Rusia Caplok 4 Wilayah Ukraina Lewat Referendum, Zelensky Tolak Negosiasi

28 September 2022 9:46 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berbicara dalam sebuah pidato, di Kiev, Ukraina, Minggu (3/4/2022). Foto: Layanan Pers/Handout Kepresidenan Ukraina via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky berbicara dalam sebuah pidato, di Kiev, Ukraina, Minggu (3/4/2022). Foto: Layanan Pers/Handout Kepresidenan Ukraina via REUTERS
ADVERTISEMENT
Separatis pro-Rusia menyelesaikan referendum pencaplokan empat wilayah pendudukan Ukraina pada Selasa (27/9). Kiev lantas tidak menilik potensi negosiasi damai lagi dengan Moskow.
ADVERTISEMENT
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengungkapkan sikapnya saat menyampaikan pidato secara virtual pada pertemuan Dewan Keamanan PBB. Dia meyakini adanya pemaksaan dalam referendum.
Zelensky mengatakan, masyarakat dipaksa mengikuti pemungutan suara dengan todongan senapan. Menurutnya, Rusia telah menyiapkan hasil dari referendum tersebut terlebih dahulu.
"Pengakuan Rusia terhadap referendum semu sebagai 'normal', implementasi dari apa yang disebut sebagai skenario Krimea, dan upaya lain untuk mencaplok wilayah Ukraina berarti tidak ada yang perlu dibicarakan dengan presiden Rusia saat ini," tegas Zelensky, dikutip dari AFP, Rabu (28/9).
"Di depan mata seluruh dunia, Rusia melakukan sandiwara secara gamblang yang disebut 'referendum' di wilayah pendudukan Ukraina," lanjut dia.
Penduduk setempat memberikan suaranya ke dalam kotak suara pada hari ketiga referendum tentang bergabungnya Republik Rakyat Donetsk ke Rusia, di Mariupol, Ukraina, Minggu (25/9/2022). Foto: Alexander Ermochenko/REUTERS
Dalam pertemuan itu, PBB menegaskan komitmennya terhadap integritas teritorial Ukraina. Amerika Serikat (AS) juga berniat mengajukan resolusi mendesak agar para anggota tidak mengakui perubahan status Ukraina, serta menuntut penarikan pasukan Rusia.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, Dewan Keamanan PBB tidak mungkin mencapai konsensus dalam merespons referendum di wilayah Ukraina. Sebab, Rusia memiliki hak veto dalam badan tersebut.
"Referendum dilakukan secara eksklusif dengan transparan, dengan menjunjung tinggi semua norma pemilihan," jelas Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia.
Separatis pro-Rusia mengeklaim kemenangan dalam pemungutan suara pada Selasa (27/9). Referendum untuk bergabung dengan Rusia berlangsung di wilayah timur Donbass—yang terdiri dari Donetsk dan Luhansk—serta wilayah selatan, Kherson dan Zaporizhzhia.
Seorang penduduk lokal menerima surat suara dan akan memberikan suaranya, pada hari ketiga referendum tentang bergabungnya Republik Rakyat Donetsk ke Rusia, di Mariupol, Ukraina, Minggu (25/9/2022). Foto: Alexander Ermochenko/REUTERS
Hingga 93,11 persen pemilik suara di Zaporizhzhia memilih untuk bergabung dengan Rusia. Begitu pula bagi lebih dari 87,05 persen pemilih di Kherson dan 98,42 persen pemilih di Luhansk. Donetsk bahkan mendapati 99,23 persen dukungan suara.
"Kami semua menginginkan ini sejak sangat lama," ungkap pemimpin separatis di Donetsk, Denis Pushilin.
ADVERTISEMENT
"Kami bersatu kembali dengan tanah air kami yang hebat, dengan Rusia yang hebat," sambungnya.
Keempat wilayah tersebut membentuk jalur darat penting yang menghubungkan Rusia dengan Semenanjung Krimea. Kremlin telah menganeksasi Semenanjung Krimea pula sejak 2014. Namun, wilayah itu hanya terhubung ke daratannya melalui jembatan.
Pemungutan suara tersebut turut mengantarkan implikasi hukum. Pasalnya, Rusia dapat menggunakan segala persenjataan yang tersedia untuk melindungi wilayahnya, termasuk senjata nuklir.
"Menyelamatkan orang-orang di wilayah tempat referendum ini berlangsung adalah fokus perhatian seluruh masyarakat dan seluruh negara kami," terang Presiden Rusia, Vladimir Putin.