Refly Harun Kritik Pasal Kebal Hukum Perppu Corona: Langgar Pakem Negara Hukum

28 April 2020 16:07 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar sidang perdana tiga gugatan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020. Perppu itu terkait penanganan pandemi corona di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Ketiga permohonan tersebut mempersoalkan hal yang sama, salah satunya mengenai pasal kebal hukum dalam Perppu Corona. Hal itu tercantum dalam Pasal 27 yang berbunyi:
(1) Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.
(2) Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT
(3) Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.
Suasana sidang Pengujian Materiil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, turut berkomentar mengenai keberadaan pasal kebal hukum tersebut. Refly menilai pasal tersebut telah melanggar prinsip-prinsip negara hukum dan hanya mencari jalan pintas.
"Pembuat Perppu ini inginnya jalan pintas semua, pakem-pakem negara hukum dilewati semua, dilanggar semua," ujar Refly seperti dikutip dari channel YouTube miliknya. Refly mempersilakan kumparan mengutip pendapatnya itu.
Mengenai Pasal 27 ayat (1) misalnya, Refly mengkritik adanya frasa 'bukan merupakan kerugian negara'. Refly menyatakan, institusi yang berhak menentukan apakah biaya penanganan corona merugikan keuangan negara atau tidak ialah BPK atau BPKP, bukan pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Bagaimana mungkin segala biaya yang terkait Perppu ini dianggap bukan kerugian negara, ya memang kalau enggak ada korupsi. Tapi bagaimana kalau ada korupsinya? kalau ada korupsi, tentu ada kerugian negara, karena kerugian negara itu yang tentukan BPK, BPKP, penyidik, bukan pemerintah sendiri," ucapnya.
Ilustrasi koruptor. Foto: Shutter Stock
Refly juga mempersoalkan frasa 'tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana' di Pasal 27 ayat (2). Ia menilai, bunyi ayat tersebut membuat segala tindakan yang diambil meskipun korupsi, sulit diproses secara hukum. Padahal, kata Refly, pejabat negara yang korupsi dana bencana dapat diancam hukuman mati. Hal itu sesuai Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.
"Dengan memasukkan ketentuan itu (tidak dapat dituntut) seolah-olah ingin dikatakan segala tindakan itu tidak bisa digugat secara perdata atau pidana. Padahal tergantung, kalau memang niatnya korupsi dalam kondisi darurat bencana sekarang malah ancamannya hukuman mati," tutupnya.
ADVERTISEMENT
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
***
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.