Respons OTT KPK Para Pejabat, LAN Rumuskan Strategi Cegah Trading In Influence

9 Desember 2020 5:44 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Deputi LAN, Dr. Tri Widodo, SH, MA saat menyampaikan materi dalam Webinar "Strategi Pencegahan & Penindakan Trading in Influence". Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Deputi LAN, Dr. Tri Widodo, SH, MA saat menyampaikan materi dalam Webinar "Strategi Pencegahan & Penindakan Trading in Influence". Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Puslatbang Kajian Hukum Administrasi Negara Lembaga Administrasi Negara (Puslatbang KHAN LAN) merespon merebaknya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menimpa 2 menteri, serta para pejabat lainya. Respons tersebut mereka kemas dalam bentuk kajian.
ADVERTISEMENT
Kajian tersebut merumuskan, bahwa korupsi itu terjadi akibat keinginan para pejabat untuk memperdagangkan pengaruh (Trading in Influence). Trading in Influence ini terjadi akibat pelanggaran etika dan moralitas yang dilakukan oleh para penyelenggara negara.
"Berdasarkan temuan lapangan, pola Trading In Influence dalam hukum administrasi negara dapat dipisahkan menjadi dua pola, yaitu (1) pola memanfaatkan pengaruh dan (2) pola menggunakan pengaruh . Untuk mencegah terjadinya trading in influence ini dibutuhkan adanya harmonisasi peraturan perundangan, sistem pengawasan yang baik, dan peran pimpinan sebagai role model bagi bawahannya," ujar Veri Mei Hafnizal selaku tim peneliti Puslatbang KHAN LAN, dalam webinar bertajuk 'Strategi Pencegahan dan Penindakan Trading in Influence dalam Penyelenggaraan Pemerintahan', Selasa (8/12).
ADVERTISEMENT
Sebetulnya, bagi Aparatur Sipil Negera Trading Influence sudah dibatasi dengan adanya aturan seperti Kode Etik, Sumpah Jabatan, Peraturan Disiplin, hingga Asas Umum Pemerintahan Yang Baik. Namun, hal tersebut harus diperkuat dengan peran pengawasan yang baik. Salah satu cara pengawasan adalah memberikan publik kesempatan untuk ambil bagian mengawasi secara digital.
Ilustrasi Korupsi. Foto: Indra Fauzi/kumparan
"Transformasi digital pelayanan publik untuk memindahkan proses manual menjadi proses berbasis sistem akan menutup ruang intervensi pribadi, sehingga dapat meminimalisir terjadinya praktik trading in influence," kata Tri Widodo, Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN, yang juga hadir dalam diskusi.
Soal pengawasan juga diulas oleh Albertus Wahyurudhanto, Komisioner Kompolnas. Albertus menyebut lemahnya pengawasan adalah celah bagi Trading In Influence. Selain itu, aparatur negara juga perlu memiliki integritas untuk memerangi Trading In Influence.
ADVERTISEMENT
"Praktik memperdagangkan pengaruh muncul karena adanya kewenangan yang dimiliki oleh seseorang. Jika pengawasan lemah, maka akan membuka ruang bagi Trading In Influence . Integritas aparatur menjadi kunci utama dalam memerangi praktik Trading In Influence . Pengawasan adalah cara yang efektif untuk mencegah penyalahgunaan wewenang. Untuk itu, perlu adanya kolaborasi dan sinergi antara pengawas internal dan eksternal," tegas Albertus.
Pendapat ini juga didukung Bivitri Susanti, Praktisi Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera. Ia menyebut bahwa Trading In Influence tidak bisa ditoleransi.
"Trading in Influence tidak bisa ditolerir. Untuk itu, kita perlu mengedepankan pola pencegahan seperti yang didorong oleh Puslatbang KHAN LAN ini, sehingga kita dapat mewujudkan negara yang bersih dari KKN", ujar Bivitri.
ADVERTISEMENT
Pada akhir diskusi, Kepala Puslatbang KHAN LAN, Faizal Adriansyah menyatakan kajian tersebut adalah sumbangsih LAN untuk memperkecil potensi korupsi di pemerintahan Indonesia. Hasil kajian juga diharapkan bisa jadi rujukan untuk memperbaiki penyelenggaraan pemerintah.
“Kajian ini menjadi bukti sumbangsih LAN dalam pencegahan korupsi di Indonesia” tutup Faizal.