news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Setahun Jokowi-Ma'ruf: Daftar Aktivis yang Ditangkap

20 Oktober 2020 10:03 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Paslon capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin melambaikan tangan usai menyampaikan pidato terkait Quick Count. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Paslon capres-cawapres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf Amin melambaikan tangan usai menyampaikan pidato terkait Quick Count. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Periode kedua Presiden Jokowi tampaknya tak berjalan semulus masa jabatannya yang pertama. Satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin tak hanya diwarnai pandemi dan berbagai aksi unjuk rasa saja, tetapi juga 'diramaikan' dengan penangkapan aktivis yang kritis terhadap pemerintah.
ADVERTISEMENT
Misalnya seperti delapan aktivis KAMI yang ditangkap baru-baru ini. Mereka diciduk aparat karena diduga menyebarkan kabar hoaks terkait Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dikritik masyarakat.
Siapa saja aktivis yang ditangkap dalam satu tahun terakhir pemerintahan Jokowi-Ma'ruf? Berikut daftarnya:

Aktivis Greenpeace

Aksi pemasangan spanduk di Bundaran HI, Jakarta Pusat, pada Rabu (23/10). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Lima orang aktivis Greenpeace ditangkap saat mengibarkan spanduk di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu, 23 Oktober 2019 silam atau 3 hari setelah Jokowi-Ma'ruf dilantik. Mereka membentangkan spanduk berisi seruan penyelamatan lingkungan di Patung Selamat Datang yang berada di tengah Bundaran HI.
Menurut Kapolsek Metro Menteng AKBP Dedy Supriadi, kelimanya menggelar aksi selama delapan jam. Untuk mengamankan dan mengevakuasi para aktivis tersebut, polisi harus menggunakan perahu yang disediakan oleh PPSU DKI.
ADVERTISEMENT
Peserta aksi yang terdiri dari tiga pria dan dua perempuan itu memang sudah berada di Patung Selamat Datang dan membentangkan dua spanduk sejak pagi. Mereka baru turun dari patung sekitar pukul 16.00 WIB.
Di waktu yag sama, Greenpeace juga membentangkan spanduk di Patung Dirgantara, Pancoran. Aksi tersebut dilakukan sebagai pengingat agar kabinet Jokowi-Ma'ruf menghentikan penggunaan energi kotor.

Penolak Tambang Pulau Wawonii

Ilustrasi tambang nikel. Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad
Jasmin, seorang aktivis penolak tambang di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe, ditangkap Polda Sulawesi Tenggara pada Minggu, 24 November 2019 silam. Ia ditangkap oleh enam orang penyidik di kediaman kakaknya di Kendari sekitar pukul 17.00 WITA.
Jasmin terpaksa dijemput paksa karena dua kali tidak memenuhi panggilan penyidik atas laporan salah satu perusahaan tambang nikel di Pulau Wawonii, PT Gema Kreasi Perdana (GKP). Meski polisi menyebut Jasmin hanya dipanggil sebagai saksi, namun Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai Jasmin ditangkap atas laporan PT GKP.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Jasmin dan 21 warga lainnya memang dilaporkan ke polisi oleh salah satu karyawan PT GKP dengan tuduhan merampas kemerdekaan terhadap seseorang. Enam orang warga lainnya juga dilaporkan karena diduga menganiaya dan melawan investasi tambang di pulau tersebut.
JATAM menilai, laporan terhadap Jasmin dan warga Wawonii lainnya perlu dipertanyakan. Sebab, mereka hanya berusaha mempertahankan lahan warga yang diterobos oleh PT GKP. Penyerobotan itu berujung pada pelaporan puluhan warga yang merasa tidak pernah menyerahkan tanahnya kepada PT GKP untuk dijadikan jalan tambang.

Aktivis Pusat Studi Antar-Komunitas (Pusaka)

Ilustrasi sebuah keluarga bersama merayakan Natal. Foto: Spesial / Thinkstock by Getty Images
Sudarto, aktivis Pusaka Padang, ditangkap di kantornya pada Selasa, 7 Januari 2020. Ia ditangkap karena membela umat Kristen di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat, agar bisa merayakan Natal 2019.
ADVERTISEMENT
Awalnya, Sudarto mengunggah masalah pelarangan ibadah Natal di dua wilayah tersebut melalui media sosial. Unggahannya itu lalu viral.
Komnas HAM menilai penangkapan Sudarto ini kurang tepat. Sebab, tidak ada unsur pidana dan pelarangan Natal di dua wilayah tersebut memang benar adanya.
Namun, Sudarto tetap dijadikan tersangka dan dijerat Pasal 45A Ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU ITE. Karena berlaku kooperatif dan tidak berbelit-belit saat menjawab pertanyaan penyidik, Sudarto tidak ditahan dan hanya diberi sanksi wajib lapor dua hari dalam sepekan.

Aktivis Mahasiswa Iss

Presiden Joko Widodo. Foto: Feline Lim/REUTERS
Mohammad Hisbun Payu alias Iss, aktivis mahasiswa, ditangkap polisi pada Jumat, 13 Maret 2020 lalu. Ia ditangkap karena diduga melakukan ujaran kebencian kepada Presiden Jokowi melalui media sosial.
ADVERTISEMENT
Dalam unggahannya, Iss mengkritik kebijakan Jokowi yang ia nilai lebih mementingkan investasi daripada kondisi rakyatnya. Iss juga mengunggah gambar dan tulisan, 'Entah apa dosa rakyat Indonesia sampai punya presiden laknat kayak Jokowi ini' di story Instagram-nya.
Menurut kuasa hukum Iss, Naufal, ada sejumlah kejanggalan dalam penangkapan Iss. Misalnya, Iss yang ditangkap di Solo, langsung dibawa ke Polda Jateng dan diperiksa sejak pukul 17.00 WIB hingga 23.00 WIB dan langsung ditahan. Padahal, saat itu Iss belum ditetapkan sebagai tersangka.
Selain itu, menurut Naufal, Iss tidak pernah dipanggil sebagai saksi oleh pihak kepolisian. Ia juga tidak pernah berupaya melarikan diri karena masih mengikuti perkuliahan di kampus.

Aktivis Kamisan

Ilustrasi Aksi Kamisan di depan Istana Negara Foto: Soejono Eben Ezer Saragih/kumparan
Tiga mahasiswa aktivis Aksi Kamisan di Malang, Alfian, Saka, dan Fitron, ditangkap pada Minggu, 19 April 2020 lalu. Mereka awalnya ditangkap karena diduga melakukan vandalisme.
ADVERTISEMENT
Namun, setelah berita berkembang, tudingan terhadap ketiganya berubah. Mereka dugaan memprovokasi masyarakat melawan kapitalisme yang dianggap merugikan di tengah pandemi COVID-19.
Karena sangat kooperatif dalam proses hukum, ketiganya lalu dibebaskan pada Senin, 15 Mei 2020. Sejumlah elemen masyarakat, mulai dari akademisi, tokoh masyarakat, aktivis, organisasi, dan keluarga juga ikut menjadi penjamin kebebasan ketiganya.
Meski sudah bebas, namun proses hukum masih terus berlanjut. Ketiganya masih berstatus tersangka hingga proses penyidikan benar-benar selesai.

Aktivis Ravio Patra

Ravio Patra. Foto: Facebook/ Ravio Patra
Aktivis sekaligus peneliti kebijakan publik Ravio Patra ditangkap polisi pada 22 April 2020 lalu. Sebelum ditangkap, Ravio sempat mengkritik staf khusus Presiden, Billy Mambrasar, karena diduga terlibat konflik kepentingan dalam proyek pemerintah di Papua.
Dalam tulisannya yang diunggah di media Tirto, Ravio juga mengkritik penanganan pemerintah terhadap pandemi COVID-19. Ia juga mendorong pemerintah lebih transparan dan terbuka, apalagi Ravio merupakan wakil Indonesia di Steering Committee Open Government Partnership.
ADVERTISEMENT
Menurut Kabid Humas POlda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus, Ravio ditangkap karena menyebarkan berita onar. Terkait hal itu, sebenarnya, sebelum ditangkap Ravio sempat mengabarkan kepada rekan-rekannya bahwa akun WhatsApp miliknya dibajak.
Selama diretas, pelaku menyebarkan pesan palsu berisi sebaran provokasi yang berbunyi "Krisis sudah saatnya membakar! Ayo kumpul dan ramaikan 30 April aksi penjarahan nasional serentak, semua toko yang ada di dekat kita bebas dijarah."
Namun, polisi tidak berkomentar terkait peretasan ini.
Penangkapan Ravio ini juga ramai di media sosial. Bahkan, di Change.org, muncul petisi #BebaskanRavio yang dibuat oleh sahabat Ravio, Ryan Fajar Febrianto.

Aktivis Kelompok Separatis RMS

Tiga orang yang mengibarkan bendera RMS diamankan polisi. Foto: Dok. Amnesty International
Isu gerakan separatis di sejumlah titik perbatasan di Indonesia masih menjadi masalah tersendiri hingga periode kedua Jokowi. Pada April 2020 lalu, tercatat ada 13 aktivis Republik Maluku Selatan (RMS) yang ditangkap karena mengibarkan bendera Benang Raja di hari ulang tahun kelompoknya.
ADVERTISEMENT
Meski merupakan kelompok separatis, namun Amnesty International Indonesia (AII) menilai seharusnya para aktivis tersebut diberikan hak mengibarkan bendera mereka. Direktur AII Usman Hamid juga menilai, penangkapan dan penahanan aktivis RMS karena pengibaran bendera adalah pelanggaran HAM.
Sebab, ia menilai, setiap individu berhak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai sesuai dengan Pasal 19 Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik. Apalagi, saat itu, pemerintah baru saja mengeluarkan kebijakan mengurangi jumlah tahanan dan lapas dalam rangka menekan penularan COVID-19.
Para aktivis RMS ini dijerat dengan Pasal 106 KUHP dan Pasal 110 KUHP tentang makar dan Pasal 160 KUHP tentang menghasut.

Aktivis Pelajar dan Mahasiswa

Suasana demo tolak Omnibus Law, di Jakarta, Selasa (13/10). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Aksi demo menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja membuat sejumlah aktivis dan mahasiswa ditangkap. Misalnya, sebelas orang anggota Pelajar Islam Indonesia (PII) yang ditangkap setelah demo Omnibus Law UU Cipta Kerja yang berujung rusuh.
ADVERTISEMENT
Mereka ditangkap bersama puluhan orang lainnya dari organisasi seperti GPI dan GPII, serta masyarakat biasa. Setelah ditahan beberapa waktu, 35 anggota PII, GPI, dan GPII serta 10 masyarakat akhirnya dilepaskan pada 14 Oktober 2020.
Menurut polisi, pada saat demo yang berakhir ricuh itu, pihaknya sudah berusaha melakukan tindakan persuasif. Namun, beberapa perusuh justru berpencar dan ada yang masuk ke kantor PII.
Selain itu, ada pula anggota Konsolidasi Mahasiswa Nasional Indonesia (Komando) Muhammad Fakhir Naufal yang ditangkap. Fakhir diciduk di rumahnya pada 13 Oktober 2020 karena diduga mengeluarkan ujaran kebencian melalui media sosial.
Sementara itu, dua aktivis organisasi mahasiswa, Aliansi Pro Demokrasi, Farhan Nazer Ahmad dan Muh Azrian Islan Hehanusa, juga ditangkap pada Kamis, 15 Oktober 2020. Mereka ditangkap saat hendak menggelar aksi Kamisan Santuy di depan Kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar.
ADVERTISEMENT
Penangkapan keduanya bahkan diwarnai dengan aksi saling pukul. Massa yang sudah berkumpul di lokasi juga dibubarkan secara paksa.

Aktivis dan petinggi KAMI

Tersangka Petinggi Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jumhur Hidayat (kanan) tiba untuk menjalani pemeriksaan di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (16/10). Foto: Reno Esnir/ANTARA FOTO
Polisi menangkap sejumlah petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang tersebar di Medan dan Jakarta. Mereka adalah Juliana, Devi, Khairi Amri, Wahyu Rasari Putri, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, dan Kingkin Anida.
Namun, belakangan, diketahui bahwa Kingkin Anida bukan bagian dari KAMI. Kingkin adalah ibu rumah tangga yang sempat mengunggah 13 poin Omnibus Law Cipta Kerja di laman Facebooknya, namun kemudian unggahan itu ia hapus setelah diberi tahu temannya bahwa itu hoaks.
Sialnya, Kingkin dikira menjadi bagian dari KAMI oleh Bareskrim Polri. Ustazah di pengajian ibu-ibu dan majelis taklim ini ikut ditangkap dan ditahan bersama aktivis dan petinggi KAMI sejak 11 Oktober lalu.
Ustazah Kingkin Anida yang ditangkap Bareskrim. Foto: Instagram/@kingkinanida
Menurut KAMI, penangkapan terhadap anggota dan oratornya itu kurang berdasar. Namun, Ketua Komite Eksekutif KAMI, Ahmad Yani, menegaskan, pihaknya tidak ingin menyimpulkan penangkapan tersebut sebagai kriminalisasi.
ADVERTISEMENT
Deklarator KAMI, Gatot Nurmantyo, juga meminta agar para kader dan simpatisan KAMI tak meributkan penangkapan tersebut. Mantan Panglima TNI itu menegaskan, seluruh kader KAMI sudah siap berjuang dengan segala risiko dan konsekuensinya, sehingga tidak perlu dikasihani.
ADVERTISEMENT
KAMI merupakan gerakan yang diinisasi oleh sejumlah tokoh, mulai dari Din Syamsuddin hingga mantan Panglima Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo. Mereka mengaku membentuk KAMI sebagai wadah keresahan mereka atas kondisi Indonesia yang dinilai telah melenceng.
Sejak dideklarasikan pada Agustus lalu, KAMI memang kerap melontarkan sejumlah kritik kepada pemerintah. Salah satunya adalah mereka mendukung mogok buruh jika Omnibus Law UU Cipta Kerja Disahkan hingga saat mereka memperingatkan soal adanya PKI gaya baru.
*****
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona
ADVERTISEMENT