Siswi SMPN 147 Bunuh Diri, KPAI Soroti Kemendikbud dan Kemenag
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Dugaan Ananda SN bunuh diri dikuatkan dengan kesaksian salah seorang guru yang saat itu masih berada di sekolah. Ibu guru tersebut segera lari ke lantai empat setelah SN jatuh untuk memastikan apakah ananda kecelakaan, didorong, ataukah melompat. Ternyata, diduga kuat Ananda SN melakukan percobaan bunuh diri," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangan tertulisnya, Kamis (30/1).
"Namun percobaan bunuh diri pada remaja laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, yaitu 4,4 persen dan perempuan 3,4 persen," ucap Retno.
ADVERTISEMENT
Agar peristiwa itu tidak kembali terulang, KPAI sudah melakukan pengawasan dan rapat koordinasi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan Suku Dinas Pendidikan Jakarta Timur pada 20 Januari lalu. Rapat itu digelar di SMPN 147 Ciracas.
"Dinas Pendidikan diharapkan memiliki SOP dan juga dapat merujuk kasus (bunuh diri) ke lembaga yang berwenang. Khususnya di DKI Jakarta, setiap sekolah diharapkan memiliki satu psikolog," ujar Retno.
KPAI Minta Kemenag dan Kemendikbud Beri Perhatian Khusus
KPAI menyoroti dua kementerian, yakni Kemenag dan Kemendikbud. KPAI meminta agar dua kementerian itu mempunyai perhatian serius terhadap kasus pelajar di Indonesia yang bunuh diri.
"Mendorong Kemendikbud serta jajaran Dinas Pendidikan dan Kanwil Kementerian Agama di seluruh Indonesia untuk memiliki perhatian terhadap meningkatnya angka bunuh diri dan melakukan pelatihan bagi para guru agar memiliki kepekaan dan mengetahui cara mendeteksi peserta didiknya yang dirundung masalah dan bisa berpotensi melakukan bunuh diri," kata Retno.
ADVERTISEMENT
Namun KPAI meminta agar pelatihan itu tidak dilakukan dengan metode pembelajaran dan kurikulum. Pelatihan harus meliputi pencegahan dan penanganan yang terbaik bagi anak.
"Dalam pelatihan, (guru) tidak hanya wajib memiliki kepekaan, juga harusnya memiliki empati terhadap anak-anak yang bermasalah. Kepekaan dan empati ini perlu ditumbuhkan," ucap Retno.
KPAI juga meminta setiap sekolah menerapkan program Sekolah Ramah Anak (SRA). Sebab, dalam program SRA sudah memenuhi perlindungan terhadap anak dan menjamin tumbuh kembang anak secara optimal.
"Selain itu, sekolah ramah anak diwajibkan memiliki sistem pengaduan yang melindungi anak korban dan anak saksi mengadu atau anak-anak yang dirudung masalah berani melakukan konseling sehingga bisa dibantu menghadapi masalah," tutur Retno.