, (tapi) Kristen Katolik, di Jepang agama Shinto," katanya.
Belajar dari pengalaman itu, persoalan COVID-19 bukan soal rajin beribadah atau tidak. Melainkan bagaimana menerapkan protokol kesehatan secara ketat agar bisa mencegah terjadinya pemaparan COVID-19.
Tim medis merawat pasien COVID-19 di rumah sakit di Arequipa, Peru Foto: Diego Ramos/AFP

Mahfud: Harta dan Jabatan Enggak Ada Guna Jika Kena COVID-19, Semua Antre di RS

Terkahir, Mahfud MD menjelaskan COVID-19 sudah menimbulkan banyak korban, yang penyebarannya tak melihat latar belakang seseorang. Dia menyebut situasi saat ini membuat orang yang kaya dan miskin sama saja.
ADVERTISEMENT
"Nah, sekarang Saudara, harta, jabatan, dan sebagainya, enggak ada gunanya. Karena sekarang sudah pada antre di rumah sakit, enggak dapat tempat. Hartanya banyak, mau bayar paling mahal, enggak bisa, ini sudah ditempati orang rumah sakit. Begitu banyak orang itu," kata Mahfud.
Mahfud menyebut, jika orang tersebut berkeinginan untuk mendapatkan pengobatan di luar negeri, juga tidak bisa karena pandemi ini melanda seluruh negara.
"Banyak uang mau keluar negeri, enggak bisa berobat ke luar negeri. Kalau dulu orang punya uang bisa, mau ke Jerman, Singapura, Amerika, tinggal milih. Sekarang enggak bisa di sana ditutup di sini penuh," ujarnya.
Menko Polhukam Mahfud MD dalam acara Silaturahim bersama tokoh agama dan tokoh masyarakat di Makodam V Brawijaya, Surabaya. Foto: Humas Kemenko Polhukam
Untuk itu, Mahfud menegaskan perlu kerja sama yang baik dari semua pihak dalam menangani pandemi. Sehingga, masyarakat Indonesia bisa mendapatkan pengobatan yang maksimal sekaligus menekan lonjakan penyebaran COVID-19.
ADVERTISEMENT
"Oleh sebab itu ini tinggal kebersamaan kita," ujarnya.
Salah satu upaya itu dapat dilakukan oleh tokoh agama untuk mengajak masyarakat mematuhi protokol kesehatan.