Refleksi Akhir Tahun, PDIP DKI Kritisi Program DP Rp 0 hingga OK OCE

27 Desember 2018 19:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gembong Warsono, memaparkan refleksi akhir tahun 2018 menyingkapi kinerja pemerintah provinsi DKI Jakarta. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gembong Warsono, memaparkan refleksi akhir tahun 2018 menyingkapi kinerja pemerintah provinsi DKI Jakarta. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
Fraksi PDIP menyoroti kinerja Pemprov DKI Jakarta di sepanjang tahun 2018. Beberapa pencapaian kerja di bawah pimpinan Gubernur DKI Anies Baswedan itu dianggap masih sebatas wacana.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, Ketua Fraksi PDIP DPRD Gembong Warsono mengkritik enam hal. Pertama mengenai program DP 0 rupiah yang dianggap menguras banyak Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
"Dengan ambisi parsial Gubernur Anies Baswedan, program yang kini berganti dengan nama SAMAWA itu menjadi penyebab mandeknya program pembangunan infrastruktur lain," ujar Gembong dalam konferensi pers akhir tahun 2018 di ruang fraksi PDIP di DPRD, Kamis (27/12).
Kedua, program OK OCE termasuk program yang menurutnya gagal dan sebaiknya dihapuskan. Penyebabnya tak lain lantaran masih adanya sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SPKD) yang menganggarkan dana APBD.
Ketiga, program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang diminta Gembong diawasi secara ketat lantaran masih jauh dari target realisasi. Karena itu, PDIP mendorong Pemprov DKI untuk meningkatkan sinergitas kerja bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) agar target Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT) warga segera tercapai.
Gembong Warsono, memaparkan refleksi akhir tahun 2018 menyingkapi kinerja pemerintah provinsi DKI Jakarta. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gembong Warsono, memaparkan refleksi akhir tahun 2018 menyingkapi kinerja pemerintah provinsi DKI Jakarta. (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
"Selain poin-poin di atas, kami Fraksi PDI Perjuangan DPRD DKI Jakarta juga menyoroti rendahnya kualitas serapan APBD di sepanjang tahun 2018 yang hingga kinl baru mencapai 75,5 persen. Angka ini jauh dari target yang pernah digaungkan hingga mencapal 87 persen," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kritik kelima, dia juga menyoroti diskriminasi yang dilakukan Pemprov DKI pada penindakan terhadap pelanggar pemanfaatan ruang dan bangunan di Ibu kota. Sejauh ini, Pemerintah Kota Jakarta Utara mencatat 292 kasus penyalahgunaan tata ruang di akhir tahun.
"Kami juga mendorong agar Pemprov berperan aktif dalam mitigasi bencana dalam perencanaan tata ruang. Ini perlu dilakukan untuk mengurangi risiko bencana yang ada, mengingat Indonesia termasuk dalam kawasan rawan dan tingkat ancaman yang tinggi," tegasnya.
Yang terakhir, dia menganggap Pemprov DKI mengabaikan rekomendasi yang diberikan. Dalam hal ini, Pansus Tenaga Honorer K2 DPRD Provinsl DKI Jakarta telah menerbitkan rekomendasi terkait tenaga honorer. Kemudian, DPRD Provinsl DKI Jakarta menerbitkan surat rekomendasi tersebut kepada Anies terkait Honorer K2 tertanggal 23 November 2018.
ADVERTISEMENT
"Namun kondisinya Gubermur Anies Baswedan abai dan acuh tak acuh terhadap rekomendasi yang telah diterbitkan oleh DPRD Provinsi DKI Jakarta, hal Ini terbukti bahwa Tenaga Honorer K2 tetap diposisikan sebagai tenaga honorer biasa dengan tetap diwajibkan mengikuti rekruitmen dan tes Penyedia Jasa Lainnya Orang Perorangan (PJLP) tahun 2019," tutupnya.