Serikat Buruh: Tak Cukup Menunda Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja

2 Mei 2020 14:00 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Buruh melakukan aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (13/1).
 Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Buruh melakukan aksi unjuk rasa tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (13/1). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Rencana aksi buruh pada 30 April 2020 batal digelar setelah Presiden Joko Widodo menyatakan menunda sementara pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja.
“Kemarin pemerintah telah menyampaikan kepada DPR dan saya juga mendengar Ketua DPR sudah menyampaikan kepada masyarakat bahwa klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja ini pembahasannya ditunda, sesuai dengan keinginan pemerintah," ujar Jokowi melalui keterangan tertulisnya, Jumat (24/4).
Beberapa hari sebelumnya, beredar Surat Instruksi Unjuk Rasa 30 April 2020 yang dikeluarkan oleh sejumlah serikat pekerja seperti KSBSI, KSPI, dan KSPSI. Agenda aksi tersebut dalam rangka memprotes berlanjutnya pembahasan RUU Cipta Kerja oleh DPR dan pemerintah di tengah situasi darurat kesehatan akibat wabah corona COVID-19.
“Kemarahan kita adalah kenapa saat berbagai negara memerangi COVID-19, tapi negara kita sibuk membicarakan omnibus law RUU Cipta Kerja, ini ngomongin investor,” ujar Elly Rosita Silaban kepada kumparan, Jumat (1/5).
Selasa sore (21/4), Elly menerima pesan undangan untuk bertemu Jokowi di Istana setelah sebelumnya diwajibkan menjalani rapid test terlebih dulu. Tak hanya KSBSI, undangan juga dikirim untuk Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea dan Presiden KSPI Said Iqbal.
Berikut cerita pertemuan tiga dari sekian banyak organisasi serikat pekerja saat bertemu Jokowi di Istana berdasar penuturan Elly.
Pembahasan RUU Cipta Kerja di massa pandemi. Foto: Maulana Saputra/kumparan
Bagaimana awal mula pertemuan perwakilan serikat buruh dengan Jokowi pada 22 April?
Iya tanggal 22 April 2020 itu tiga konfederasi diundang. KSPI, KSPSI, dan KSBSI itu diundang Pak Jokowi karena tiga konfederasi ini yang mengancam turun ke jalan tanggal 30 April.
Akhirnya, kita ada pertemuan tertutup. Nggak ada wartawan, hanya kita berlima, 3 dari serikat buruh, Presiden, dan Mensesneg (Pratikno). Pertemuan berlangsung selama satu setengah jam.
Yang kita minta ada 3, yaitu: satu, menghentikan pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja di tengah pandemi; dua, menarik kembali draf itu lalu melibatkan tripartit dari awal; tiga, mengeluarkan klaster ketenagakerjaan dan dibuat undang-undang sendiri.
Cuma saat itu saya minta kepada Pak Presiden, “Kalau bisa Bapak umumkan langsung, jangan kami yang melakukan konpers.” Lalu dia mengatakan, “Saya koordinasi dulu malam ini, lalu satu-dua hari besok akan saya umumkan.”
Waktu itu kita ketemu tanggal 22 April, beliau mengumumkan tanggal 24 jangan dibahas dulu (RUU Cipta Kerja), ditunda. Tapi sebelumnya, DPR sudah mengumumkan melalui Puan Maharani itu tidak dibahas dulu, sekarang kita akan fokus COVID-19 dulu.
Pada tanggal 23 April 2020, Ketua DPR Puan Maharani meminta Baleg DPR untuk menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja. Klaster ketenagakerjaan hanya satu dari 11 klaster yang akan dibahas dalam RUU Cipta Kerja.
Dan memang di video pernyataan pemerintah, Jokowi bilang ini keinginan pemerintah. Kan nggak mungkin pemerintah bilang diancam serikat buruh. Pun kami sangat apresiasi, paling tidak kami tidak turun di masa pandemi. Intinya sekarang kami mengubah strategi karena tidak hanya Indonesia saja yang merayakan May Day, tapi seluruh dunia.
Sekarang kami melakukan bakti sosial, atas nama konfederasi serikat buruh Indonesia kami memberikan APD untuk Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo dan sebagian lagi untuk RS yang dekat-dekat dengan kita.
Kita juga memberikan simbolis sembako pada buruh-buruh yang kena PHK. Jadi kami semua merayakan hari buruh ini dengan bakti sosial dan zoom anniversary. Tidak ada sama sekali aksi di lapangan.
Seorang buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan pabriknya di Benda, Kota Tangerang, Banten, Jumat (1/5). Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Undangan dari Pak Jokowi itu kapan?
Sebenarnya gini, 21 April, sore saya di-WA oleh protokoler Istana diminta hadir besok. Tapi harus melakukan rapid test satu jam sebelumnya. Jadi undangan pertemuan dengan Presiden kita terima satu malam sebelumnya.
Rapid test tersebut dilakukan di mana?
Di Istana. Ada beberapa kali pemeriksaan, setelah rapid test pengambilan darah, baru kita diizinkan masuk tanpa boleh membawa handphone ke dalam.
Lima orang yang hadir di situ siapa aja?
Ada Presiden, Mensesneg, saya, Said Iqbal, dan Andi Gani.
Apa saja yang disampaikan oleh Presiden saat itu?
Kita yang mengancam, sebenarnya. Jadi kita bilang begini: ‘Pak, tolong jangan dibahas di masa begini fokus ke COVID-19. Kalau kami harus turun tanggal 30, karena kami merasa dipermainkan oleh DPR dan tentu saja kami turun dengan mematuhi peraturan physical distancing. Tapi bagaimana dunia akan menyorot ada buruh yang melawan pemerintah dan tetap turun ke jalan di masa pandemi.’
Beliau memang mendengarkan secara bijak, tapi saya kira beliau juga mengira buruh-buruh selalu dilibatkan. Kita bilang kita tidak dilibatkan, kita dilibatkan saat draf itu sudah diberikan ke DPR, jadi sudah tidak ada laig space dari kita untuk intervensi.
Lalu beliau tanya lagi, apa permintaan kalian. Kita minta itu pembahasannya berhenti minimal sampai pandemi ini berlalu. Lalu kita minta draf itu ditarik dan melilbatkan tripartit perusahaan buruh dan pemerintah, dan kita minta klaster ketenagakerjaan keluar dari omnibus law dan jadi undang-undang tersendiri. Bila perlu tidak ada karena masih bagus undang-undang yang sekarang.
Infografis Menolak Omnibus Cipta Kerja Foto: kumparan
Berarti saat itu Presiden lebih banyak mendengarkan atau ada hal yang dia sampaikan?
Beliau menjelaskan soal keadaan perekonomian dunia yang sudah kolaps, tapi kita masih masuk negara yang ekonominya baik. Pada intinya kenapa kita datang, karena ini bukan permasalahan Presiden atau pengusaha sendiri. Ini sudah jadi masalah kita bersama-sama.
Kemarahan kita adalah kenapa saat berbagai negara memerangi COVID-19, tapi negara kita sibuk membicarakan omnibus law. Ini ngomongin investor. Paling tidak serikat buruh ini ada strategi menghentikan, itu kita sudah terima. Tapi kedua, ketika kita dipermainkan, kita harus turun mati-matian juga untuk menentangnya.
Pasal apa saja yang meresahkan dalam RUU Cipta Kerja?
Kalo saya pribadi, sebenarnya kan ada 8 atau 9 pasal itu yang kita soroti, tapi saya lihat sekali itu tentang outsourcing, kontrak kerja, dan ketiga soal upah minimum. Kan dihapuskan upah sektoral itu. Lalu nanti masuklah kita ke soal jaminan sosial, jam kerja, lalu ke TKA.
Persoalan TKA kenapa nggak di nomor satu karena gini, tenaga kerja kita juga ada di luar negeri.
TKA yang datang ke sini juga diaturlah, jangan sampai mengambil kualifikasi yang dimiliki buruh-buruh yang ada di sini. Kalau TKA datang ke sini, yang expert dong biar ada transfer knowledge, dan (jumlahnya) terbatas gitu.
Klaster ketenagakerjaan resmi ditunda pembahasannya, apakah itu cukup?
Tidak. Seperti yang saya bilang tadi, kenapa kemarin kita sampai memohon ditunda, agar kita fokus dulu ke corona COVID-19 dan fokus masalah temen-temen yang di-PHK atau tidak dapat THR. Nah, ketika tahu pembahasannya ditunda, jadi kita kan bisa fokus nanganin hal yang ini (THR dan PHK buruh).
Berarti sehabis Lebaran nanti kita akan mati-matian memperkuat strategi kita, paling tidak untuk membahas substansi itu kita dimasukkan menjadi pihak yang dilibatkan untuk membahas substansi yang ada.
Aksi petani tolak RUU Cipta Kerja di Hari Buruh. Foto: Dok. Konsorsium Pembaruan Agraria
Seperti apa strategi ke depan itu?
Setelah adanya penundaan, kami tetap bergerilya membahas strategi apa yang dilakukan dan bagaimana kekuatan kita konsolidasi dengan federasi lain.
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona.
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.