Jokowi dan Iriana dalam sidang tahunan MPR/DPR

Revisi UU KPK Sah, Mission Accomplished Jokowi dan DPR

17 September 2019 13:49 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Jokowi di Sidang Tahunan MPR, Kamis (16/8). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi di Sidang Tahunan MPR, Kamis (16/8). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
"Terima kasih kepada DPR dan anggota DPR atas dedikasi dan kerja keras sehingga bisa selesai RUU ini."
ADVERTISEMENT
Ucapan ini dilontarkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly usai revisi UU KPK resmi disahkan menjadi undang-undang. Mewakili Presiden Jokowi, Yasonna menyampaikan pidato dalam rapat paripurna pengesahan revisi UU KPK.
Penutup pidato Yasonna ini seakan menggambarkan akhir manis setelah pemerintah dan DPR kompak bekerja keras memperjuangkan revisi UU KPK. Mengabaikan suara publik hingga tak melibatkan KPK dalam pembahasan, Jokowi dan DPR mengebut pengesahan hanya melalui tiga kali rapat.
Revisi KPK menjadi mission accomplished pemerintahan Jokowi dan DPR setelah dibahas sejak 2015 namun selalu gagal. Wacana revisi UU KPK di pemerintahan Jokowi muncul kali pertama pada 2015. Draf ini langsung masuk Prolegnas prioritas dan dibahas di level Baleg. Poin-poin yang menjadi pembahasan antara lain soal penyadapan, rekrutmen penyelidik dan menyidik serta pembatasan kasus korupsi oleh KPK.
ADVERTISEMENT
Namun, usulan revisi ditolak setelah Jokowi dan pimpinan DPR menggelar rapat konsultasi. Saat itu, pemerintah menilai belum ada urgensi merevisi UU KPK.
Di tahun 2016, revisi UU KPK kembali muncul. Saat itu, poin yang dibahas yaitu kewenangan KPK untuk menerbitkan SP3, kewenangan penyadapan, penyidik independen dan badan pengawas KPK. Demokrat, Gerindra, dan PKS menjadi yang terdepan menyuarakan penolakan.
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (ketiga kiri) usai menghadiri sidang Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Revisi lagi-lagi tertunda setelah Jokowi dan DPR melakukan rapat konsultasi. Alasannya, setelah mendengar masukan publik yang mayoritas menolak.
Di tahun 2019, wacana merevisi UU KPK muncul jelang akhir masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019. Senyap namun cepat, pembahasan revisi UU KPK bisa dihitung hanya terjadi dua pekan. Dua kali rapat konsultasi kemudian langsung disahkan di rapat paripurna. Misi yang sudah lama tertunda akhirnya tercapai.
ADVERTISEMENT
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Atgas mengatakan, tak aneh jika revisi ini akhirnya disahkan. Sebab, proses pembahasan sudah berlangsung lama.
"Pembahasan revisi UU KPK sudah berlangsung lama. Bahwa dulu pernah ditunda karena momentumnya belum begitu bagus," ujar Supratman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/9).
Selain itu, Supratman menyebut waktu dua tahun sudah cukup untuk menyerap aspirasi publik. Kemudian, revisi UU KPK tak pernah dikeluarkan dari Prolegnas 5 tahunan. "Yang penting Baleg sudah selesai diambil keputusan, pro dan kontra itu biasa," ujarnya.
Kembali ke pidato Yasonna saat pengesahan paripurna, pemerintah menilai revisi mendesak dilakukan agar pencegahan korupsi bisa dilakukan secara efektif.
"Perlu pembaharuan hukum agar penindakan dan pencegahan korupsi bisa dilakukan secara efektif dan terpadu. Penguatan dimaksudkan agar kegiatan KPK dalam menjalankan tugas makin baik dan komprehensif," ujar Yasonna.
ADVERTISEMENT
Dalam pidato di paripurna, Yasonna kembali menekankan 4 poin yang menjadi penekanan pemerintah dalam revisi UU KPK. Pertama, KPK merupakan lembaga negara dalam rumpun eksekutif yang bersifat independen. Kedua, KPK berwenang melakukan penyidikan perkara korupsi yang tak selesai paling lama dua tahun. Kemudian, penghentian perkara harus dilaporkan ke Dewan Pengawas.
"Ketiga, penyadapan. Penyadapan dilaksanakan setelah dapat izin tertulis dari Dewan Pengawas yang diminta secara tertulis. Dalam hal pimpinan KPK mendapat izin tertulis dari Dewan Pengawas, penyadapan dilakukan paling lama 6 bulan dan bisa diperpanjang satu kali," jelas Yasonna.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly (kedua kiri) dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo (kiri) menyerahkan daftar inventaris masalah (DIM) ke Badan Legislasi DPR, Jakarta, Kamis (12/9). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Poin terakhir adalah status kepegawaian KPK. Yasonna menjelaskan pegawai KPK adalah anggota korps ASN sesuai aturan Undang-undang. Sehingga tata cara pengangkatan sesuai ketentuan UU.
ADVERTISEMENT
Setelah Yasonna mengakhiri pidatonya, pimpinan sidang paripurna Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menanyakan kepada seluruh fraksi apakah menyetujui revisi UU KPK. Semuanya kompak menjawab:
"Setuju."
Mission accomplished. Revisi UU KPK sah.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten