Satgas COVID-19 DPR Jawab Kritik Pengusaha Jamu RI Soal Obat Herbal dari China

28 April 2020 19:40 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi jamu tradisional. Foto: ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi jamu tradisional. Foto: ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra
ADVERTISEMENT
Gabungan pengusaha Jamu (GP Jamu) mengkritik langkah Satgas Lawan COVID-19 DPR yang membagikan obat herbal ke RS rujukan corona. Obat Herbavid 19 itu diklaim bisa menambah daya tahan tubuh untuk pasien COVID-19.
ADVERTISEMENT
Obat herbal tersebut dikritik lantaran ditengarai ada yang diimpor dari China. Anggota Satgas Lawan COVID-19 DPR, Habiburokhman, memberikan penjelasan.
"Tidak benar jika obat herbal disebut impor dari China. Herbavid 19 adalah obat herbal yang juga dibuat industri lokal, dibuat di Indonesia dan diproduksi oleh orang Indonesia," kata Habiburokhman kepada wartawan, Selasa (28/4).
"Bahan obatnya ada 11 jenis, yang 8 jenis ada di Indonesia dan 3 [bahan] impor dari China, karena memang tidak ada di Indonesia, 3 bahan obat tersebut harus digunakan," sambungnya.
Habiburokhman menyebut, meramu obat herbal untuk pasien corona harus mengacu pada publikasi jurnal ilmiah internasional. Namun, dia tak merinci jurnal ilmiah uang dimaksud.
"Meramu obat herbal itu kan harus ada dasar ilmiahnya," katanya.
Anggota DPR Komisi III Habiburokhman. Foto: Mirsan Simamora/kumparan
Anggota Komisi III DPR itu meluruskan tidak ada bahan baku di dalam Herbavid 19 yang dilarang pemerintah Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Jika ada, silakan sebut bahan obat apa yang dilarang. Saat ini sedang berproses izin edar di Badan POM. Namun sudah konsultasi dan tidak ada bahan baku yang dilarang," kata Habiburokhman.
Jurbirsus Partai Gerindra itu juga Satgas Lawan COVID-19 DPR tak menggunakan anggaran negara, namun dari aksi sosial anggota DPR. Obat tersebut juga tidak diperjualbelikan.
"Kami membagikan jamu herbal Herbavid 19 kepada sejumlah Rumah Sakit secara gratis alias tidak diperjualbelikan. Biaya produksi jamu tersebut bukan anggaran negara karena Satgas Lawan COVID-19 memang bentuk charity atau aksi kemanusiaan anggota DPR," kata dia.
Sebelumnya, saat rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi VI DPR, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu), Dwi Ranny Pertiwi, mengatakan, obat herbal dari China itu dilakukan tanpa ada komunikasi baik dengan industrinya hingga BPOM.
ADVERTISEMENT
"Kami ditanya BPOM terkait jamu ini juga para dokter di RS rujukan, karena semua bingung dengan produk jamu yang dibagikan dan diklaim oleh Satgas DPR untuk pasien COVID-19," kata Ranny, Senin (27/4).
Di kesempatan yang sama, Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI), Inggrid Tania, menjelaskan, jamu lokal memang belum memiliki kesempatan untuk masuk di RS rujukan, sebab belum melalui uji klinis untuk penyembuhan COVID-19.
Hal itu sebetulnya juga terjadi pada jamu-jamu dari China yang diimpor. Hanya saja, obat herbal China mendapat publikasi yang lebih masif dibandingkan jamu industri lokal.
"Sebenarnya kalau jamu Indonesia, juga punya jamu kaya gini, tapi kenapa pakai jamu dengan China? Sebenarnya para pasien memberikan obat macam-macam dari konvensional dan jamu ini. Kita enggak tau ini yang menyembuhkan yang mana," kata Inggrid.
ADVERTISEMENT
---
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk! bantu donasi atasi dampak corona