Refly Harun: Revisi UU MK Tak Mendesak, Jangan Sampai Jadi Politik Transaksional

7 Mei 2020 12:46 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Kritik terhadap DPR yang tengah merevisi UU Mahkamah Konstitusi (MK) terus bermunculan, kali ini dari Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun. Dalam draf revisi UU MK, setidaknya ada 14 poin perubahan. Mulai dari masa jabatan hakim konstitusi yang diperpanjang menjadi 70 tahun hingga syarat minimal calon hakim 60 tahun.
ADVERTISEMENT
Refly menilai revisi UU MK tak mendesak dilakukan. Menurut dia, lebih baik DPR membantu pemerintah dalam menanggulangi pandemi corona.
"Timing-nya enggak tepat. Sekarang COVID-19, ngapain utak-atik hal yang enggak penting. Tidak ada urgensinya untuk mengutak-atik masa jabatan," ujar Refly kepada wartawan, Kamis (7/6).
Refly mengingatkan, jangan sampai revisi UU MK sebagai ajang politik transaksional. Sebab, saat ini MK tengah menyidangkan uji materi UU KPK dan Perppu Corona.
"Jangan sampai kemudian revisi menjadi politik transaksional karena MK saat ini sedang mereview UU KPK dan Perppu Corona. Ini adalah sebuah UU yang sangat diinginkan pemerintah tapi sangat ditentang masyarakat," tegas Refly.
"Dengan posisi ini di masa lalu, politik transaksional seperti terjadi dalam kasus uji materi Presidential Threshold dan hak angket DPR terhadap KPK. Saat itu seperti terjadi transaksional karena ada beberapa anggota (hakim MK -red) yang mengalami perpanjangan masa jabatan untuk periode kedua, jangan sampai ini terjadi," lanjutnya.
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) bersama Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (kanan) dan Enny Nurbaningsih (kiri) memimpin sidang lanjutan sengketa hasil Pemilu Legislatif 2019 di gedung MK, Jakarta, Selasa (23/7). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Refly mengatakan, seharusnya DPR lebih menyentuh substansi perbaikan bagi MK ke depan, seperti memperbaiki proses seleksi. Bukan justru mengubah syarat usia minimal pencalonan dan memperpanjang masa jabatan.
ADVERTISEMENT
"Rekrutmen itu misalnya dulu pernah dalam Perppu -yang dibatalkan MK- diperbaiki dengan cara bentuk panel ahli independen. Di mana waktu itu KY jadi fasilitator, sehingga yang keluar dari MA, Presiden, dan DPR relatif sama kualitasnya, kenegarawanan, karena saringannya sama," kata Refly.
Ia memandang proses rekrutmen hakim MK belum ideal. Menurut dia, seharusnya mengedepankan prinsip meritokrasi. Saat ini, kata dia, proses rekrutmen hakim MK masih mengedepankan prinsip preferensi.
"Sehingga yang terekrut belum tentu orang yang terbaik. Padahal yang namanya hakim MK harusnya terminal akhir dari segala karier. Apa yang dicontohkan hakim sebelumnya bukan contoh baik," ucapnya.
"Contoh Pak Mahfud bukan contoh baik, Pak Jimly (Jimly Asshiddiqie) bukan contoh baik. Karena mereka setelah menduduki jabatan puncak (Ketua MK -red) jadi politisi lagi, jadi mendegradasi diri. Mahfud jadi timses (Prabowo di Pilpres 2014). Jimly jadi Ketua DKPP, sekarang jadi anggota DPD. Justru mereka kurang bisa menjaga marwah jabatannya. Harusnya ketika selesai jadi hakim MK jadi guru bangsa," jelas Refly.
Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (11/6/2019). Foto: ANTARA FOTO
Selanjutnya, kata Refly, sebaiknya DPR memperbaiki hukum acara di MK, khususnya sengketa Pemilu dan Pilkada. Ia menilai saat ini hukum acara Pemilu dan Pilkada masih sangat longgar. Seperti pemeriksaan saksi untuk membuktikan kecurangan dalam Pemilu yang hanya diberi waktu 1 hari.
ADVERTISEMENT
Adapun rencana revisi UU MK tersebut ditolak sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Save MK. Koalisi menilai draf RUU MK yang diajukan DPR sarat potensi politik transaksional.
Koalisi berpendapat, 'keistimewaan' bagi hakim MK dalam revisi UU memiliki tujuan terselubung. Mereka menduga hal ini sebagai cara bagi DPR agar MK menolak permohonan uji materi beberapa UU yang krusial yang masih berproses di MK, seperti UU KPK dan Perppu Corona.
"Perubahan ini disinyalir mencari cara untuk 'menukar guling' supaya MK dapat menolak sejumlah pengujian konstitusional utas yang krusial, seperti revisi UU KPK dan Perppu Penanganan COVID-19," kata salah satu anggota koalisi, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Senin (4/5).
ADVERTISEMENT
Untuk itu, koalisi meminta DPR membatalkan pembahasannya dan meminta Presiden Jokowi tak mengirim utusannya untuk membahas revisi UU MK.
Berikut poin-poin yang hendak diubah dalam draf revisi UU MK:
1. Pasal 4. Di pasal ini yang diubah adalah pada ayat (3) di mana masa jabatan hakim MK yang semula 2 tahun 6 bulan menjadi 5 tahun. Selain itu ada ayat 4f, ayat 4g, dan 4h dihapus.
2. Pasal 7A ayat (1) mengenai kepaniteraan. Di pasal ini yang diubah adalah adanya penjelasan lebih detail mengenai masa pensiun panitera yakni berumur 62 tahun.
3. Pasal 15 ayat (2d) tentang batas usia minimal hakim MK. Semua disebutkan batas usia hakim MK adalah 47 tahun dan tertinggi 65 tahun. Sementara dalam draf disebutkan batasan usia naik jadi paling rendah 60 tahun.
ADVERTISEMENT
Lalu pasal 15 ayat (2h) yang masih mengatur soal syarat hakim MK, di pasal ini dihapus adanya syarat calon hakim pernah menjadi pejabat negara. Sehingga syaratnya hanya satu yakni berpengalaman di bidang hukum selama 15 tahun.
4. Pasal 22 dihapus. Pasal ini sebelumnya membahas mengenai masa jabatan hakim MK.
5. Pasal 23 ayat (1d) soal pemberhentian dari jabatan hakim konstitusi dihapuskan.
6. Pasal 26 ayat (1b) juga dihapuskan. Lalu pasal 26 ayat (5) juga dihapuskan.
7. Pasal 27A ayat (2c, 2d, dan 2e) tentang penegakan kode etik dihapuskan.
ADVERTISEMENT
8. Pasal 27A ayat (5) dan ayat (6) dihapuskan.
9. Pasal 45 dihapuskan.
10. Pasal 50A dihapuskan.
11. Pasal 57 ayat (2a) dihapuskan.
12. Pasal 59 ayat (2) dihapuskan.
13. Pasal 87 huruf a diatur mengenai masa jabatan ketua dan wakil MK menjadi 5 tahun.
14. Pasal 87c adanya kekhususan bagi hakim MK yang berusia 60 langsung bisa menjabat hingga umur 70 tahun.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.
ADVERTISEMENT