Respons Demo, Nurhayati Jelaskan soal Ojol Bukan Transportasi Umum

28 Februari 2020 16:31 WIB
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Nurhayati Monoarfa saat memimpin rdpu komisi V DPR RI dengan pakar mengenai RUU Jalan dan Transportasi di Gedung Nusantara, Senayan. Foto: Andri
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Nurhayati Monoarfa saat memimpin rdpu komisi V DPR RI dengan pakar mengenai RUU Jalan dan Transportasi di Gedung Nusantara, Senayan. Foto: Andri
ADVERTISEMENT
Demo pengemudi ojek online (ojol) di depan gedung DPR hari ini, dipicu pernyataan Wakil Ketua Komisi V DPR Nurhayati Monoarfa, yang menyebut sebagian besar Komisi V tidak setuju motor menjadi transportasi umum.
ADVERTISEMENT
Pernyataan itu muncul dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama pakar dalam rangka Penyusunan Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2).
Nurhayati saat itu bicara soal pembatasan kendaraan roda dua lantaran data Korlantas menyebut 73 persen kecelakaan lalu lintas didominasi roda dua. Pembatasan itu otomatis juga berdampak pada ojol.
Namun, Nurhayati menyebut bukan menolak ojol menjadi transportasi umum, karena UU LLAJ yang ada sekarang memang tidak mengatur roda dua sebagai transportasi umum.
"Jadi kalau dikatakan menolak, kita tidak menolak. Di UU LLAJ yang sekarang memang tidak ada transportasi umum itu roda dua. Kalau menolak, orang menilai DPR tidak pro, padahal memang tidak diatur," ucap Nurhayati kepada kumparan, Jumat (28/2).
ADVERTISEMENT
Nurhayati menjelaskan, keberadaan ojol saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 12 tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat.
Namun, Permenhub itu bersifat sementara. Prinsipnya, motor tetap bukan transportasi umum. Nurhayati mendorong agar masyarakat menggunakan transportasi umum seperti bis, MRT, dan angkutan umum.
"Di UU LLAJ yang belum direvisi, itu kan dinyatakan Pemda berkewajiban untuk menyediakan transportasi umum massal yang layak," tutur anggota DPR asal Dapil Jabar XI itu.
Ojek bisa beroperasi di desa-desa atau daerah perumahan yang memang tidak ada transportasi massal. Tapi prinsipnya roda dua tidak bisa menjadi transportasi umum.
Driver ojol saat demo di depan Gedung DPR. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
"Motor tetap bisa, tapi tidak mengangkut orang. Selama mengangkut makanan, barang, enggak masalah. Go-food, Go-send, silakan. Yang tidak ada di UU hanya roda dua tidak jadi transportasi umum," bebernya.
ADVERTISEMENT
Selain alasan keselamatan karena roda dua penyumbang kecelakaan terbesar, juga terkait kemacetan dan polusi udara. Satu lagi tentu perlu ada pembatasan kendaraan.
"Bayangkan pertumbuhan motor itu satu tahun 5 juta motor. 10 tahun berapa?," kata Nurhayati.
Soal aspirasi demo ojol yang ingin menjadi transportasi khusus dalam revisi UU LLAJ, menurut Nurhayati sama saja dengan transportasi umum. Namun kesimpulannya, Komisi V tetap merujuk UU lama ojol bukan transportasi umum.
"Kita tidak melarang, tapi mengatur. Jadi memang saran pakar, kepolisian, Kemenhub, dan banyak pihak yang concern dengan keselamatan, mereka minta roda dua tidak dimasukkan dalam transportasi umum," tutupnya.
ADVERTISEMENT