Semua tentang Virus Corona D614G, Disebut Menular 10 Kali Lebih Cepat

1 September 2020 13:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi virus corona. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi virus corona. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Kewaspadaan terhadap penyebaran virus corona kini harus ditingkatkan. Ada laporan menyebutkan, mutasi virus corona menjadi D614G, yang disebut-sebut bisa menular 10 kali lebih cepat dari corona biasa, sudah masuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal itu pertama diungkapkan oleh ahli biomolekuler Unair dr Ni Nyoman Tri Puspaningsih.
Namun, sudahkah Anda tahu soal seluk beluk terkait mutasi corona ini? Mari kita bahas secara mendalam.
Apa, sih, bedanya D614G dengan Sars-Cov-2?
Mutasi D614G terletak di dalam protein yang membentuk spike virus yang fungsinya untuk menembus masuk ke dalam sel tubuh manusia. Mutasi ini mengubah asam amino pada posisi 614, dari D (asam aspartat) menjadi G (glisin) sehingga jadi, D-614-G.
Menurut beberapa peneliti, mutasi memberikan virus corona semacam keunggulan biologis yang memungkinkan penyebarannya lebih mudah.
Ilustrasi virus corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
Kapan dan di mana pertama kali mutasi virus corona ditemukan?
Mutasi D614G pertama kali terdeteksi di Eropa pada Februari 2020, dan sejak itu menjadi varian SARS-CoV-2 yang paling dominan ditemukan pada sampel usap di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Sebelum D614G, apakah wujud SARS-Cov-2 penyebab penyakit COVID-19 hanya satu jenis?
Jawabannya tidak.
Dalam risetnya, para ilmuwan menggunakan data genom virus corona yang diperoleh dari seluruh dunia antara 24 Desember 2019 hingga 4 Maret 2020. Hasilnya, ditemukan tiga “varian” berbeda dari COVID-19 yang kini menyebar di seluruh dunia. Peneliti kemudian melabeli tiga “varian” tersebut sebagai tipe ‘A’, ‘B’, dan ‘C’.
COVID-19 tipe ‘A’ adalah jenis virus SARS-CoV-2 yang memiliki kesamaan dengan virus corona yang lazim ditemukan pada kelelawar dan trenggiling di Wuhan. Meski begitu, virus tipe ‘A’ ini tidak mendominasi sebagian besar kasus COVID-19 di kota tersebut.
Mutasi tipe ‘A’ banyak ditemukan pada orang Amerika Serikat yang pernah tinggal di Wuhan. Ia juga banyak ditemukan pada pasien COVID-19 di Amerika Serikat dan Australia yang telah mencatat lebih dari 400 ribu kasus.
Petugas kesehatan di Stasiun Hankou, Wuhan memantau penumpang yang berada di kawasan stasiun. Foto: AP Photo/ Ng Han Guan
Sedangkan untuk virus corona tipe ‘B’ banyak ditemukan pada pasien COVID-19 yang tinggal di Asia Timur dan Wuhan, China. Virus tipe ‘B’ ini tidak banyak melakukan perjalanan ke luar wilayah dan tak bermutasi lebih lanjut. Ini artinya, virus ‘B’ lebih terkonsentrasi di satu wilayah. Adapun tipe ‘B’ berasal dari salah satu mutasi virus corona tipe ‘A’, menurut para peneliti.
ADVERTISEMENT
Sementara tipe ‘C’ yang merupakan garis keturunan dari ‘B’ banyak ditemukan pada pasien COVID-19 di Eropa, seperti Prancis, Swedia, Italia, dan Inggris. Kasus virus corona tipe ‘C’ juga ditemukan di beberapa wilayah Asia, macam Singapura, Hong Kong, dan Korea Selatan.
Lalu, pertanyaan pentingnya, apa benar mutasi menjadi D614G membuat virus corona menjadi lebih berbahaya?
Soal ini para ilmuwan memili pandangan yang berbeda-beda. Mari kita bedah satu per satu.
Dr. Bette Korber, seorang ahli biologi komputasi dan ahli genetika populasi mengatakan, bahwa varian D614G sekarang tampak dominan di mana-mana, termasuk di China. Situasi ini menunjukkan bahwa bahaya dari D614G adalah kemampuannya yang mungkin lebih mudah menyebar di antara manusia daripada virus versi aslinya.
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
Dua studi yang diterbitkan di jurnal Cell, pertama oleh Dr. Korber dan riset kedua oleh WHO Collaborating Center di China, memberikan hasil bahwa D614G, strain dominan SARS-CoV-2 tampaknya 10 kali lipat lebih menular daripada Wuhan-1 yang asli.
ADVERTISEMENT
Cell juga menerbitkan ulasan penelitian yang dilakukan oleh Dr Nathan D. Grubaugh, asisten profesor epidemiologi penyakit mikroba di Yale School of Public Health, pada Juli 2020 lalu. Menurutnya, kedua riset tadi belum ada bukti yang menguatkan adanya peningkatan penularan virus.
Tim peneliti dari University College London (UCL) di Inggris membantah studi tersebut. Mereka menyebut bahwa D614G tidak terkait dengan penyebaran COVID-19.
Mereka menemukan, ada 6.822 mutasi virus corona jenis baru di seluruh dunia, termasuk 273 mutasi yang telah terjadi berulang kali. Peneliti hanya fokus pada 31 jenis mutasi yang setidaknya pernah terjadi 10 kali selama pandemi COVID-19.
Dengan membuat pohon evolusi dari mutasi dominan ini, peneliti ingin melihat apakah keturunan mereka akan lebih mengungguli versi virus yang tidak memiliki mutasi yang sama.
ADVERTISEMENT
Peneliti tidak menemukan bukti bahwa mutasi yang umum bisa meningkatkan kemampuan virus untuk menyebar.
Ilustrasi virus corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
Ahli Indonesia juga punya pandangan soal D614G
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menanggapi temuan mutasi virus corona D6114G memiliki penularan 10 kali lebih cepat. Kepala Lembaga Eijkman, Amin Soebandrio, menegaskan belum ada bukti ilmiah D614G menyebar cepat.
"Dan saat ini 70 persen dari isolat yang dilaporkan mengandung mutasi tersebut. Itu memang dicurigai menjadi latar belakang penyebaran yang cepat, karena dari laboratorium diinformasikan dia menginfeksi lebih cepat. Tapi belum terbukti secara ilmiah dari satu orang menyebarkan ke banyak orang. Jadi belum terbukti sahih," ujar Amin dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR, Senin (31/8).
ADVERTISEMENT
Amin juga menegaskan belum ada bukti keberadaan mutasi D614G menyebabkan infeksi lebih berbahaya. Namun, ia mengakui jumlah virus yang ditemukan di dalam tenggorokan pasien akan menjadi lebih tinggi.
Sudah mulai memahami? Mari kita beranjak ke pembahasan selanjutnya.
Ali Mochtar Ngabalin (kiri), Amin Soebandrio (kanan), Alamsyah Saragih (tengah) saat diskusi tentang conora di Upnormal Coffee, Jakarta, Minggu (8/3). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Apa benar D614G sudah ditemukan di Indonesia?
Seperti yang dijelaskan di bagian pembuka, penemuan D614G pertama dibeberkan oleh ahli biomolekuler Unair dr Ni Nyoman Tri Puspaningsih.
"Indonesia, kalau lihat di Jatim dan barat Jawa (termasuk Jakarta), Indonesia masih sangat terbatas datanya. Masih 21 virus yang sudah disubmit. Dan mutasinya ditemukan sekitar 8 datanya di Indonesia, di Jabar dan Jatim, dan ditemukan juga di Surabaya mutasi ini," urai Nyoman.
Unair sendiri sudah submit 6 karakter virus. Dua di antaranya termasuk D164G.
ADVERTISEMENT
"Unair sudah submit 6 karakter virus, dua di antaranya karakternya terkait dengan virus di Eropa, dan keduanya termasuk D164G. Tapi menariknya salah satu nomor virus ini menarik, karena enggak cuma ada mutasi D164G (di Surabaya)," tuturnya.
Eijkman menambahkan penjelasan Unair
Kepala Eijkman Amin Soebandrio memaparkan lebih detail terkait daerah mana saja yang sudah ditemukan mutasi corona D164G.
"Terkait mutasi virus corona, pertama dapat dilaporkan dari 22 whole genome sequencing yang sudah di-submit seluruh institusi di Indonesia dari Surabaya, Bandung, Yogya, LIPI, dan Eijkman, ternyata ada 8 yang mengandung mutasi D614G dengan distribusinya di bulan Mei itu dilaporkan Unair," kata Amin dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Senin (31/8).
"Kemudian yang 7 adalah belakangan dari Tangerang, Yogya, Bandung, dan Jakarta," sambungnya.
Ilustrasi virus corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
Saat ini, para peneliti masih terus menguatkan proses pengurutan genom dari virus asli Indonesia. Selain demi vaksin, ini juga akan berdampak ke penemuan D614G secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
"Saat ini temen-temen yang sudah men-submit sedang berupaya keras mendapatkan whole genome baru untuk mengetahui seberapa luas distribusinya di Indonesia," tutur da.
Meski masih ada perdebatan terkait bahaya mutasi ini, bagaimana respons Pemda yang daerahnya ditemukan mutasi ini?
Pemda DI Yogyakarta dan Jawa Barat sama-sama sepakat untuk mewaspadai mutasi ini. Mereka kompak meminta seluruh pihak, utamanya masyarakat untuk terus mematuhi protokol kesehatan.
Apa saja? Ya memakai masker, cuci tangan yang rajin, dan tentu saja jaga jarak.
Dengan begini, tentu penularan bisa diminimalisir. Apalagi, sampai saat ini vaksin belum ditemukan.
Nah tapi, apakah mutasi virus corona memengaruhi penelitian vaksin?
Meskipun mutasi D614G terjadi pada protein spike virus, itu tidak mengubah domain pengikat reseptor (receptor-binding domain/RBD) yang ada di ujung protein spike. RBD mengikat reseptor ACE2 pada sel manusia; itu juga merupakan target utama dari sistem kekebalan. Intinya, mutasi D614G mengubah protein spike, tetapi bukan bagian imunogenik RBD yang kritis.
ADVERTISEMENT
Studi WHO di China juga menunjukkan, varian G614 tetap rentan terhadap netralisasi oleh antibodi yang diisolasi dari pasien yang terinfeksi. Selain itu, mengingat sebagian besar SARS-CoV-2 yang beredar di seluruh dunia saat ini adalah varian D614G, satu vaksin kemungkinan dapat bekerja dengan optimal.
Vaksin buatan Sinovac Biotech, China, bernama CoronaVac. Foto: Sinovac
Amin Soebandrio pun menegaskan penelitian tersebut. Ia menyebut mutasi virus corona ini tidak akan mengganggu pengembangan vaksin.
"Mutasi itu terjadi pada spike-nya, tapi tidak mengganggu bagian spike [yang] menempel pada reservoir manusia. Jadi vaksin juga tidak terganggu mutasi tersebut," kata Amin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR, Senin (31/8).
Saat ini, Indonesia tengah mengembangkan vaksin Merah Putih buatan Eijkman yang diperkirakan rampung pertengahan 2021. Sementara vaksin lainnya, Sinovac buatan China, akan diproduksi Bio Farma pada awal 2021.
ADVERTISEMENT
Sudah memahami betul soal mutasi virus corona D614G?