Refly Harun Yakin Gugatan Presidential Threshold Diterima MK: Hak Konstitusional

4 September 2020 18:03 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menjadi kuasa hukum dari pemohon Rizal Ramli atas gugatan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, terkait ketentuan presidential threshold (PT) agar dihapuskan atau 0%.
ADVERTISEMENT
Gugatan serupa sebetulnya pernah diajukan pihak lain, namun ditolak oleh MK. Kali ini, Refly merasa yakin gugatannya diterima, karena menawarkan argumentasi baru pendekatan nonkonstitusional.
"Ditolak itu saya sudah baca keputusan MK, saya sebenarnya tidak bisa menerima argumentasi yang strong dari MK. MK mengatakan memperkuat sistem presidensil, itu kan hipotesis. MK mengatakan bahwa itu legal policy," kata Refly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (4/9).
Argumentasi dimaksud adalah partai politik yang kehilangan hak politik karena tidak bisa mengusung capres-cawapres. Penyebabnya, mereka tak punya kursi di DPR, padahal mereka peserta pemilu.
"Pasca Pemilu 2019 kemarin, secara post factum itu ada empat partai politik yang kehilangan hak konstitusionalnya untuk bisa mengusung atau mengajukan calon presidennya. Yaitu PSI, Garuda, Berkarya dan Perindo. Partai ini tidak bisa mengusung calon karena dia tidak bisa punya suara atau kursi pada pemilu sebelumnya 2014," bebernya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menurutnya, tidak argumentasi yang kuat mempertahankan syarat dukungan 20 persen kursi di DPR untuk parpol bisa mengusung capres-cawapres.
"Apa sih legitimasi untuk mempertahankan presidential threshold? Enggak jelas. Kecuali bahwa kemarin itu adalah menjamin the incumbent bisa nyalon lagi dan kemudian lawannya cuma satu, head to head," ujarnya.
"Karena jauh lebih gampang memenangkan pertarungan kalau dia head to head ketimbang calonnya harus 5," lanjutnya.
Lebih lanjut, Refly kemudian mencontohkan salah satu pilpres yang menurutnya patut diikuti seperti pada 2004 silam. Saat itu, calonnya cukup banyak tak seperti pada 2014 dan 2019. Masyarakat pun tak terpecah belah.
"Maksud saya, Pilpres yang paling genuine itu, yang paling bagus itu adalah ketika pilpres 2004, di mana calonnya 5 dan pasca pilpres kita tidak terkotak-kotak jadi cebong dan kampret," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
***
Saksikan video menarik di bawah ini.