Sidang Etik Perdana Dewas KPK Akan Adili Firli Bahuri hingga Ketua Wadah Pegawai

20 Agustus 2020 7:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPK Firli Bahuri didampingi Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean saat penandatangan kontrak kerja pejabat eselon I dan II . Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK Firli Bahuri didampingi Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean saat penandatangan kontrak kerja pejabat eselon I dan II . Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pascarevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019, KPK memiliki organ baru yakni Dewan Pengawas (Dewas).
ADVERTISEMENT
Kini, Dewas KPK bakal menggelar sidang etik perdana pada 24-26 Agustus atau sekitar 8 bulan sejak dilantik pada Desember 2019.
Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, mengatakan selama tiga hari tersebut, pihaknya bakal mengadili secara etik 3 orang di Gedung Anti-Corruption Learning Center KPK.
Mereka yang akan disidang ialah Ketua KPK Komjen Firli Bahuri, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, dan pejabat di kedeputian penindakan KPK berinisial APZ.
Tumpak menyatakan sidang etik ini merupakan bagian dari upaya dalam menjaga marwah institusi KPK yang berintegritas.
Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Penegakan aturan Etik ini merupakan salah satu pelaksanaan tugas Dewan Pengawas KPK untuk menjaga institusi dan nilai yang ada di KPK. Kami di Dewas serius untuk melakukan ini dan kami harap masyarakat juga terus mengawasi KPK dan proses yang berjalan ini," kata Tumpak.
ADVERTISEMENT
Sidang akan digelar secara tertutup. Namun, Tumpak memastikan putusan sidang akan disampaikan secara terbuka kepada masyarakat.
"Pembacaan putusan akan disampaikan secara terbuka. Para terperiksa juga akan diberikan kesempatan untuk didampingi dan menghadirkan bukti yang relevan di proses persidangan tersebut," ucapnya.
Berikut kasus dugaan pelanggaran etik ketiganya yang bakal disidang Dewas KPK:
Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo. Foto: Dwi Herlambang/kumparan
Dewas KPK akan menggelar sidang etik pertama pada 24 Agustus. Dalam sidang tersebut, pihak yang pertama kali disidang ialah Yudi Purnomo atas dugaan penyebaran informasi tidak benar.
Yudi Purnomo diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku “Integritas” pada Pasal 4 ayat (1) huruf o Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020. Yudi pun mengaku sudah mendapat panggilan.
ADVERTISEMENT
"Benar saya sudah mendapatkan surat panggilan dan saya akan hadir dalam persidangan etik tersebut untuk menghormati bapak/ibu Dewas KPK," ujar Yudi saat dihubungi pada Rabu (19/8).
Yudi menyebut pemeriksaan etik terhadapnya terkait pernyataan ke media. Kala itu ia menyampaikan pernyataan berkaitan kasus pengembalian penyidik KPK, Kompol Rossa, ke Polri.
"Pemanggilan ini terkait dengan statement saya di media saat mengadvokasi Kompol Rossa Purbo Bekti," kata Yudi.
Beberapa waktu lalu, Yudi memang dilaporkan ke Dewas KPK. Pelapornya juga berasal dari internal KPK berinisial IS.
Pelaporan tersebut diduga didasari pernyataan Yudi bahwa Kompol Rossa Purbo Bekti tidak mendapatkan gaji bulan Februari karena diberhentikan pimpinan KPK. Sebagai informasi, gaji di KPK dibayarkan awal bulan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pelaporan juga diduga karena Yudi menyebarkan informasi ke publik terkait dugaan kejanggalan pengembalian Kompol Rossa ke Polri.
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan tanggapannya saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR di komplek Parlemen, Jakarta. Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Pada hari berikutnya, 25 Agustus, giliran Ketua KPK, Komjen Firli Bahuri, yang akan disidang etik.
Dewas KPK menyatakan, Firli diduga melanggar etik terkait penggunaan helikopter mewah.
"Sidang etik digelar pada 25 Agustus 2020 dengan terperiksa FB (Firli Bahuri) atas dugaan menggunakan helikopter pada saat perjalanan pribadi dari Palembang ke Baturaja," ujar Tumpak.
Tumpak menyebut, Firli disangkakan melanggar kode etik di mana aturan tersebut termaktub dalam pedoman perilaku integritas pegawai KPK.
"Terperiksa diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku 'Integritas' pada Pasal 4 ayat (1) huruf c atau Pasal 4 ayat (1) huruf n atau Pasal 4 ayat (2) huruf m dan/atau 'Kepemimpinan' pada Pasal 8 ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020," ungkap Tumpak.
ADVERTISEMENT
Mengenai rencana sidang etik tersebut, Firli belum berkomentar. Namun pada Juni lalu, Firli enggan berpolemik mengenai aduan ke Dewas KPK oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) tersebut.
"Saya hanya kerja dan kerja," kata Firli
Sementara Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan Firli memang menyewa heli tersebut. Hal itu terjadi saat Firli berangkat dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan.
Firli berada di sana dalam rangka cuti. Alex menyebut Firli hanya cuti selama satu hari. Sementara jarak Palembang dan Baturaja cukup jauh.
Sehingga, menurut Alex, Firli memutuskan untuk menyewa helikopter guna mempersingkat waktu.
"Kemarin itu memang yang bersangkutan kan cuti ke Baturaja, kabarnya kan yang bersangkutan naik helikopter dan itu memang bayar," kata Alex.
Ilustrasi OTT KPK. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Pada hari terakhir, Dewas KPK akan mengadili secara etik APZ. Pejabat pada bagian Pengaduan Masyarakat KPK itu disidang karena diduga melanggar etik terkait OTT pejabat UNJ pada 20 Mei.
Diketahui OTT saat itu baru dipublikasikan keesokan harinya. Dalam keterangannya, KPK mengakui tak menemukan adanya unsur penyelenggara negara sebagaimana kewenangannya. Saat itu, KPK menangkap Kabag Kepegawaian Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Dwi Achmad Noor.
Lantaran alasan itu, KPK langsung melimpahkan kasus tersebut kepada Polda Metro Jaya. Namun, polisi akhirnya menghentikan penyelidikan kasus itu karena dinilai kurang bukti.
Kini, akhirnya terkuak bahwa OTT yang dilakukan di Kemendikbud itu diduga bermasalah.
"Terperiksa APZ atas dugaan melaksanakan kegiatan tangkap tangan di Kemen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tanpa koordinasi," kata Tumpak.
ADVERTISEMENT
Terperiksa disangkakan melanggar kode etik dan pedoman perilaku “Sinergi” pada Pasal 5 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor: 02 Tahun 2020.
Pasal itu berbunyi, "Dalam mengimplementasikan Nilai Dasar Sinergi, setiap Insan Komisi dilarang melakukan perbuatan yang menimbulkan suasana kerja yang tidak kondusif dan harmonis".
Dewan Pengawas KPK. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
OTT pejabat UNJ tersebut juga menjadi bahan evaluasi Dewas terhadap kinerja KPK pada awal Agustus.
Dewas menilai koordinasi antara unit kerja di bidang penindakan belum optimal, terlihat dari kasus OTT terhadap Dwi Achmad Noor.
"Terkait bidang penindakan, Dewan Pengawas KPK menilai koordinasi antar unit kerja di KPK masih belum optimal, contohnya pada kasus tangkap tangan (pejabat -red) di Universitas Negeri Jakarta," bunyi hasil evaluasi Dewas terhadap KPK yang ditandatangani Tumpak.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Tumpak tak menjelaskan lebih jauh terkait dengan tak optimalnya koordinasi antar unit kerja di bidang penindakan tersebut.