Saat Kemenag Resmikan Program Penceramah Bersertifikat Meski Menuai Penolakan

19 September 2020 8:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Zainut Tauhid memberi keterangan kepada press. Foto: Kevin S. Kurnianto
zoom-in-whitePerbesar
Zainut Tauhid memberi keterangan kepada press. Foto: Kevin S. Kurnianto
ADVERTISEMENT
Kementerian Agama (Kemenag) tetap meluncurkan Program Penguatan Kompetensi Penceramah Agama alias penceramah bersertifikat, dengan segudang penolakan di belakangnya. Bagaimana tidak, sebelum diluncurkan saja, penolakan terang-terangan disampaikan MUI hingga Muhammadiyah atas program itu.
ADVERTISEMENT
“Bismillahirrahmanirrahim, dengan niat baik memberikan penguatan dan pembinaan, kami launching Program Penguatan Kompetensi Penceramah Agama,” terang Wamenag Zainut Tauhid Sa’adi, dalam launching di Jakarta, Jumat (18/9).
Menjawab keraguan sejumlah pihak akan program ini, Zainut kembali menegaskan bahwa program ini bukanlah sertifikasi agama, tapi lebih ke pembinaan teknis dalam rangka penguatan kompetensi penceramah agama.
Menurut Zainut, program ini juga tidak hanya dilaksanakan oleh Ditjen Bimas Islam, tapi juga Ditjen Bimas Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha, serta Pusat Pembinaan dan Pendidikan (Pusbindik) Khonghucu.
“Ini bukan sertifikasi. Tidak ada paksaan untuk mengikuti program ini. Sifatnya sukarela. Karenanya, yang tidak ikut Bimtek juga tidak terhalang haknya untuk terus berdakwah,” terang Wamenag.
“Kemenag akan menjalin kerja sama dengan majelis serta lembaga atau ormas keagamaan,” sambungnya.
Dirjen Pendidikan Islam Kemenag, Kamaruddin Amin di Kantor Wapres. Foto: Kevin S. Kurnianto/kumparan
Khusus penceramah agama Islam, Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin menambahkan bahwa tahun ini pihaknya akan memberikan penguatan kompetensi kepada 8.200 penceramah agama. Jumlah ini terdiri dari 200 penceramah peserta bimtek Kemenag pusat dan 8.000 penceramah peserta bimtek yang dilakukan Kemenag Provinsi.
ADVERTISEMENT
Bimtek angkatan pertama di pusat rencananya akan dilakukan pada akhir September 2020. Proses bimtek berlangsung kurang lebih tiga hari,” tuturnya.
Sementara, kepada para penceramah, sambung Zainut, nantinya akan dibekali sejumlah materi. Materi pertama yang diberikan terkait aspek metodologi ceramah karena perubahan zaman begitu cepat sehingga perlu ada adaptasi dengan teknologi.
"Kedua soal aspek penguatan moderasi agama. Ketiga, penguatan nilai-nilai wawasan kebangsaan. Diharapkan penceramah bisa memiliki pemahaman yang luas dalam melaksanakan tugas-tugasnya," beber Zainut.
Program ini diluncurkan, kata Zainut, selain menjawab tuntutan zaman mengenai kualitas seorang penceramah, program itu dimaksudkan juga agar penceramah memiliki kredibilitas untuk menyiarkan agama kepada masyarakat.
"Kegiatan ini bertujuan meningkatkan kompetensi para penceramah agama sehingga dapat memenuhi tuntutan zaman dan meneguhkan perannya di tengah modernitas. Tak bisa dipungkiri bahwa ada banyak perubahan zaman yang harus kita jawab dengan perspektif yang moderat," tuturnya.
Ilustrasi mimbar masjid. Foto: Shutter Stock
Lewat program ini, Zainut berharap penceramah agama dapat siap menghadapi kemungkinan perubahan dunia yang datang tanpa diprediksi. Menurutnya, penceramah agama harus responsif terhadap apa yang terjadi di dunia agar Indonesia dapat merumuskan respons terbaik untuk tetap menjadi bangsa yang harmoni dalam keberagaman.
ADVERTISEMENT
"Pembangunan bidang agama kini menemukan momentumnya untuk terus berkembang. Ada kebijakan pemerintah yang telah mendorong partisipasi publik dalam pembangunan, termasuk di dalamnya pembangunan bidang agama," jelasnya.
Kemenag Bantah Programnya Dinilai Radikal
Zainut menolak bahwa program penguatan kompetensi penceramah itu dikaitkan dengan paham radikal. Menurut pemahamannya, radikal merupakan sikap yang menyatakan anti kemanusiaan hingga anti Pancasila.
"Radikal yang kami pahami adalah ketika dia menistakan nilai-nilai kemanusiaan, misalnya melakukan teror, ajakan perusakan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, bom bunuh diri misalnya, ini masuk kategori radikal," kata Zainut.
"Selanjutnya adalah paham yang mengingkari kesepakatan nasional. Dia enggak mengakui nilai-nilai yang sudah dibangun Indonesia, yaitu Pancasila, UUD 1945, Kebhinekaan, dan NKRI," lanjutnya.
Selain itu, terkait kekhawatiran program itu akan menjadikan penceramah sebagai pro pemerintah, Zainut meminta masyarakat tak perlu khawatir. Sebab dalam pelaksanaannya, program itu akan melibatkan sejumlah ormas dan lembaga agama.
ADVERTISEMENT
"Apakah perlu lembaga independen saya kira enggak perlu karena selain Kemenag juga ada ormas-ormas keagamaan. Kami dalam pelaksanaan program ini akan mengikutsertakan ormas atau lembaga keagamaan, mungkin bentuknya bisa dengan pendampingan program," ujarnya.
Zainut Tauhid Foto: Fadjar Hadi/kumparan
Zainut menjelaskan, program tersebut merupakan bentuk pelayanan pemerintah untuk masyarakat. Ia mengatakan, pemerintah ingin memberikan pelayanan yang terbaik dengan hadirnya penceramah dengan kualifikasi terbaik.
"Ini bukan hanya tanggung jawab masyarakat tapi juga pemerintah. Dalam hal ini Kemenag juga punya tanggung jawab agar masyarakat mendapatkan pelayanan kehidupan keagamaan yang baik, yang bisa memberikan pencerahan kepada masyarakat dan memberikan edukasi kepada masyarakat," kata Zainut.
Program ini sebelumnya juga sempat menuai reaksi keras dari berbagai fraksi di Komisi VIII DPR. Di antaranya PKS dan PAN yang menganggap program itu tak perlu dan dikhawatirkan akan menimbulkan adanya gesekan antar pemuka agama.
ADVERTISEMENT
***
Saksikan video menarik di bawah ini.