Rapat RKUHP, DPR Dorong Pasal Penyerangan Martabat Presiden Dihapus

24 November 2022 10:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR tentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR tentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (18/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
Pemerintah dan DPR akan kembali membahas Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) pagi ini dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan jajaran. Rapat bertujuan untuk membahas sejumlah pasal kontroversial dan usulan tambahan pasal baru seperti pidana rekayasa kasus.
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari (Tobas) mengatakan Fraksi NasDem, di antaranya, akan mendorong agar pasal yang mengancam demokrasi dihapus. Seperti pasal terkai pidana penghinaan terhadap harkat martabat presiden dan wakil presiden.
"Saya berharap isu-isu krusial dapat dibahas dan masukan masyarakat dapat diakomodir. Terutama pada pasal-pasal yang dianggap dapat mengancam demokrasi. Seperti pasal soal makar, penyerangan martabat presiden, penghinaan lembaga negara dan kekuasaan umum," kata Tobas dalam pernyataannya, Kamis (24/11).
Tobas menilai usulan itu pun telah didukung sejumlah fraksi lain di DPR. Sehingga ia berharap pemerintah dapat menerima usulan tersebut.
"Sejauh ini saya melihat terdapat perkembangan yang baik di Komisi III DPR. Setelah melakukan lobi dan diskusi dengan rekan-rekan lain di Komisi III, dorongan agar terdapat perubahan pasal-pasal tersebut semakin menguat. Saya dan beberapa rekan di Komisi III akan mendorong agar beberapa pasal yang berpotensi mengancam demokrasi sebaiknya dihapuskan saja," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Atau setidaknya dilakukan perubahan dengan memberi batasan yang ketat. Karena keputusan ada di dua pihak, DPR dan pemerintah, tentu harapannya pemerintah dapat menyetujui usulan ini demi mewujudkan RKUHP yang demokratis," jelasnya.
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Selain pasal-pasal yang mengancam demokrasi tersebut, Tobas mengatakan beberapa pasal lain juga juga akan dikritisi. Seperti soal pengaturan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law)yang berpotensi melanggar asas legalitas dalam hukum pidana.
"Pasal lainnya yang perlu diperbaiki agar dapat memberikan kepastian hukum, jaminan perlindungan ham, dan pemenuhan asas-asas hukum pidana.
Beberapa masukan masyarakat sebelumnya sudah ada yang diakomodir oleh pemerintah dalam draft terakhir tanggal 9 November 2022," lanjutnya.
"Namun, masih menyisakan beberapa persoalan yang masih berpotensi menjadi persoalan. Saya optimis pemerintah dan DPR dapat menyelesaikan persoalan yang tersisa ini dan mempertimbangkan masukan masyarakat," tandas dia.
ADVERTISEMENT
Rapat pemerintah dan DPR sebelumnya dijadwalkan pada 22 November, namun ditunda menjadi pukul 10.00 WIB pagi ini. Sebelumnya, Ketua Komisi III Bambang Wuryanto (Bambang Pacul) berharap ini bisa menjadi pembahasan terakhir dan RKUHP bisa disahkan sebelum akhir 2022.
Usai sosialisasi, draf RKUHP telah berubah dari 632 pasal menjadi 627 pasal dalam periode 6 Juli ke 9 November 2022. Ada 5 pasal yang dihapus, sementara lainnya dilakukan reformulasi.