Refly: Masa Jabatan Presiden soal Konsentrasi Tanpa Pikirkan Pemilu Selanjutnya

19 Juni 2020 18:46 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Denny Indrayana usai bertemu Menko Polhukam Mahfud MD. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Denny Indrayana usai bertemu Menko Polhukam Mahfud MD. Foto: Fadjar Hadi/kumparan
ADVERTISEMENT
Wacana mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode atau menjadi tujuh tahun dalam satu periode sempat muncul dalam amandemen UUD 1945. Menurut pakar hukum tata negara Denny Indrayana, sebenarnya ada berbagai macam konsep periode masa jabatan presiden yang bisa diterapkan.
ADVERTISEMENT
"Kalau saya ditanya, ya itu opsi terbuka. Tapi buat saya, dua periode lah. Tapi yang kita jaga itu, bagaimana kalau incumbent maju lagi, dan itu tidak menyalahgunakan fasilitas negara, jadi bukan soal berapa tahun atau berapa kali," ucap Denny dalam diskusi virtual, Jumat (19/6).
"Bagi saya, 2 kali 5 tahun itu bisa kita pertimbangkan. Tapi masalahnya, itu etika presiden incumbent kalau maju lagi," imbuhnya.
Refly Harun pada acara Focus Group Discussion (FGD) Konstitusi di Hotel Ashley, Jakarta, Rabu (13/2). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Hal senada juga diungkapkan pakar tata negara Refly Harun. Menurutnya, sebenarnya yang paling penting adalah memastikan agar calon petahana tidak memanfaatkan jabatan dan fasilitas negara untuk pemilu.
"Saya berikan alternatif jabatan yang tidak berturut-turut. Intinya adalah bukan soal periodenya, tapi pertama adalah bagaimana presiden bisa konsentrasi lakukan pembangunan tanpa pikirkan pemilu," tegas Refly.
ADVERTISEMENT
Ia memberikan contoh, saat periode pertama Presiden Jokowi, enam bulan pertama masih diisi dengan konsolidasi. Sedangkan 2,5 tahun berikutnya baru mulai bekerja penuh dan 2 tahun terakhir sudah mulai memikirkan pemilu.
"Masa jabatan masih 2 tahun lagi yang dipikirkan masih pemilu. Untungnya masih menang, kalau misalnya kalah gimana? Apa yang bisa dibayangkan? Bisa saja lesu pembangunan dan berpengaruh pada menterinya yang harus cari tuan baru, lalu sekjen lihat masih dipakai atau enggak, lalu ramai-ramai bermigrasi ke tuan yang baru," tutur Refly.
Selain itu, ia menilai, persiapan untuk menuju ke pilpres tidak perlu terlalu panjang. Menurutnya, untuk pilpres, sebenarnya persiapannya cukup 6 bulan saja karena calon yang maju sudah pasti merupakan tokoh yang dikenal masyarakat.
ADVERTISEMENT
Refly juga menilai, dengan tidak maju berturut-turut, kemungkinan penyalahgunaan fasilitas publik dan aparatur negara bisa ditekan. Ia menilai, saat pemilu sebelumnya, masih banyak komisaris BUMN yang ikut kampanye mesti seharusnya tidak boleh.
"Belum lagi penggunaan aparatur dan ini sudah jadi rahasia umum, apalagi kalau head to head gini, lebih gampang karena yang dihadapi cuma satu. Karena itu saya katakan, satu periode saja atau diselang-seling kalau kita tidak bisa menjamin itu (fasilitas negara) digunakan oleh petahana (untuk kampanye)," pungkasnya.
-----------------------------------
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.