Situasi Sudah Genting, Jokowi Dinilai Harus Terbitkan Perppu KPK

28 September 2019 6:32 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo (kiri) menyampaikan sikap tentang rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Istana Bogor, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo (kiri) menyampaikan sikap tentang rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Istana Bogor, Jawa Barat. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi mengaku sedang mempertimbangkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK. Jokowi melunak usai gelombang unjuk rasa yang dilancarkan banyak elemen masyarakat dalam menolak Revisi UU KPK.
ADVERTISEMENT
Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, menilai sudah sepatutnya Perppu KPK diterbitkan. Sebab, kata Bayu, situasi negara sudah genting, dan kondisi itu memenuhi syarat penerbitan Perppu.
"Situasinya 'kan sudah di luar kontrol dari presiden. Situasi sudah sangat genting, dan di mana-mana demonstrasinya sudah sangat masif dan terus terjadi, antara mahasiswa dan pelajar," ujar Bayu kepada kumparan, Jumat (27/9).
"Imbauan presiden kan enggak diacuhkan lagi, baik oleh aparat maupun demonstran. Demonstran tetap akan demo sampai presiden memenuhi tuntutan mereka. Jadi, situasi itu sudah terpenuhi sebetulnya [untuk Perppu]," tambahnya.
Dasar hukum Perppu adalah Pasal 22 UUD 1945. Dalam pasal itu, disebutkan bahwa "Ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang."
ADVERTISEMENT
Menurut Bayu, dasar kewenangan presiden untuk membuat suatu produk hukum sangat diperlukan untuk menghadapi kegentingan memaksa, salah satunya kondisi saat ini. Ada situasi yang sudah tidak bisa dikendalikan Jokowi.
"Buktinya, misalkan, presiden memerintahkan polisi bertindak persuasif dalam merespons demo di Sultra, [malah] dua mahasiswa meninggal (Randi dan Yusuf, mahasiswa Universitas Halu Oleo)" tuturnya.
Sehingga, kata Bayu, jika Jokowi sungguh-sungguh ingin menerbitkan Perppu, ada tiga tahap yang harus ia lakukan. Pertama, mengundang-undangkan hasil revisi UU KPK, lalu membuat Perppu untuk mencabut UU KPK hasil revisi, dan terakhir, meyakinkan partai-partai koalisi pendukungnya di DPR untuk menerima Perppu itu.
"Itu tiga hal kalau Jokowi sungguh-sungguh ingin meredakan suasana ini. Sebenarnya dalam satu hari itu selesai bisa dilakukan, ya. Bisa satu hari selesai (proses Perppu)" kata Bayu.
Massa mendorong pagar Gedung Sate, mendesak ingin bertemu Ridwan Kamil, Jumat (27/9/2019). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Mahasiswa berjalan menuju gedung DPRD Sulawesi Tenggara untuk melakukan aksi unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (26/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Jojon
"Segera sahkan dan undangkan revisi UU KPK yang disetujui bersama DPR kemarin, karena sampai hari ini belum diundang-undangkan dalam lembaran negara. Setelah itu, langsung keluarkan Perppu untuk mencabut UU nomor yang baru diundangkan tadi, sehingga sifat UU revisi itu tadi enggak ada," bebernya.
ADVERTISEMENT
Dengan Perppu itu, KPK akan kembali menggunakan UU lama, atau sebelum perubahan, yakni UU Nomor 30 Tahun 2002. Sehingga, Perppu diterbitkan hanya untuk mencabut UU.
Gambar penis di tembok pembatas jalan di depan Gedung DPR usai demo mahasiswa. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Gambar penis di di Jembatan Penyebrangan Orang (JPO) di depan Gedung DPR usai demo mahasiswa. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Hanya ada dua pasal di Perppu, yakni mencabut UU, lalu menyatakan Perppu itu berlaku sejak tanggal Perppu dibuat hingga presiden dan DPR menyatakan persetujuan atau penolakan. Itu berarti, Perppu hanya bersifat sementara, karena tetap harus mendapat persetujuan DPR.
"Perppu itu berlaku sejak tanggal itu ditetapkan, jadi kalau berlaku itu, sejak presiden bilang Perppu, lalu tanda tangan, maka berlaku, sampai kapan ? sampai masa sidang DPR berikutnya," kata Bayu.
"Artinya, kalau memang nanti sidang berikutnya adalah DPR yang baru, maka DPR barulah yang nanti akan membahas Perppu itu. Itu kemudian DPR menyatakan persetujuan atau penolakannya," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Jika DPR setuju, maka, penetapan berlakunya Perppu itu akan semakin kuat. UU KPK yang lama akan kembali berlaku. "Kalau presiden setuju, berarti permanen kan, bahwa memang revisi UU itu dicabut secara permanen. Kalau ditolak, maka berlakulah UU yang direvisi itu, ya," jelas Bayu.
Meski begitu, Bayu meyakini penerbitan Perppu itu akan efektif dan mudah disetujui DPR. Sebab, dengan kekuatan koalisi Jokowi yang menguasai di DPR, tentu Perppu itu akan mudah disetujui.
"Ya, sudah [tentu] terpenuhi, kan hampir 61 persen, ya. [Sebanyak] 61 persen, saya yakin partai-partai yang enggak masuk koalisi pun akan berpikir seribu kali untuk menolak Perppu ini. Karena akan berhadapan dengan publik. Dia akan enggak populer di publik," imbuh Bayu.
ADVERTISEMENT
Hingga kini, aksi unjuk rasa dari berbagai elemen di seluruh Indonesia terus menyuarakan penolakan revisi UU KPK. Bahkan sejumlah aksi demonstrasi diwarnai kericuhan hingga memakan korban luka dan jiwa.
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di Solo. Foto: ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Revisi UU KPK dinilai hanya menguntungkan koruptor dan melemahkan kewenangan KPK. KPK mencatat ada 26 poin pelemahan instansinya jika revisi UU sudah diterbitkan.
Mulai dari meletakkan KPK sebagai lembaga negara di rumpun eksekutif, pembentukan Dewan Pengawas yang lebih berkuasa daripada pimpinan KPK, memangkas kewenangan penyelidikan, penyadapan, hingga pegawai KPK berstatus ASN.
Jokowi sebelumnya enggan menerbitkan Perppu. Begitu pula Menkumham Yasonna Laoly yang meminta masyarakat sebaiknya menempuh lewat uji materi di MK saja.
Namun, Kamis (26/9), Jokowi berubah pikiran. Sikap Jokowi itu disampaikan setelah mendengar masukan dari beberapa tokoh yang diundang ke Istana. Mereka antara lain Mahfud MD, Quraish Shihab, Butet Kertaradjasa, Franz Magnis- Suseno, eks pimpinan KPK Erry Riana Hadjapamekas, dan cendekiawan muslim Azyumardi Azra.
ADVERTISEMENT
"Banyak sekali masukan yang diberikan ke kita utamanya memang masukan itu berupa penerbitan Perppu. Tentu saja ini akan kita segera hitung, kalkulasi," ucap Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Ketua Umum Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD (tengah) bersama sejumlah tokoh dan budayawan mengikuti pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo Usai Pertemuan dengan para tokoh di Istana Merdeka. Foto: Kevin S. Kurnianto/kumparan
"Nanti setelah kita putuskan juga kami sampaikan kepada senior dan guru-guru saya yang hadir pada sore hari ini. Akan kita kalkulasi, akan kita hitung, akan kita pertimbangkan terutama dari sisi politiknya," tutur Jokowi.
Hanya saja, Jokowi belum bisa memastikan sampai kapan ia menimbang dan mengkaji kemungkinan Perppu. "Tadi sudah saya sampaikan ke beliau-beliau, secepat-cepatnya dalam waktu sesingkatnya," jawabnya.
ADVERTISEMENT