Ramai-ramai Minta Sekolah Tatap Muka Ditunda Secara Nasional
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Namun di tengah masih tingginya kasus corona di Indonesia, banyak pihak yang mendesak agar sekolah tatap muka ditunda.
Ketua MPR, Bambang Soesatyo, meminta Pemda dan Dinas Pendidikan di daerah yang telah membuka sekolah tatap muka, untuk mengevaluasi kembali keputusannya.
"Meminta pemerintah daerah dan Dinas Pendidikan daerah khususnya yang mulai kembali membuka sistem pembelajaran tatap muka bagi sekolah di wilayahnya, agar meninjau kembali keputusan tersebut, dan lebih mempertimbangkan keselamatan dan kondisi kesehatan peserta didik. Sehingga putusan yang ditetapkan tidak berisiko tinggi terhadap tenaga pengajar dan peserta didik, sekaligus menjamin keselamatan dan kesehatan para peserta didik maupun tenaga pengajar," kata Bamsoet-demikian ia disapa-dalam keterangannya, Selasa (5/1).
"Keputusan sejumlah daerah membuka pembelajaran tatap muka di kelas pada Senin (4/1) yang mengawali semester genap tahun ajaran 2020/2021, sangat berisiko karena kasus aktif COVID-19 masih tinggi," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Bamsoet juga mendorong Pemda bersama Satgas Penanganan COVID-19 daerah memetakan sekolah yang siap dan belum siap menerapkan tatap muka. Sehingga pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat bagi sekolah di masing-masing wilayah.
Senada, anggota Komisi X DPR F-PKS, Ledia Hanifa Amaliah, mendukung agar sekolah tatap muka ditunda. Menurut dia, anak-anak rentan tertular COVID-19. Apalagi, belum ada vaksin corona yang terbukti efektif untuk anak-anak.
"Jika pun vaksin sudah lolos uji klinis tahap 3 tetap saja tidak ada bukti bahwa vaksin efektif untuk anak-anak, mengingat peserta uji klinis berusia 18-55 tahun," kata Ledia.
Sementara itu anggota Komisi IX DPR F-PKB, Nur Nadlifah, mengatakan protokol kesehatan harus menjadi perhatian utama sebelum sekolah tatap muka dilaksanakan.
ADVERTISEMENT
"Menurut saya kalau sekolah itu enggak benar-benar siap, sebaiknya ditunda. Saya paham bahwa anak-anak kita butuh pembelajaran tatap muka, tetapi tidak semua sekolah itu siap," kata Nadlifah.
Ia kemudian menyoroti kesiapan sekolah dalam menerapkan protokol kesehatan ketat. Mulai dari keterisian kelas hingga kelas wajib disemprot disinfektan secara berkala.
"Prokes harus bener-bener dilakukan. Kelas yang dipakai harus dibersihkan lagi. Kalau memang tidak siap dengan itu, sebaiknya ditunda," tegasnya.
Desakan agar sekolah tatap muka ditunda turut disuarakan Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid. Hidayat menilai, pemerintah harus membuat sebuah keputusan yang bersifat nasional terkait penundaan sekolah tatap muka.
"Mendikbud kan menyatakan kewenangan diserahkan ke Pemda. Enggak bisa begitu, karena ini urusan yang sudah bersifat nasional dan juga penyebarannya juga bersifat nasional," kata Hidayat.
ADVERTISEMENT
"Harus ada keputusan di tingkat nasional, yang keputusan nasional menjadi pegangan bagi daerah-daerah untuk kemudian menyetop atau tidak melanjutkan sekolah tatap muka itu," tambahnya.
Hidayat mengingatkan pernyataan yang kerap disampaikan Presiden Jokowi bahwa keselamatan rakyat adalah yang utama. Oleh karena itu, kebijakan sekolah tatap muka sudah seharusnya ditarik kembali.
Apalagi, belakangan muncul varian baru virus COVID-19 yang tingkat penularannya lebih tinggi. Sehingga, lebih baik melakukan pencegahan sedini mungkin.
"Para peserta didik dan para pendidik, seperti guru, kelas rakyat istimewa karenanya keselamatan mereka adalah hukum tertinggi sehingga karenanya pihak Kemendikbud jangan melempar tanggung jawab melempar bola ke Pemda," ucap Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu.
Respons Mendikbud Nadiem
Menanggapi desakan tersebut, Mendikbud Nadiem Makarim menyatakan, kewenangan pembukaan sekolah berada di masing-masing Pemda berkoordinasi dengan sekolah dan wali murid.
ADVERTISEMENT
Jika dirasa belum aman dan nyaman bagi tenaga pengajar dan murid-muridnya, kata Nadiem, Pemda bisa menunda sekolah tatap muka.
"Walaupun tatap muka, tapi hak itu ada, baik di Pemda maupun kepala sekolah dan komite sekolah. Yang ujung-ujungnya orang tualah yang akan menentukan apakah mereka nyaman dan siap untuk tatap muka," jelas Nadiem.
Nadiem pun membantah kabar bahwa pemerintah pusat telah membatalkan sekolah tatap muka di seluruh daerah. Pihaknya memastikan SKB (surat keputusan bersama) 4 menteri tetap dijalankan sesuai yang telah disepakati sebelumnya.
"Jadi kalau ada informasi yang mengenai (sekolah) tatap muka tidak terjadi itu tidak benar. Kami terus berjalan seperti sesuai keputusan SKB 4 kementerian di setiap daerah. Itu tergantung keputusan daerah, kepala sekolah, komite sekolah dan orang tua," kata Nadiem.
Adapun berdasarkan data Kemendikbud, terdapat sejumlah provinsi yang memang sudah siap melaksanakan sekolah tatap muka. Namun, ada pula yang belum siap.
ADVERTISEMENT
Dirjen PAUD Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, Jumeri, mengatakan terdapat 14 provinsi yang sudah siap menjalankan sekolah tatap muka. Mulai dari Jawa Barat hingga Sulawesi Barat.
"Di rekap kami, daerah yang sudah siap ada 14 daerah, provinsi. Meskipun setiap daerah enggak ada yang mutlak, enggak ada 100 persen siap betul tapi tetap bergelombang," kata Jumeri.
"14 yang sudah siap buka ada Jawa Barat, DIY, Riau, Sumsel, Lampung, Kalteng, Sulut, Sultra, Bali, NTB, Maluku Utara, Babel, Kepri, dan Sulbar," tambahnya.
Sementara itu provinsi yang belum siap menjalankan sekolah tatap muka ada 16. Selain itu, 4 provinsi lain, kata Jumeri, tetap melakukan pembelajaran campuran alias blended learning.
ADVERTISEMENT
"Kemudian yang masih blended ada 4 provinsi sedangkan belum siap, menunda pembelajaran tatap muka ada 16 provinsi," ujarnya.
Sejauh ini, dia menjelaskan bahwa SKB 4 menteri yang mengatur sekolah tatap muka tak bersifat wajib. Artinya, setiap pemerintah daerah diberikan kewenangan dalam mengambil keputusan.
"Jadi SKB itu memperbolehkan bukan mewajibkan," pungkasnya.