Pemeriksaan Djoko Tjandra

Saat Buron, Djoko Tjandra Siapkan Rp 10 M bagi yang Bisa Bantu Masuk Indonesia

2 November 2020 16:44 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra berjalan seusai menjalani pemeriksaan, di gedung Bundar Kompleks Gedung Kejakasaan Agung, Jakarta, Senin (31/8). Foto: Adam Bariq/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra berjalan seusai menjalani pemeriksaan, di gedung Bundar Kompleks Gedung Kejakasaan Agung, Jakarta, Senin (31/8). Foto: Adam Bariq/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Djoko Tjandra sudah mempersiapkan sejumlah uang untuk mengupayakan pencabutan red notice terhadap namanya di Interpol. Hal ini dilakukan agar si Joker bisa kembali masuk ke Indonesia, setelah sebelumnya terganjal status di red notice dan DPO Kejaksaan Agung.
ADVERTISEMENT
Dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, terungkap uang yang disiapkan Djoko Tjandra tak tanggung-tanggung, mencapai Rp 10 miliar.
Mulanya, Djoko Tjandra menghubungi rekannya yang juga pengusaha Tommy Sumardi. Ia menyampaikan keinginannya bisa masuk ke Indonesia untuk mengurus upaya Peninjauan Kembali (PK) atas kasusnya, namun terhalang red notice dan status DPO.
Djoko Tjandra pun bersedia menggelontorkan uang untuk pengurusan tersebut.
"Agar niat Terdakwa Joko Soegiarto Tjandra dapat masuk ke Indonesia, maka Terdakwa bersedia memberikan uang sebesar 10 miliar rupiah melalui Tommy Sumardi untuk diberikan kepada pihak-pihak yang turut mengurus kepentingan Terdakwa masuk ke Indonesia terutama kepada pejabat di NCB INTERPOL Indonesia pada Divisi Hubungan Internasional Polri," kata Jaksa, Senin (2/11).
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Brigjen Pol Prasetijo Utomo menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11). Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto
Selanjutnya, Tommy mengubungi kenalannya di Polri yakni Brigjen Prasetijo Utomo. Oleh Prasetijo, dia kemudian dikenalkan dengan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri, Irjen Napoleon Bonaparte.
ADVERTISEMENT
Dalam prosesnya, Tommy bertemu dengan Napoleon pada 16 April 2020. Tommy kemudian menyampaikan perihal keinginan pencabutan status red notice Djoko Tjandra. Napoleon pun menyatakan bisa membantu, dengan syarat sejumlah imbalan.
"Red Notice Joko Soegiarto Tjandra bisa dibuka, karena Lyon yang buka, bukan saya. Saya bisa buka, asal ada uangnya," kata Napoleon seperti yang dibacakan jaksa dalam dakwaan.
"Kemudian Tommy Sumardi menanyakan berapa (nominal uangnya) dan oleh Inspektur Jenderal Polisi Drs. Napoleon Bonaparte dijawab '3 lah ji (3 miliar)'. Setelah itu Tommy Sumardi meninggalkan ruangan Kadiv Hubinter," ungkap jaksa.
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Joko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte (tengah) berbincang dengan kuasa hukumnya dalam sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11). Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto
Djoko Tjandra kemudian memberikan uang kepada Tommy sebesar USD 100 ribu pada 27 April. Tommy berencana memberikan uang itu kepada Napoleon. Namun di perjalanan, uang itu dipotong Brigjen Prasetijo sebesar USD 50 ribu.
ADVERTISEMENT
Sisa uang USD 50 ribu kemudian diserahkan kepada Irjen Napoleon Bonaparte. Namun saat itu, Irjen Napoleon menolak karena tidak sesuai nominal yang diminta.
"Ini apaan nih segini, ga mau saya. Naik ji jadi 7 (tujuh) ji soalnya kan buat depan juga bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau dan berkata 'petinggi kita ini'," kata Napoleon dalam dakwaan sebagaimana dibacakan jaksa.
Uang sisa itu tak jadi diberikan. Namun belakangan, ada setidaknya 4 kali pemberian kepada Irjen Napoleon Bonaparte. Total uang yang diserahkan Tommy ialah USD 270 ribu dan SGD 200 ribu, atau sekitar Rp 6,1 miliar.
Sementara untuk Prasetijo, Tommy memberikan USD 150 ribu atau sekitar Rp 2,2 miliar.
ADVERTISEMENT
Hasil dari suap itu, Irjen Napoleon Bonaparte menyuruh anak buahnya menerbitkan surat yang ditujukan ke Ditjen Imigrasi. Salah satunya surat Divisi Hubungan Internasional Polri Nomor : B/1036/V/2020/NCB-Div HI tanggal 05 Mei 2020, perihal Penyampaian Penghapusan Interpol Red Notice, yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham RI Up. Dirwasdakim.
Surat penghapusan red notice Djoko Tjandra yang beredar. Foto: Istimewa
Surat tersebut ditandatangani atas nama Kadiv Hubinter Polri Sekretaris NCB Interpol Indonesia oleh Brigjen Pol. Nugroho Slamet Wibowo. Isi surat tersebut pada pokoknya menginformasikan bahwa Interpol Red Notice atas nama Djoko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak tahun 2014.
Menanggapi surat itu, Ditjen Imigrasi merespons dengan penghapusan DPO Djoko Tjandra per 13 Mei 2020. Djoko Tjandra pun bisa keluar masuk Indonesia selepas itu.
ADVERTISEMENT
"Melakukan penghapusan status DPO atas nama Joko Soegiarto Tjandra dari sistem ECS pada SIMKIM Ditjen Imigrasi dan digunakan oleh Terdakwa untuk masuk wilayah Indonesia dan mengajukan Peninjauan Kembali pada bulan Juni 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," kata jaksa.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten