Rocky Gerung soal Kasus Novel: Mata Keadilan Disiram Air Keras oleh Kekuasaan

20 Juni 2020 23:31 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rocky Gerung saat diwawancara di kantor kumparan. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rocky Gerung saat diwawancara di kantor kumparan. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
ADVERTISEMENT
Akademisi Rocky Gerung mengungkapkan alasan pembentukan gerakan New KPK (Kawanan Pencari Keadilan) bersama eks Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu hingga Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun.
ADVERTISEMENT
Gerakan tersebut dibentuk saat Rocky bersama Said dan Refly berkunjung ke rumah penyidik senior KPK, Novel Baswedan, pada Minggu (14/6).
Rocky menyatakan, pembentukan New KPK tak lepas dari kekecewaan tuntutan 1 tahun terhadap 2 penyerang Novel yang merupakan polisi aktif, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis. Ia menilai tuntutan ringan tersebut sebagai serangan air keras terhadap mata keadilan.
"Kalau dituntut jaksa itu penyiram mata Novel, tapi mata keadilan disiram dengan air keras oleh kimia kekuasaan," ujar Rocky saat berbincang dengan Ustaz Abdul Somad (UAS) di kanal YouTube, Ustaz Abdul Somad Official, pada Sabtu (20/6) malam.
Novel Baswedan di depan rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Menurut Rocky, mata publik hendak dibutakan dengan tuntutan tersebut. Sehingga untuk melawannya terbentuklah New KPK. Ia yakin dengan gerakan New KPK, kekuasaan yang mencoba menyiram mata publik dengan air keras tak akan mempan.
ADVERTISEMENT
"Yang dipertontonkan kemarin tuntutan jaksa itu air keras baru yang menyiram mata keadilan. Kita mau dibuat buta 2 kali, Novel buta secara fisik, kita mau dibikin buta sehingga tidak bsa menatap keadilan," ucapnya.
"Jadi new KPK dalam upaya perlihatkan sekalipun buzzer dan kekuasaan bersekutu (melawan) mata dewi keadilan, kita tahu mata dewi keadilan sudah ditutup, tapi masih disiram, tapi itu enggak berhasil. Karena mata dewi keadilan mata kita, mata batin kita, jadi pasti kekuasaan akan kelabakan karena sorot mata publik jauh lebih tajam daripada air keras yang disiramkan," sambungnya.
Rocky Gerung saat diwawancara di kantor kumparan. Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Mendengar pernyataan tersebut, UAS bertanya mengapa saat ini masyarakat seperti tak bereaksi dengan adanya ketidakadilan tersebut. Menurut Rocky, masyarakat bukan tidak bereaksi, melainkan masih menunggu momen untuk menumpahkan kekecewaan.
ADVERTISEMENT
"Mengapa orang tidak bereaksi, apakah karena sudah capek? tanya UAS.
"Saya kira reaksi tidak bisa diperlihatkan sekarang, tapi saya tahu seluruh WA emak-emak pagi-pagi sudah bicara Novel, seluruh WA webinar tertutup di antara kalangan praktisi hukum juga bicara Novel, seluruh grup jurnalis kritis bicara Novel. Kita akan lihat mungkin 1 minggu ke depan pasti koran yang kritis atau majalah kritis jadikan itu cover story," jawab Rocky.
Rocky mewanti-wanti pemerintah jangan menganggap enteng situasi di mana belum ada reaksi yang besar terhadap kasus Novel. Ia meminta Presiden Jokowi masuk ke group WhatsApp untuk melihat kekecewaan dan situasi yang sebenarnya.
"Akumulasi reaksi itu kalau meledak enggak bisa ditahan. Arogansi kekuasaan itu bahaya, pemerintah tidak peka terhadap analisis non-mainstream. Presiden kalau pintar dia masuk saja ke WA emak-emak, dia pasti tahu keadaan sebenarnya, dia bisa pakai nama samaran nyelundup ke WA group pengajar hukum tata negara atau pidana kalau pinter. Supaya presiden dapat info yang betul sehangat dia inginkan, bukan info yang diedit jubir, intelijen, KSP," ucapnya.
ADVERTISEMENT
"Saran Anda apa? blusukan ke grup WA emak-emak?" tanya UAS.
"Betul, gorong-gorong paling berguna sekarang WA emak-emak," kata Rocky.
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.