Respons Warga atas Kematian Shinzo Abe: Akhir Jepang yang Damai

8 Juli 2022 18:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Foto: Yuya Shino/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Foto: Yuya Shino/REUTERS
ADVERTISEMENT
Kabar penembakan eks Perdana Menteri Shinzo Abe mengguncang Jepang pada Jumat (8/7/2022). Hal ini sangat mengejutkan bagi penduduk negara yang jarang menyaksikan insiden kekerasan politik.
ADVERTISEMENT
Abe ditembak ketika menyampaikan pidato kampanye Partai Demokrat Liberal di dekat Stasiun Yamatosaidaiji di Kota Nara pukul 11.30 waktu setempat. Ia langsung dilarikan ke rumah sakit untuk menerima perawatan.
Abe dikabarkan meninggal dunia akibat pendarahan hebat pada pukul 05.03 waktu setempat pada usianya yang ke 67.
Mantan perdana menteri Jepang Shinzo Abe terbaring di tanah setelah dia ditembak selama kampanye pemilihan untuk pemilihan Majelis Tinggi 10 Juli 2022 di Nara, Jepang barat, Jumat (8/7/2022). Foto: Kyodo/via REUTERS
Ucapan belasungkawa pun membanjiri Jepang. Mulai dari Perdana Menteri Fumio Kishida hingga rakyat-rakyat biasa diselimuti kesedihan dan keterkejutan atas pembunuhan Abe.
"Saya sangat terkejut," kata Gubernur Tokyo Yuriko Koike sambil meneteskan air mata.
"Apapun alasannya, tindakan keji seperti itu benar-benar tidak bisa dimaafkan. Ini merupakan penghinaan terhadap demokrasi,” ungkapnya.
Seorang pekerja komputer di Tokyo, Koki Tanaka, mengaku tak percaya hal semacam ini terjadi di Jepang.
ADVERTISEMENT
"Saya sangat terkejut bahwa hal seperti ini bisa terjadi di Jepang,” ujarnya.
Respons atas penembakan Abe pun membanjiri media sosial. Topik ‘Abe-san’ bahkan menjadi topik trending teratas di Twitter Jepang pada Jumat sore.
"Saya tidak bisa berhenti gemetar. Ini adalah akhir dari Jepang yang damai," cuit pengguna Twitter Nonochi.
"Ada banyak politikus yang ingin saya lihat menghilang, tetapi pembunuhan tidak dapat dibayangkan. Ini adalah awal dari akhir demokrasi,” terangnya.
Di Jepang penyerangan terhadap figur politik adalah hal yang sangat jarang terjadi. Hanya ada segelintir insiden seperti ini dalam setengah abad terakhir. Bahkan, insiden pembunuhan terhadap perdana menteri terakhir kali terjadi hampir 90 tahun yang lalu.
Serangan politik terkemuka terakhir terjadi pada 2007 ketika Wali Kota Nagasaki ditembak dan dibunuh oleh seorang gangster. Penyerangan ini kemudian memicu upaya pengetatan peraturan senjata di Jepang.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, pembunuhan perdana menteri terakhir kali terjadi pada 1936 selama pembangunan militeristik Jepang sebelum pecahnya perang. Insiden itu adalah salah satu dari serangkaian pembunuhan serupa.
Jepang juga memiliki hukum kepemilikan senjata yang sangat ketat. Peraturan pembatasan kepemilikan senjata tidak mengizinkan warga negara memiliki pistol. Sementara itu, pemburu berlisensi hanya boleh memiliki senapan.
Di Jepang, pemilik senjata harus menghadiri kelas, lulus tes tertulis, dan menjalani evaluasi kesehatan mental, serta pemeriksaan latar belakang.
Penembakan, ketika terjadi, biasanya melibatkan gangster yakuza yang menggunakan senjata ilegal.
Pada 2021, ada sebanyak 10 insiden penembakan di Jepang. 8 diantaranya melibatkan gangster. Menurut data polisi, sebanyak 1 orang tewas dan 4 luka-luka.
Jepang sebelumnya pernah menjadi saksi pembunuhan massal, namun biasanya insiden tersebut tidak melibatkan senjata tembak.
ADVERTISEMENT
Pada 2016, sebanyak 19 penghuni fasilitas untuk orang cacat mental dibunuh di tempat tidur mereka oleh penyerang yang menggunakan pisau. Sementara pada 2019, 34 orang tewas dalam serangan pembakaran di sebuah studio animasi.
Penulis: Airin Sukono.