Ridwan Kamil Minta Kemendikbud Koreksi Penggunaan Kata 'Klaster' di Sekolah

25 September 2021 14:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ridwan Kamil saat berkunjung ke DPP PPP.  Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ridwan Kamil saat berkunjung ke DPP PPP. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Gubernur Jabar Ridwan Kamil atau akrab disapa Emil menilai penggunaan kata klaster sekolah dalam data yang dirilis oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) kurang tepat. Diketahui, dalam rilis data itu disebutkan ditemukan adanya 149 klaster sekolah di Jabar selama Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
ADVERTISEMENT
Emil menilai penggunaan kata klaster lebih tepatnya digunakan bila terjadi penyebaran di satu titik. Adapun pelajar atau tenaga pengajar itu belum tentu terinfeksi di sekolah. Bisa saja, sambung dia, mereka tak terinfeksi di sekolah melainkan di tempat lain.
"Saya sampaikan itu ada definisi yang harus diluruskan, jadi sebenarnya bukan klaster hanya ada laporan anak sekolah guru yang terkena Covid belum tentu di sekolah, jadi definisi klaster itu kalau menyebar di satu titik, ini kan enggak," kata dia di Kota Bandung, Sabtu (25/9).
"Jadi bisa sedang di rumahnya, bisa si guru itu sedang di mana, tapi karena profesinya guru dan si anaknya masuk kategori anak sekolah maka itu ada definisi klaster. Saya kira itu kurang tepat ya," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Maka dari itu, Emil meminta Kemendikbud Ristek untuk mengoreksi penggunaan kata klaster. Dia pun menilai jika memang benar ada klaster di sekolah, mestinya Satgas lebih dahulu menerima informasi dibanding pemerintah pusat.
"Jadi itu data dia pernah Covid kemudian dia ikut PTM dan dihitung sebagai klaster, nah itu yang kami minta Kemendikbud untuk meluruskan," ucap dia.
Sebelumnya, Emil pun mengatakan, data yang dirilis oleh Kemendikbud Ristek itu belum valid. Dinas Pendidikan Jabar sudah mengecek perihal data itu ke pemerintah pusat tapi belum menerima penjelasan. Dengan begitu, data yang dirilis belum dapat dijadikan rujukan.