Saat Anwar Usman Cerita Pernah Nyanyi Lagu 'Pamit' di Sidang soal Hak Cipta
7 Agustus 2025 19:40 WIB
·
waktu baca 6 menit
Saat Anwar Usman Cerita Pernah Nyanyi Lagu 'Pamit' di Sidang soal Hak Cipta
Adanya polemik soal pembayaran royalti lewat UU Hak Cipta, Anwar Usman merasa ragu untuk menyanyikan lagi lagu tersebut di depan umum. Misal, saat di kafe atau acara-acara tertentu.kumparanNEWS

ADVERTISEMENT
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, menceritakan banyak orang yang meneteskan air mata saat dirinya menyanyikan lagu berjudul 'Pamit' dari Broery Marantika.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Anwar Usman dalam sidang lanjutan gugatan uji materi UU Hak Cipta, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (7/8).
Anwar menyebut, menyanyi merupakan cara bagi seseorang untuk menghibur orang lain. Meskipun, kadang lagu juga membuat sebagian orang bersedih.
"Saya pernah menyampaikan bahwa itu walaupun ini mungkin jauh lah perbedaannya, menyanyi itu menghibur orang, ya, kan. Membuat orang bahagia, walaupun kadang-kadang orang juga bikin sedih dengan sebuah lagu," kata Anwar Usman dalam persidangan, Kamis (7/8).
"Dan saya pernah katakan, ketika saya menyanyikan lagu 'Pamit', itu banyak yang meneteskan air mata," ungkapnya.
Anwar Usman juga menyinggung terkait konsekuensi menyanyikan sebuah lagu saat berkunjung ke restoran yang menampilkan live music.
Sebagai salah satu penikmat seni, Anwar mengaku masih belum mengetahui secara detail ihwal regulasi yang ada di dalam UU Hak Cipta. Khususnya, terkait pembayaran royalti saat menyanyikan sebuah lagu.
ADVERTISEMENT
"Maksud saya, kalau misalnya saya nyanyi di sebuah restoran. Tadi juga, kan, Prof menyampaikan, kebetulan lagi makan seorang diri, masa harus bayar, apa namanya itu, kewajiban itu. Nah, apakah itu masuk bagian yang harus dibayar royalti?" ucap Anwar.
Hal serupa juga sempat disinggung Anwar Usman dalam sidang gugatan uji materi UU Hak Cipta, pada Selasa (22/7) lalu. Saat itu, sidang tersebut menghadirkan dua orang musisi, Sammy Simorangkir dan Lesti Kejora.
Dalam kesempatan itu, Anwar Usman mengaku ragu untuk menyanyikan lagu di sebuah acara imbas adanya polemik pembayaran royalti yang kini tengah dipermasalahkan.
"Saya penggemar hampir semua lagu, lagu pop, lagu dangdut. Kalau lagu pop itu lagu Broery, yang salah satu lagu yang paling terkenal dan itu menjadi lagu wajib saya kalau ada acara dan saya dipanggil nyanyi," tutur Anwar Usman, dalam persidangan, di Gedung MK, Jakarta, Selasa (22/7) lalu.
ADVERTISEMENT
"Cuma sejak ada kasus seperti ini, saya jadi ragu juga. Padahal, kan, membahagiakan orang, pahala sebenarnya," imbuh dia.
Adapun gugatan uji materi UU Hak Cipta tersebut dilayangkan oleh para musisi termasuk di antaranya yakni Bernadya, Nadin Amizah, Raisa Andriana, Tubagus Arman Maulana atau dikenal Armand Maulana, hingga Nazril Irham atau akrab disapa Ariel.
Dalam permohonannya, mereka mengajukan pengujian materi Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Para penyanyi dan pencipta musik ini menyadari adanya isu hukum yang menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi merugikan hak konstitusionalnya dalam norma yang diuji tersebut.
ADVERTISEMENT
Pasal 9 ayat (3) berbunyi, "Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan."
Kemudian, Pasal 23 ayat (5) berbunyi, “Setiap Orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif."
Berikutnya, Pasal 81 berbunyi, "Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait dapat melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (21)."
Pasal 87 ayat (1) berbunyi, "Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial."
ADVERTISEMENT
Pasal 113 ayat (2) berbunyi, "Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)."
Para Pemohon menjelaskan bahwa permohonan ini berangkat dari beberapa kasus yang menimpa sejumlah musisi.
Misalnya yang dialami Agnes Monica atau lebih dikenal Agnezmo. Agnezmo digugat dan dilaporkan pidana oleh Ari Bias, pencipta dari lagu “Bilang Saja”. Sebab, Agnezmo dianggap tidak meminta izin secara langsung dan tidak membayar royalti langsung kepada Ari Bias.
ADVERTISEMENT
Musisi lainnya yang terkena permasalahan yang serupa ialah grup musik The Groove, Sammy Simorangkir, dan Once Mekel yang harus meminta izin secara langsung dan membayar royalti yang tidak berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Para Pemohon menjelaskan, seperti halnya dengan penggunaan hak-hak ekonomi lainnya oleh orang lain dengan seizin pencipta, dalam penggunaan hak ekonomi pertunjukannya (performing rights), pencipta tetap berhak untuk mendapatkan imbalan yang wajar berupa royalti.
Meski penggunaan hak ekonomi pertunjukan tersebut dinilai seharusnya dapat dilakukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta. Royalti tersebut harus dibayarkan oleh pengguna melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Konsisten dengan ketentuan di mana royalti untuk menggunakan hak ekonomi pertunjukan (performing rights) dibayarkan melalui mekanisme LMK.
ADVERTISEMENT
Konsekuensi dari keanggotaan dalam LMK adalah beralihnya wewenang pengelolaan hak ekonomi kepada LMK yang melekat pada lembaga tersebut. Karena itu, dalam setiap tindakan hukum terkait pengelolaan, maupun penegakan hak ekonomi atas karya cipta, pencipta sudah memberikan izin digunakan ciptaannya dalam suatu pertunjukan (performing) pada saat pencipta tersebut menjadi seorang anggota LMK.
Menurut para Pemohon, sistem blanket license yang diterapkan di Indonesia sangat masuk akal. Sebab, untuk memaksimalkan nilai ekonomi, sangat tidak mungkin bagi pencipta untuk mengawasi semua pertunjukan musik yang diadakan di Indonesia.
Apalagi untuk menagih royalti performing rights satu persatu dari penggunaan yang mungkin terjadi ratusan hingga ribuan kali di waktu yang bersamaan di seluruh dunia. Dengan diterapkannya sistem blanket license tersebut, para Pemohon menilai tata kelola penghimpunan dan pendistribusian royalti dapat dilaksanakan secara berkeadilan dan berkepastian hukum.
ADVERTISEMENT
Apalagi untuk menagih royalti performing rights satu persatu dari penggunaan yang mungkin terjadi ratusan hingga ribuan kali di waktu yang bersamaan di seluruh dunia. Dengan diterapkannya sistem blanket license tersebut, para Pemohon menilai tata kelola penghimpunan dan pendistribusian royalti dapat dilaksanakan secara berkeadilan dan berkepastian hukum.
Namun, pada realitanya, para Pemohon menyebut bahwa apa yang diamanatkan dalam UU Hak Cipta belum dapat terwujud karena masih banyak timbul polemik dan gejolak. Khususnya terkait sistem perizinan dan royalti sebagai akibat dari inkonsistensi dalam pelaksanaan undang-undang dan/atau kekeliruan dalam penafsirannya.
