RUU KUHP Siap Diketok, DPR Harus Ajak Masyarakat Kaji Lagi

17 November 2019 17:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Demo mahasiswa di depan Gedung DPR. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Demo mahasiswa di depan Gedung DPR. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan legislasi (Baleg) DPR memastikan pembahasan Revisi UU KUHP dilanjutkan di periode 2019-2024 dan masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas). RUU kontroversial bahkan ditargetkan diketok bulan Desember.
ADVERTISEMENT
Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyambut baik rencana RKUHP masuk Prolegnas lagi. Menurutnya, keputusan tersebut sesuai ketentuan 'carry over' dalam Pasal 71 A UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Disahkan prolegnasnya, ya, jadi bukan KUHP-nya. Prolegnas akan diselesaikan sebelum 17 Desember 2019. Kalau kami, sih, mendukung. Jadi dengan itu pada masa sidang berikutnya mereka bisa menilai, membahas RKUHP," ujar Bivitri dalam diskusi RKUHP di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (17/11).
Kendati begitu, Bivitri meminta agar pembahasan RKUHP tidak hanya disosialisasikan, tapi juga aktif melibatkan partisipasi masyarakat.
Bivitri Susanti. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Jadi waktu pembahasan cukup untuk partisipasi, bukan sosialisasi, mohon garisbawahi betul. Sosialisasi itu barangnya sudah jadi, kalau partisipasi itu mengundang teman-teman untuk memberi masukan, ditulis, baru jadi. Jadi sangat-sangat berbeda," kata Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Jentera ini.
ADVERTISEMENT
Bivitri melanjutkan, selain partisipatif, proses pembentukan UU juga harus transparan. Menurutnya, harus ada kejelasan siapa saja pemangku kepentingan yang harus dilibatkan dan cara membahasnya dalam konteks partisipasi dan transparansi.
"Bukan hanya ahli, tetapi memang pemangku kepentingan, utamanya kelompok masyarakat yang terkena dampak pasal-pasal tertentu. Mengapa? Karena dalam pembahasan undang-undang, dampak pasal-pasal itu tidak bisa diukur hanya dengan membaca teks," terangnya.
Sejumlah mahasiswa terlibat kericuhan saat berunjuk rasa di depan kompleks Parlemen di Jakarta, Selasa (24/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Ia memaklumi jika ada masyarakat awam yang tidak mengerti bahasa-bahasa atau teks dalam naskah RKHUP. Karena itu, kata Bivitri, itu menjadi tugas pemerintah untuk memberi pemahaman pada masyarakat.
"Kalau masyarakat belum paham, tugas pemerintah untuk membuat masyarakat paham. Kalau bahasanya terlalu sulit, bahasa hukum kan gitu ya, silakan. Kan sudah banyak ahli komunikasi, bisa dibuat infografis atau apapun yang bikin masyarakat mengerti supaya mereka bisa berpartisipasi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Pengesahan RKUHP ditunda saat rapat paripurna, Selasa (24/9) lalu. Padahal sudah disahkan di tingkat komisi. Penundaan tersebut merupakan buntut aksi demo yang digelar mahasiswa di sejumlah lokasi, termasuk di depan Gedung DPR RI yang menolak sejumlah pasal kontroversial dalam RKHUP.