RUU KUHP Masuk Prioritas 2020, ICJR Ingatkan Dibahas Ulang

6 Desember 2019 11:34 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kiri) menyerahkan tanggapan pemerintah kepada Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin (kanan) Komisi III DPR tentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kiri) menyerahkan tanggapan pemerintah kepada Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin (kanan) Komisi III DPR tentang Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
DPR bersama pemerintah (Kemenkumham) telah menetapkan 247 Rancangan Undang-Undang (RUU) masuk program legislasi nasional (Prolegnas) 2019-2020. Dari 247 RUU tersebut, 50 di antaranya merupakan prioritas tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Dari 50 RUU prioritas tahun 2020, ada 4 RUU yang merupakan carry over dari DPR periode sebelumnya. Yaitu 3 RUU dari pemerintah: RUU tentang Bea Materai, RUU tentang KUHP (RUU KUHP) dan RUU tentang Pemasyarakatan, serta satu RUU dari DPR yaitu Revisi UU tentang Pertambangan Minerba.
Terkait RUU KUHP, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengingatkan agar DPR dan Kemenkumham mematuhi perintah Presiden untuk membuka kembali pembahasan dengan melibatkan berbagai elemen publik, seperti akademisi dan ahli dari seluruh bidang ilmu yang terkait, seperti kesejahteraan sosial, ekonomi, kesehatan masyarakat, serta masyarakat sipil.
"ICJR juga meminta agar pemerintah membentuk Komite Ahli yang diperluas keanggotaannya yang mencerminkan berbagai bidang dan kajian ilmu untuk melanjutkan pembahasan RKUHP," tutur Direktur Eksekutif ICJR, Anggara, dalam rilisnya, Jumat (6/12).
ADVERTISEMENT
Selain itu, ICJR minta pembahasan RUU KUHP jangan hanya dibatasi pada 14 pasal yang diklaim bermasalah saja oleh pemerintah. ICJR merinci setidaknya ada 24 isu dari banyak pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP.
"Bahkan isu mendasar seperti masalah pengaturan hukum yang hidup dalam masyarakat yang merupakan penyimpangan asas legalitas dan kriminalisasi, tidak jelas sama sekali tidak pernah dibahas oleh Menteri Hukum dan HAM," terangnya.
Meski begitu, ICJR menyesalkan DPR dan Pemerintah tidak memasukkan RUU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU Perubahan UU ITE) dalam RUU prioritas prolegnas 2020.
"RKUHAP sangat penting untuk untuk mendorong terselenggaranya sistem peradilan pidana yang akuntabel, terbuka, integratif, dan menjamin pemenuhan hak tersangka, terdakwa, saksi, dan korban kejahatan sehingga tercipta keseimbangan perlindungan antar kepentingan, yakni kepentingan negara, kepentingan masyarakat, maupun kepentingan individu termasuk kepentingan pelaku tindak pidana dan korban kejahatan," bebernya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan Revisi UU ITE penting karena meskipun UU ITE telah direvisi pada tahun 2016, namun perubahan ini belum dapat memberikan perlindungan kebebasan berpendapat di ranah internet.
"UU ITE merupakan produk legislasi yang memiliki rumusan tindak pidana yang sangat 'lentur' dan meluas, sehingga menyebabkan penggunaan pasal-pasal di dalamnya menjadi tidak presisi dan bahkan eksesif oleh aparat penegak hukum," kata Anggar.
"Selain itu, revisi UU ITE 2016 juga belum mampu menyelesaikan masalah ketentuan yang tumpang tindih dengan KUHP (dalam ketentuan terkait kesopanan, pencemaran nama baik, perlindungan konsumen, kejahatan terhadap ketertiban umum, dan pemerasan dan ancaman) dan masalah kepastian hukum terkait pencemaran nama baik," pungkasnya.
Sebelumnya, Menkumham Yasonna Laoly menyebut ada 14 isu di RUU KUHP yang akan dibicarakan ulang sebelum disahkan. Namun, dia tidak tegas apakah isu itu dibahas ulang atau sekadar disosialisasikan ke masyarakat tanpa perubahan.
ADVERTISEMENT
Sementara Komisi III menganggap tidak perlu ada yang dibahas ulang karena sudah diputuskan di tingkat I. Sehingga kini tinggal keputusan tingkat paripurna.