news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Sidang Pleidoi Kasus Sambo: Arif Menangis; Hendra & Agus Minta Vonis Bebas

4 Februari 2023 7:02 WIB
ยท
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus "Obstruction of Justice" kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, Arif Rachman Arifin menunggu dimulainya sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (3/2/2023). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus "Obstruction of Justice" kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, Arif Rachman Arifin menunggu dimulainya sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (3/2/2023). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Para terdakwa kasus obstruction of justice (OoJ) pembunuhan Brigadir Yosua membacakan pleidoi dalam sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jumat (3/2).
ADVERTISEMENT
Apa saja isi pleidoi mereka?

Arif Rachman dan Istri Menangis

Arif Rachman, menangis saat membacakan pleidoi pribadi dalam persidangan yang digelar di PN Jakarta Selatan, Jumat (3/2). Dia menangis saat menyatakan isi hatinya kepada ibu, mertua dan istrinya. Bagi dia, mereka adalah wanita-wanita hebat yang membuatnya tetap tegar menjalani proses persidangan.
"Untuk ibunda, orang tua dan mertua saya, wanita-wanita yang paling saya cintai di dunia ini, tempat surga saya terletak, pelindung hati saya. Ikatan saya terhadap cinta kasih merupakan kekuatan saya untuk bisa berdiri tegak memasuki ruang sidang dan duduk di kursi," ungkapnya sambil menangis.
Arif Rachman mengaku tidak pernah berpikir akan duduk di persidangan seperti sekarang ini. Tidak pernah terbesit bahwa ia akan turut terseret dalam kasus pembunuhan Yosua, padahal hanya saat itu mengaku hanya bekerja sebagaimana mestinya.
ADVERTISEMENT
"Tidak pernah sekalipun terbesit dalam pikiran saya bahwa ini akan terjadi dalam hidup saya," kata Arif masih suara lirih.
"Saya hanya bekerja. Bagi saya bekerja adalah ibadah, menjalankan ibadah dengan bekerja. Sebagai manusia biasa terkadang saya lemah, saya putus asa," kata Arif.

Arif Rachman Cerita Sambo Nangis: Emosi Tak Stabil, Rentan Berubah Kepribadian

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo (kanan) berpelukan dengan istrinya yang juga terdakwa Putri Candrawathi (kiri) saat mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (13/12/2022). Foto: Galih Pradipta/Antara Foto
Dalam pembelaannya itu, dia menceritakan saat melihat kondisi mantan atasannya Ferdy Sambo bersama istrinya, Putri Candrawathi menangis. Peristiwa tersebut dilihatnya saat tiba di Duren Tiga pada 8 Juli 2022. Saat itu, ia datang bersama sejumlah petinggi Propam Polri ke lokasi tewasnya Yosua.
Di lokasi tersebut, Arif mendengar bahwa peristiwa yang terjadi yakni Putri dilecehkan oleh Yosua. Sehingga, terjadi tembak menembak antara Yosua dengan Eliezer yang membela istri atasan. Ditambah kondisi Sambo dan Putri yang menangis, menjadikan Arif berempati dan percaya cerita skenario Sambo.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Arif bercerita soal sosok Sambo. Dalam perjalanan kasus kematian Yosua, Sambo kerap emosional. Dia tak menceritakan konteks kapan Sambo terlihat emosional tersebut.
"Emosi yang ditampilkan Bapak Ferdy Sambo yang tidak stabil dan rentan perubahan kepribadian kadang bersikap kasar dan ancaman yang terlontar menciptakan keadaan yang membuat saya tegang," kata Arif.
"Keadaan yang muncul di saat kontemplasi saya antara logika nurani dan takut bercampur. Sungguh tak semudah membaca aturan tentang kalimat menolak perintah atasan, tidak semudah melontarkan pendapat, jika saja begitu jika saja begitu mengapa tidak melakukan ini kenapa tidak bersikap begitu," sambungnya.

Baiquni Ungkap Alasan Copy & Tonton CCTV Duren Tiga

Terdakwa kasus "Obstruction of Justice" kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, Baiquni Wibowo menunggu dimulainya sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (3/2/2023). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Mantan Kasubbagriksa Baggak Etika Rowabprof Divisi Propam Polri, Baiquni Wibowo, dalam nota pembelaan atau pleidoi, mengungkap alasan mengapa menyalin rekaman dalam DVR CCTV yang diamankan dari Kompleks Duren Tiga, lokasi kematian Yosua. Penyalinan tersebut terjadi pada 12 Juli 2022.
ADVERTISEMENT
"Saya dihubungi oleh Chuck Putranto untuk merapat ke Kompleks Polri Duren Tiga menemani yang bersangkutan di sana. Setelah bertemu dengan Chuck Putranto yang mana saat itu kondisi Chuck Putranto terlihat panik takut dan tidak seperti biasanya, karena saya tidak tega melihat kondisi teman satu angkatan saya saat itu, saya tidak berpikir panjang saat diminta untuk melihat dan meng-copy CCTV dari DVR yang saat itu saya belum tahu berasal dari mana," kata Baiquni di depan majelis hakim.
Baiquni menceritakan, setelah meng-copy rekaman CCTV tersebut, dirinya bersama dengan Arif Rachman, Chuck Putranto, dan Ridwan Soplanit selaku Kasat Reskrim Polres Jaksel saat itu menonton rekaman tersebut.

Putusan Hakim Jadi Tolok Ukur Sidang Etik Irfan

Terdakwa kasus obstruction of justice atau upaya menghalangi penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Yosus, Irfan Widyanto menjalani sidang dakwaan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (19/10/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
AKP Irfan Widyanto berharap bisa dibebaskan dari segala dakwaan jaksa dalam perkara perintangan penyidikan kasus kematian Brigadir Yosua. Menurutnya, putusan majelis hakim terhadap dirinya akan jadi tolok ukur sidang etik terhadap dirinya.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, hanya Irfan terdakwa dalam kasus obstruction of justice kematian Yosua yang belum menjalani sidang etik. Sementara terdakwa lainnya sudah disidang dan divonis pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH).
"Dengan mendasari kepada perbuatan saya, alasan, situasi dan kondisi serta Sidang Kode Etik Profesi yang akan saya hadapi setelah mendapatkan putusan dari majelis hakim yang terhormat, mohon agar majelis hakim yang saya muliakan dapat menyatakan saya tidak bersalah dan membebaskan saya dari semua dakwaan yang didakwakan kepada saya," tutur Irfan.
Irfan didakwa berperan mengamankan DVR CCTV di Kompleks Polri Duren Tiga di sekitar rumah dinas Ferdy Sambo pada 9 Juli 2022 lalu. Ia mengaku tidak punya niat, pengetahuan, dan kemauan untuk melakukan itu karena apa yang ia lakukan semata-mata hanya melaksanakan apa yang diperintahkan atasan.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Irfan mengeklaim, keterlibatannya ini bermula dari permintaan komandannya, AKBP Ari Cahya alias Acay. Pada 8 Juli 2022, ia diajak Acay untuk ikut ke rumah Ferdy Sambo. Sesampainya di sana, ia baru tahu bahwa ada peristiwa tembak-menembak yang menewaskan Yosua.
Keesokan harinya, Irfan ditelepon Acay yang memintanya datang ke Duren Tiga, menghadap Kombes Agus Nurpatria. Agus langsung memerintahkan Irfan untuk mengganti dan mengambil DVR CCTV yang ada di pos satpam dan di rumah Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit.
"Sebagai bawahan di kedinasan dan sekaligus sebagai junior di pendidikan saya langsung menyatakan 'siap bang'. Padahal pada saat itu saya sedang merayakan Idul Adha dengan keluarga saya," kata Irfan.
ADVERTISEMENT
"Perintah tersebut pun langsung saya laksanakan dengan itikad baik saya. Saya tidak mengetahui maksud dan tujuan perintah tersebut, bahkan menduga bahwa akan terjadi seperti ini saja tidak," imbuhnya.
Setelah mengganti tiga buah DVR itu, Irfan lalu menyerahkannya ke seseorang bernama Ari atas perintah Kompol Chuck Putranto selaku Koorspri Kadiv Propam. Setelah menjalankan tugas itu, Irfan mengaku tak tahu apa-apa lagi dan langsung pulang.

Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria Minta Divonis Bebas

Terdakwa kasus perintangan penyidikan pembunuhan berencana Brigadir Yoshua, Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria tiba untuk menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan saksi di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (10/11/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Anak buah Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, memohon agar bisa divonis bebas dari tuntutan hukuman tiga tahun penjara. Kuasa hukum Hendra dan Agus mengatakan, berdasarkan fakta-fakta persidangan, analisa fakta, dan analisa yuridis, kliennya tidak terbukti melakukan perbuatan dengan sengaja sebagaimana yang dituntut jaksa.
ADVERTISEMENT
"Tidak terbukti adanya mens rea yang tujuannya agar terganggunya sistem elektronik dan atau sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya," ungkap kuasa hukum Hendra.
Permintaan itu tertuang dalam pleidoi atau nota pembelaan yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (3/2). Pleidoi Hendra dan Agus dibacakan dalam satu sidang yang sama. Pleidoi hanya bersumber dari pihak kuasa hukum. Keduanya kompak tak mengajukan pleidoi pribadi sebagai terdakwa.