Singgung Anak Presiden, HNW Sebut RUU DKJ Sarat Nepotisme

6 Maret 2024 15:21 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid  Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Majelis Syura Hidayat Nur Wahid melihat beberapa pasal di RUU DKJ berpotensi melanggengkan praktik nepotisme. Khususnya Pasal 55 yang mengatur pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi yang dipimpin oleh wakil presiden.
ADVERTISEMENT
“Secara fisik kami melihat bahwa undang-undang itu diubah untuk kepentingan seorang calon wapres dan ternyata oleh presidennya sekarang adalah putranya Pak Presiden,” kata Hidayat saat dihubungi, Rabu (6/3).
“Tentu itu suatu hal kemudian lebih mengkhawatirkan terkait dengan terjadinya nepotisme dan nepotisme itulah yang ini ditolak oleh era reformasi ini,” lanjut anggota DPR RI itu.
Dalam RUU DKJ, diatur pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi untuk mensinkronkan pembangunan Jakarta dengan wilayah penyangga lain yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi.
Dewan Kawasan Aglomerasi ini memiliki beberapa wewenang, di antaranya mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang Kawasan strategis nasional pada Kawasan Aglomerasi dan Dokumen Rencana Induk Pembangunan Kawasan Aglomerasi.
ADVERTISEMENT
Tidak dirincikan struktur kepemimpinan dan bagaimana pola koordinasi dengan kepala daerah setiap wilayah dalam RUU tersebut. Dalam Pasal 55 hanya disebutkan Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh wakil presiden.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Kawasan Aglomerasi diatur dengan Peraturan Presiden,” demikian tertulis dalam Pasal 55 ayat 4 RUU DKJ.
Menurut HNW, aturan ini sudah melanggar konstitusi sejak awal karena bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
“Apalagi dipimpin oleh wapres itu, kan, lebih aneh lagi karena dalam UUD wapres tidak secara spesifik mengepalai suatu kawasan tertentu tapi dia membantu presiden,” kata HNW.
“Tugas wapres tidak ada mengepalai suatu kawasan. Dalam konstitusi wapres hanyalah pembantu presiden. Kalau kemudian secara spesifik diatur dalam undang-undang dia memimpin kawasan tertentu itu bertentangan dengan konstitusi,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Selain Pasal 51-55 yang mengatur soal pembentukan wilayah aglomerasi untuk membantu pembangunan Jakarta, juga terdapat pasal penghapusan pilkada di DKI Jakarta.
Dua pasal yang disebut oleh HNW melanggar konstitusi inilah yang membuat PKS tegas menolak RUU DKJ disahkan.
“Kami menolak karena itu pertama bertentangan dengan konstitusi dan undang-undang dasar yang namanya kepala daerah yaitu bupati, wali kota, gubernur termasuk di antaranya tidak ada yang dipilih oleh presiden atau ditunjuk oleh presiden tapi dipilih oleh rakyat secara demokratis,” katanya.