Romy: Ada Komisioner KPK 2015-2019 Minta Rekomendasi PPP

13 Januari 2020 19:19 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy, menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (27/11). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy, menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (27/11). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Eks Ketua Umum PPP, Muchammad Romahurmuziy atau Romy, menyebut ada seorang komisioner KPK periode 2015-2019 yang meminta dukungan partainya. Permintaan dukungan dilakukan agar menduduki jabatan pimpinan KPK pada tahun 2015 lalu.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Romy dalam nota pembelaannya sebagai terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Romy merupakan terdakwa kasus dugaan suap terkait pengisian jabatan tinggi di Kementerian Agama.
"Perlu saya sampaikan ada komisioner KPK masa bakti 2015-2019 yang untuk dukungannya, yang ia minta dari PPP tahun 2015 di DPR. Dia datang ke rumah saya dan meminta dibantu direkomendasikan ke beberapa pimpinan partai politik lainnya," ujar Romy saat membacakan pleidoi pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/1).
Pimpinan KPK periode 2015-2019 terdiri dari Agus Rahardjo sebagai ketua. Kemudian empat wakil ketua KPK yaitu Alexander Marwata, Basaria Panjaitan, Saut Situmorang, dan Laode M Syarif. Namun, Romy tak menyebut siapa eks komisioner KPK yang meminta rekomendasi dari PPP.
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Hal itu dibeberkan Romy terkait pasal trading in influence atau jual beli pengaruh di Pasal 11 Undang-Undang KPK yang disangkakan KPK kepadanya. Oleh jaksa KPK, ia dinilai memanfaatkan jabatannya selaku Ketua Umum PPP dengan memuluskan sejumlah proses seleksi pengisian jabatan tinggi di Kemenag.
ADVERTISEMENT
Tak hanya satu, Romy pun membeberkan adanya calon komisioner KPK lainnya yang disebutnya melakukan trading in influence. Calon komisioner KPK tahun 2019 itu, kata Romy, meminta jaminan jabatan di internal PPP dengan iming-iming jabatannya sebagai orang penting di KPK.
"Begitu pun ada komisioner KPK yang untuk dukungan PPP terhadapnya tahun 2019, melalui keponakannya yang menurut tanda pengenal yang ditunjukkannya kepada saya adalah staf khususnya di KPK. Dia diutus pamannya meminta posisi sebagai Pengurus Harian DPP yang atas musyawarah bersama kolega saya di partai kemudian dikabulkan," ungkap Romahurmuziy.
"Tentu dengan sejumlah janji oleh sang keponakan ini. Meski pun akhirnya komisioner itu tidak terpilih karena gugur sebelum masuk ke DPR," sambungnya.
Pimpinan KPK periode 2019-2024 yang terpilih adalah Komjen Firli Bahuri sebagai ketua. Lalu empat wakil ketua yaitu Lili Pintauli Siregar, Alexander Marwata, Nurul Gufron, dan Nawawi Pomolango. Romy dalam hal ini juga tak menyebut siapa calon pimpinan KPK yang melakukan trading in influence, namun tak terpilih.
Sidang pembacaan pledoi M Romahurmuziy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/1/2020). Foto: Aprilandika Hendra Pratam
Ia pun memandang penerapan pasal trading in influence tersebut ke depan akan merusak tatanan penegakan hukum di Indonesia. Sebab, penerapan pasal tersebut berdampak sumirnya hukum akibat adanya kepentingan pihak tertentu.
ADVERTISEMENT
"Kalau pasal ini dimaterialisir, dikhawatirkan banyak tuduhan karet yang akan dimaterialisir yang tentu membahayakan stabilitas penegakan hukum di Indonesia. Apalagi kalau penegakan hukum dikooptasi kelompok-kelompok kepentingan, agenda kelompok berbaju penegakan hukum lah yang akan dijalankan," kata Romy.
Dalam perkaranya, Romahurmuziy dituntut hukuman 4 tahun penjara denda Rp 250 juta dan subsider 5 bulan kurungan. Ia dinilai terbukti menerima suap dari mantan Kepala Kantor Wilayah Kemenag Jawa Timur, Haris Hasanudin dan dari mantan Kepala Kantor Kemenag Gresik, Muhammad Muafaq Wirahadi.
Jaksa penuntut umum KPK menduga Romy telah menerima total suap senilai Rp 416,4 juta. Suap itu terkait jual beli jabatan di Kementerian Agama.
Perbuatan Romy dianggap melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
ADVERTISEMENT