Selain Kamboja, Ini Negara Asia Tenggara Rawan Modus Loker Perusahaan Bodong

1 Agustus 2022 19:30 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Perdagangan manusia. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perdagangan manusia. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Migrant Care mengabarkan pada Senin (1/8/2022), pihaknya baru-baru ini menerima rentetan laporan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dari korban penipuan sindikat lowongan kerja (loker) palsu di berbagai negara selain Kamboja.
ADVERTISEMENT
Berbagai pihak mengungkapkan amarah atas kabar penipuan dan penyiksaan hingga sekitar 62 Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Kamboja. Para korban saat masih di Indonesia ditawari iming-iming bekerja di perusahaan investasi dengan gaji hingga belasan juta rupiah.
Tapi, setiba di Kamboja, mereka dipekerjakan sebagai penipu bangsa sendiri. Korban loker palsu itu juga diperjualbelikan. Mereka menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Parahnya, sindikat perdagangan manusia tak hanya berasal dari negara Kamboja.
"Sejak April 2022, Migrant Care menerima banyak sekali laporan kasus korban TPPO modus investasi bodong di beberapa negara, tidak hanya di Kamboja, tetapi juga di Filipina, Thailand dan negara-negara lain," terang Ketua Kajian Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah, saat konferensi pers daring pada Senin (1/8/2022).
Ilustrasi perdagangan manusia. Foto: Shutterstock
Organisasi sipil itu kemudian menyinggung Laporan Perdagangan Manusia (TIP). Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) merilis penemuan tersebut pada 19 Juli 2022.
ADVERTISEMENT
Laporan tahunan itu mengevaluasi risiko perdagangan manusia di 188 negara di dunia. AS menempatkan negara-negara itu ke dalam salah satu dari empat kategori peringkat terbaik hingga terburuk.
Kategori tersebut meliputi Negara Tingkat 1, Negara Tingkat 2, Negara Daftar Pantauan Tingkat 2, dan Negara Tingkat 3. Negara-negara dalam daftar hitam atau Tingkat 3 tunduk kepada sanksi AS.
Pada 2021, Indonesia menempati Negara Tingkat 2. Namun, peringkat itu lengser menjadi Daftar Pantauan Tingkat 2 karena tidak adanya kemajuan pada 2022.
Sementara itu, AS kini memasukkan Malaysia ke dalam daftar hitam. Daftar hitam terbaru juga menambahkan Vietnam, Kamboja, Brunei, Makau, Sint Maarten, dan Belarusia. Migrant Care meyakini, TIP tersebut mencerminkan kenyataan di lapangan.
ADVERTISEMENT
"Saya kira memang benar adanya karena memang lima tahun terakhir kita agak kedodoran, compang-camping baik dalam pencegahan. penanganan, maupun penegakan hukum kasus-kasus tadi," ujar Anis.
Indonesia ke dalam Daftar Pantauan Tingkat 2 dalam Laporan Perdagangan Manusia (TIP) dari Kemlu AS. Foto: Laporan Kemlu AS
Sekretariat Migrant Care, Wahyu Susilo, turut menggarisbawahi posisi negara-negara ASEAN dalam TIP.
Ironisnya, Kamboja tengah memegang presidensi ASEAN pada 2022. Wahyu menegaskan, forum internasional itu sebaiknya segera mengurai permasalahan tersebut bersama seluruh anggotanya.
Terlebih, ASEAN tengah mengadakan pertemuan tingkat menteri ke-55 di Phnom Penh. ASEAN Ministerial Meeting (AMM) berlangsung pada 30 Juli-6 Agustus 2022.
"Ini harus jadi call bersama dari negara-negara yang ada di kawasan ASEAN, bukan hanya di Indonesia, tetapi juga dari Filipina dan beberapa negara," tegas Wahyu.
Disadur dari dokumenter Al Jazeera, maraknya sindikat semacam itu berakar dari perusahaan China yang bergandengan tangan pejabat pemerintahan Kamboja. Alhasil, Kamboja kerap menutup mata dari kejahatan yang melanda.
ADVERTISEMENT
"Kasus ini memang butuh keseriusan yang sangat dalam dan saya kira ASEAN menjadi salah satu channel untuk penyelesaian ini secara politik," imbuh Wahyu.
55 WNI yang disekap di Sihanoukville, Kamboja, berhasil diselamatkan (30/7). Foto: KBRI Phnom Penh
Migrant Care menjelaskan, para korban pertama kali menemukan lowongan kerja secara offline maupun online.
Secara daring, mereka mendapati loker dari media sosial seperti Facebook. Agen-agen terkait juga mendekati para korban melalui komunitas-komunitas langsung.
Para sindikat menjanjikan upah tinggi bagi calon korban. Iklan-iklan loker semacam itu marak tersebar di media sosial.
Migrant Care nyaris tidak mendapati narasi pembanding dari pemerintah. Pihaknya menekankan, pemerintah bahkan tak dapat memaksimalkan penggunaan media sosial untuk memberikan edukasi dan peringatan.
"Banyak sekali di Facebook iklan-iklan seperti ini, cyber crime, dan nyaris tidak ada counter dari pemerintah, baik itu BP2MI, Kemenaker, dan lain-lain di media sosial terkait dengan lowongan-lowongan seperti ini," kata Anis.
ADVERTISEMENT
"Kementerian Desa, Kemendagri, saya kira nanti ke depan bisa bekerja sama dengan Kemenaker dan BP2MI untuk mendorong lebih banyak lagi desa-desa yang punya program-program untuk perlindungan pekerja migran," pungkasnya.