Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
“Di hari wisuda saya masih bisa tersenyum dan bercanda. Enggak akan ada orang yang bisa melihat bahwa saat itu saya sedang merencanakan untuk bunuh diri,” kata Endri, penyintas bunuh diri kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Kala itu Endri mengalami depresi karena masalah pribadi dan keluarga, dia lalu memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Namun berkat dukungan dari keluarga dan sahabat, Endri berhasil bangkit, dan sekarang dia rajin memberikan motivasi untuk mereka yang tak memiliki semangat hidup.
Kisah Endri hanya sebagian kecil dari para penyintas bunuh diri. Beruntung, Endri bisa bertahan dan bangkit. Namun di luar sana, banyak nyawa hilang karena tidak adanya dukungan dari lingkungan sekitar dan orang-orang terdekat.
Keinginan bunuh diri tidak datang tiba-tiba. Perilaku bunuh diri merupakan tindakan paling ekstrem yang dipicu oleh banyak faktor. Gisela dari Yayasan Pulih, organisasi yang bergerak dalam bidang penanganan trauma dan psikososial, menuturkan perilaku tersebut sangat berhubungan dengan pemikiran-pemikiran yang menganggap diri sendiri tidak berguna.
ADVERTISEMENT
Pemikiran dan perilaku seseorang sebelum bunuh diri biasanya dapat dikenali. Namun sayangnya masih banyak orang-orang di sekitar penyintas yang belum sadar dan mengabaikan tanda-tanda itu.
Berdasarkan data WHO, setidaknya 800 ribu orang di seluruh dunia melakukan bunuh diri setiap tahun. Bunuh diri menjadi salah satu faktor penyebab kematian tertinggi, khususnya usia muda 15-29 tahun. Sebanyak 75 persen bunuh diri terjadi di negara dengan penduduk berpendapatan rendah-menengah.
Di Indonesia sendiri, selama tahun 2016 tercatat ada 1.800 kasus kematian karena bunuh diri. Artinya dalam sehari sebanyak 5 nyawa hilang karena bunuh diri. Data tersebut disampaikan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Kemenkes RI.
Ironisnya, kelompok usia remaja dalam rentang usia 15 sampai 19 tahun merupakan salah satu kelompok usia yang paling dominan yang tercatat dalam kasus kematian bunuh diri dengan persentase 2,9 persen selama tahun 2016.
ADVERTISEMENT
Kasus bunuh diri yang terus meningkat membuat pemerintah memberikan perhatian khusus. Kemenkes pernah membuka call center untuk layanan konsultasi bagi pengidap depresi melalui nomor 500-454, namun pada tahun 2014 ditutup dengan alasan dinilai tak efektif karena sepi peminat.
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Edo S Jaya, berpendapat layanan seperti ini harusnya tetap ada karena sangat dibutuhkan bagi orang yang memiliki masalah kesehatan mental seperti depresi, masalah sosial, emosi, tekanan lingkungan, atau rasa dikucilkan dan kesendirian.
“Di luar negeri itu hotline itu ada, di Indonesia pernah ada tapi tidak ada kelanjutan programnya,” ujar Edo.
Edo mencontohkan beberapa negara di luar negeri, seperti Jepang dan Amerika, bahkan punya layanan untuk memfasilitasi diskusi dengan mereka yang ingin bunuh diri sebagai bagian terapi.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, saat ini Kemenkes tetap memiliki layanan call center meski bukan khusus bunuh diri tetapi call center krisis psikologi bisa dimanfaatkan bagi mereka yang ingin menyampaikan keluh kesahnya, melalui nomor call center 1500567 (halo kemenkes). Nantinya mereka yang butuh konsultasi akan diarahkan pada pelayanan program di Puskesmas dan Rumah Sakit terdekat.
“Call center lah yang kemudian kita bagi tugas. Kalau dia mencoba untuk mengeksplorasi bunuh diri tinggal menghubungi ke mana, yang kita arahkan ke Puskesmas. Tidak mungkin tidak ada Puskesmas di wilayah terdekat. Programnya jadi bergeser ke sana,” ujar Fidiansjah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan dan Napza, Kemenkes.
Benny Prawira, pendiri Into The Light, Komunitas yang bertujuan untuk melakukan advokasi, kajian, dan edukasi pencegahan bunuh diri, mengatakan orang-orang harus lebih peka terhadap kondisi orang terdekat mereka. Sadari gejala yang tak biasa, misalnya tiba-tiba meminta maaf, menyampaikan keinginan bunuh diri hingga mengucapkan perpisahan.
ADVERTISEMENT
“Kayak gitu kita harus lebih aware. Kita tanyain kenapa ya kamu kok belakangan ini berubah, kamu belakangan ini lebih murung kok kamu statusnya lebih gelap. Tunjukan kita peka, kita melihat ada perubahan itu. Karena dengan demikian dia tahu bahwa ada orang yang perhatiin,” katanya.
Pendampingan Psikologi
Selain perhatian dari orang terdekat, pembatasan akses dinilai efektif mencegah dan mempersulit seseorang melakukan bunuh diri. Pembatasan akses ini misalnya dengan memperketat regulasi soal obat-obatan dan zat kimia yang bisa digunakan untuk bunuh diri. Bisa juga dengan membuat desain gedung-gedung fasilitas publik yang dirancang khusus untuk membatasi ruang gerak seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
"Misalnya jembatan pastikan ada pegangan tinggi agar orang tidak bisa loncat, di apartemen pastikan balkoninya cukup tinggi sehingga orang enggak gampang naik ke pagar balkoninya dan loncat," ujar Edo kepada kumparan, Selasa (19/3).
Jika melihat pengalaman negara lain, seperti Korea Selatan dan India, langkah ini terbukti ampuh menekan angka kasus bunuh diri. Namun tak berhenti di pembatasan akses, faktor utama yang menyebabkan seseorang melakukan bunuh diri bisa dari faktor sosial, psikologis, budaya, pendidikan, ekonomi, keluarga dan hal lainnya.
ADVERTISEMENT
Berangkat faktor-faktor tersebut pemerintah tengah berupaya melakukan program pendampingan yang bersifat preventif yang menyasar pada wanita dan kaum remaja khususnya pada faktor sosial dan pendidikan.
Bagi kaum wanita, pendampingan itu sendiri dilakukan dengan nama pendekatan siklus hidup, yakni pendampingan psikologis di mulai dari menikah, mengandung, melahirkan hingga masa tua. Pendampingan siklus hidup yang dimaksud di sini seperti edukasi tentang reproduksi dan kesehatan yang terkait dengan penyaluran seksualitas agar betul-betul terarah sehingga ketika memperoleh sebuah masalah, bunuh diri bukan lagi jalan menyelesaikannya.
Kini, bimbingan dan pendampingan siklus hidup tersebut bahkan bisa di dapatkan di layanan Puskesmas dan sudah masuk dalam kebijakan nasional. Sementara itu, untuk kalangan remaja, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan dan Napza Kemenkes Fidiansjah, meyakini penguatan peran lembaga institusi pendidikan lewat guru Bimbingan Konseling (BK) hingga orang tua menjadi tempat curhat anak akan mampu menjadi solusi alternatif.
ADVERTISEMENT
“Guru BK kita perkuat. Jadikan dia tempat curhat, jadikan dia tempat untuk bisa menyampaikan keluh kesah terhadap apa yang kemudian dirasakan sehingga sekolah itu bukan hanya mendapatkan ilmu dari suatu kurikulum yang berbasis pada kebutuhan pendidikan tetapi juga kebutuhan emosional,” katanya.
Anda bisa mencari bantuan jika mengetahui ada sahabat atau kerabat, termasuk diri anda sendiri, yang memiliki kecenderungan bunuh diri.
Informasi terkait depresi dan isu kesehatan mental bisa diperoleh dengan menghubungi dokter kesehatan jiwa di Puskesmas dan Rumah Sakit terdekat, atau mengontak sejumlah komunitas untuk mendapat pendampingan LSM Jangan Bunuh Diri via email [email protected] dan saluran telepon (021) 9696 9293, dan Yayasan Pulih di (021) 78842580.
ADVERTISEMENT