RUU Minol Berpotensi Lahirkan Black Market di Kawasan Wisata seperti Bali

13 November 2020 17:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi minuman alkohol Foto: Unsplash/ Ben Yang
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi minuman alkohol Foto: Unsplash/ Ben Yang
ADVERTISEMENT
Wacana larangan minuman alkohol (minol) yang tertuang dalam RUU Minol dapat memberi dampak buruk bagi daerah wisata seperti Bali. Aturan ini dinilai justru berpotensi melahirkan transaksi jual beli ilegal atau pasar gelap alias black market minol.
ADVERTISEMENT
Menurut Ketua Asosiasi Distributor Minuman Beralkohol (ADMA) Golongan A Bali, Frendy Karmana, black market tercipta karena warga sulit mengakses minol.
"Menurut saya kalau dilarang justru akan banyak black market. Pasar gelap. Alkohol tidak akan bisa hilang," kata dia dalam perbincangan, Jumat (13/11).
"Kita belajar dari Jawa Barat (Jabar). Jabar dengan provinsi perda paling banyak di Indoensia. Akhirnya orang akan mencoba meracik sendiri dan ini berbahaya dan menyebabkan orang meninggal itu karena minol di Jabar, metanol dicampur dan segala macam. Kalau produk pabrikan sudah ada quality control. Tidak ada orang meninggal karena bir Bintang. Kalau enggak dioplos, ya," sambung Frendy.
Selain itu, RUU ini juga akan sangat memukul usaha minol di Pulau Dewata, terutama golongan A. 70 persen pedagang minol golongan A (bir) di Bali adalah pengecer.
ADVERTISEMENT
Rata-rata kebutuhan konsumsi minol golongan A di Bali mencapai 100 ribu krat per bulan dengan omzet sekitar Rp 40 miliar.
70 persen di antaranya dikonsumsi oleh wisatawan domestik dan asing. Sisanya, untuk kebutuhan lokal seperti kumpul bersama dan merayakan upacara keagamaan.
Jika aturan ini diterapkan, Frandy memprediksi kerugian pengusaha minol hingga di atas 50 persen.
"Itu juga menyulitkan kita (aturan jenis usaha yang bisa menjual minol di antaranya adalah restoran, bar dan toko khusus penjual minol) sedangkan wisatawan ada di mana-mana kan tidak mungkin beli di restoran atau toko khusus minuman. Dan kalau minum di hotel atau restoran kan mahal," kata dia.
Frandy berharap pemerintah lebih menekankan edukasi, mengatur batasan umur konsumsi daripada melarang untuk tidak mengkonsumsi minuman alkohol.
ADVERTISEMENT
"Kita punya tanggung jawab masing-masing terhadap diri kita. Ada agama dan lain sebagainya, silakan. Intinya kita tetap bertanggung jawab pada diri kita sendiri," imbuh dia.