Residu Pilpres 2019 di Medsos Dinilai Belum Hilang, Bakal Menguat Jelang 2024

19 Oktober 2021 17:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi media sosial. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi media sosial. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Pengamat medsos sekaligus founder Media Kernels Indonesia, Ismail Fahmi, melihat bahwa aktivitas politik di media sosial masih saja diwarnai elemen-elemen berbau Pilpres 2019. Pertentangan antar dua kubu, pro Jokowi dan anti Jokowi bakal menguat jelang Pilpres 2024.
ADVERTISEMENT
“Saya lihat ada residu Pilpres enggak hilang, belum selesai, saya lihat sudah dikuatkan lagi jelang 2024,” kata Ismail dalam webinar di YouTube LAB 45, Selasa (19/10).
“Kalau saya enggak salah inget, disampaikan Mas Burhanuddin Muhtadi mereka survei misalnya di Jawa, Sumatera, dan lain-lain hasilnya beda. Tentang vaksin aja [misalnya]. Di Jawa tinggi, di Sumatera enggak ada penolakan dan sebagainya. Ternyata setelah diteliti hasil temuan ada residu pilpres,” imbuh dia.
Komentar tersebut diungkap Ismail dalam menanggapi hasil analisis Tim LAB 45 tentang Hasil Jagat Percakapan di Media Sosial yang berfokus pada platform Twitter. Analisis dilakukan dengan mengambil beberapa sampel random akun yang dulu terafiliasi Pro 01 (Jokowi) dan Pro 2 (Prabowo) yang aktif mengunggah cuitan politik saat Pilpres 2019.
ADVERTISEMENT
Menurut hasil analisis tersebut, akun-akun tersebut faktanya memang masih menyampaikan narasi yang berafiliasi dengan pandangan mereka di masa Pilpres 2019.
Ismail Fahmi Foto: Ardhana Pragota/kumparan
“Kami mencoba melihat akun-akun yang aktif hari-hari ini, yang kita diferensiasi pro dan kontra pemerintah. Kalau kita lihat di sini ada diagram pertama ada sekitar 162 akun kita tarik [bandingkan] di tahun 2019-2021. Akun-akun yang dulunya Pro 1 sekarang jadi influencer atau buzzer yang dukung pemerintah,” papar Analis Media Sosial LAB 45, Diyauddin.
“Irisannya cukup tinggi ada 107 dari sampel yang kita ambil. Jadi kira-kira akun yang dulunya pendukung Jokowi hari ini dukung pemerintah. Sama halnya dengan yang Pro 2. Cukup tebal juga irisannya antara akun yang dulunya 2019 aktif dan masih aktif di 2021 sekarang kontra pemerintah,” lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Ia mencontohkan, saat PPKM, muncul #2021gantipresiden. Setelah diteliti, akun-akun yang memainkan tagar ini adalah mereka yang memainkan #2019gantipresiden di 2019 atau akun-akun yang kerap mengkritik dan kontra dengan Jokowi. "Kami sebut jagat gema karena orangnya itu-itu saja," ujar dia.
Contoh lain, ketika ramai Bipang Panggang yang disampaikan Jokowi, akun yang membela Jokowi misalnya Denny Siregar. Ia saat 2019 aktif menjadi pembela Jokowi. Sementara yang mengkritik misalnya Said Didu, Fadli Zon. "Akunnya itu-itu saja, khusus konteks politik," jelas dia.
Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto berjalan bersama calon presiden nomor urut 01 Jokowi saat acara Deklarasi Pemilu Damai, Jakarta, Minggu (23/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Ismail Fahmi mengingatkan ada residu Pilpres 2019 yang diprediksi menimbulkan polarisasi yang sama jelang 2024. Ia meminta masyarakat untuk waspada, jangan sampai perbedaan pendapat jelang 2024 masih dipengaruhi dengan narasi Pilpres 2019.
ADVERTISEMENT
“Terakhir saya bikin analisis selalu diprotes. ‘Mas Ismail, ini kok masih label pro dan kontra terus seolah polarisasi abadi. Padahal, kan, memang ada legenda A dan B ini siapa. Jadi ini kenyataan, kita enggak bisa pungkiri,” ujar Ismail.
“Hasil temuan LAB 45 itu menunjukkan memang [masih ada residu Pilpres 2019]. Ini nanti jadinya mungkin memunculkan pertanyaan bagaimana bangsa ini bisa diselamatkan dari polarisasi semacamnya [di media sosial],” tandas dia.