news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Skor IPK RI Naik 1 Poin: KPK Ungkap Kinerjanya; ICW Anggap Masih Jalan di Tempat

27 Januari 2022 8:43 WIB
ยท
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Transparency International kembali menggelar survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang melibatkan 180 negara. Hasilnya, pada 2021, rata-rata IPK seluruh dunia adalah 43 poin.
ADVERTISEMENT
Pada 2021, IPK Indonesia naik satu poin dari 37 pada 2020 menjadi 38. Peningkatan IPK ini mendongkrak ranking Indonesia dari 102 menjadi 96. Meski begitu, Indonesia masih berada di bawah rata-rata IPK dunia.
Pada tahun 2021, Transparency International Indonesia (TII) mengambil tema korupsi, demokrasi dan hak asasi manusia. Dari survei tersebut, ada kecenderungan yang dipotret oleh TII dari 180 negara yang disurvei termasuk Indonesia.
Menurut peneliti TII Wawan Suyatmiko, negara yang tingkat korupsinya tinggi cenderung melakukan pelanggaran sipil.
"Negara dengan tingkat korupsi tinggi artinya ditandai dengan CPI (IPK) rendah cenderung melakukan pelanggaran sipil. Meskipun berdasarkan catatan kami ada beberapa pengecualian, di mana ada yang korupsinya rendah tetapi memang pelanggaran kebebasan sipilnya sebaliknya, atau bahkan negara yang CPI-nya tinggi tapi kebebasan sipilnya rendah," kata Wawan.
Ranking IPK Indonesia di ASEAN. Foto: YouTube/TII
Hal tersebut jadi catatan. Menurut Wawan, pelanggaran kebebasan sipil tersebut tetap terjadi di tengah pandemi. Sebab, survei yang dilakukan saat semua negara dilanda pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Sementara di sisi Hak Asasi Manusia, Wawan menyebutkan bahwa negara-negara yang korup, cenderung bertanggung jawab atas kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi.
Sumber kenaikan IPK Indonesia 2021. Foto: Dok. Istimewa
Atas dasar itu, TII memberikan empat butir rekomendasi kepada negara-negara yang IPK-nya rendah. Pertama, menegakan demokrasi serta menjamin hak asasi manusia dan kebebasan sipil. Kedua, mengembalikan independensi dan kewenangan otoritas lembaga pengawas kekuasaan.
Ketiga, serius dalam menangani kejahatan korupsi lintas negara. Keempat, menegakkan dan mempublikasikan hak atas informasi sepanjang penanganan pandemi.
Ilustrasi uang sitaan KPK. Foto: Instagram/@official.kpk

KPK Beberkan Kinerja Berantas Korupsi

Plt juru bicara KPK Ipi Maryati mengatakan, IPK ini merupakan gambaran besar kondisi korupsi di Indonesia yang harus dibenahi. KPK mengapresiasi upaya dalam meningkatkan IPK ini.
Diketahui, kenaikan satu poin ini ditunjang oleh beberapa faktor antara lain kenaikan signifikan pada faktor risiko korupsi yang dihadapi oleh pelaku usaha pada sektor ekonomi.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, TII juga memberikan catatan bahwa Indonesia masih memiliki tantangan serius khususnya pada 2 sektor, yakni korupsi politik dan penegakan hukum. Hal ini yang menjadi sorotan KPK.
"Kedua aspek ini masih belum ada perbaikan yang signifikan," kata Ipi dalam keterangannya.
Ipi mengatakan, jika merujuk pada pengukuran atas capaian upaya pemberantasan korupsi lainnya, seperti Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK) oleh BPS yang mengukur persepsi masyarakat terhadap berbagai bentuk perilaku korupsi yang termasuk petty corruption yang dianggap lumrah dan pengalaman dalam mengakses layanan publik, masih menunjukkan sikap masyarakat yang permisif terhadap perilaku koruptif.
Sementara, dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) terhadap 640 instansi baik di pusat maupun daerah yang melibatkan 255.010 responden baik dari internal, eksternal maupun ahli, KPK mendapatkan hasil bahwa 99% instansi terdapat penyalahgunaan fasilitas kantor, 100% terdapat korupsi dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ), 99% masih ada jual beli jabatan dalam promosi/mutasi SDM, 98% ada suap/gratifikasi, dan 99% terdapat intervensi dalam pengambilan keputusan.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Ipi mengatakan, saat ini KPK menggunakan tiga pendekatan utama dalam pemberantasan korupsi yang disebut dengan trisula pemberantasan korupsi, yaitu pendidikan, pencegahan dan penindakan. Ketiga pendekatan ini berfokus pada individu, sistem, dan upaya pemidanaan.
ADVERTISEMENT
Pada pendekatan pendidikan, prioritas utama adalah perubahan sosial. Pendekatan ini berupa penguatan kesadaran masyarakat bahwa korupsi telah merampas hak masyarakat untuk hidup sejahtera dengan mempromosikan nilai-nilai antikorupsi dan pembangunan integritas.
Pada pendekatan pencegahan, subyek utama pemberantasan korupsi adalah struktur pemerintahan dan kebijakannya. Pendekatan ini mendorong adanya kebijakan publik yang berorientasi pada keadilan sosial, transparan dan akuntabel, serta perbaikan sistem administrasi instansi publik.
Sementara pada sektor pencegahan, kata dia, KPK telah melakukan sejumlah kajian di sektor politik. Dari hasil studi dan penelitian tersebut, episentrum korupsi politik disebabkan lemahnya sistem politik di Indonesia, khususnya partai politik.
Ipi menyebut, sebagai upaya pencegahan, pada tahun 2016 KPK bekerja sama dengan LIPI menyusun konsep tentang Sistem Integritas Partai Politik (SIPP).
Presiden Joko Widodo memberi sambutan di acara Aksi Nasional Pencegahan Korupsi (ANPK), secara virtual, Rabu (26/8). Foto: Humas KPK

Pemberantasan Korupsi Era Jokowi Jalan di Tempat

ICW menilai, sesumbar yang selama ini diucapkan oleh pemerintah untuk membantah pelemahan terhadap agenda pemberantasan korupsi belum terbukti.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut terlihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia hanya bertambah satu poin, dari 37 menjadi 38. Hal ini dinilai menjadi penanda bahwa pemberantasan korupsi jalan di tempat.
"Ini menjadi pertanda bahwa pemberantasan korupsi selama masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo berjalan di tempat," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
Di saat yang sama, kata Kurnia, arah politik hukum pemberantasan korupsi semakin mengalami kemunduran. Pangkal persoalannya dinilai klasik, yakni ketidakjelasan orientasi pemerintah dalam merumuskan strategi pemberantasan korupsi.
"Selama ini pemerintah hanya disibukkan dengan pembenahan sektor ekonomi dengan memproduksi beragam proyek infrastruktur dan penguatan investasi. Alhasil, akibat kekeliruan arah itu, mayoritas kalangan pebisnis mengambil untung di tengah stagnasinya situasi penegakan hukum," ucap dia.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Kurnia mengatakan, peningkatan IPK Indonesia tahun ini harus dibenturkan dengan realita pemberantasan korupsi terkini. Secara kasat mata, tahun 2021 masih menjadi periode implikasi atas akumulasi kekeliruan pemerintah ketika mengubah haluan pemberantasan korupsi melalui sejumlah regulasi dan kebijakan.
ADVERTISEMENT
Hal ini, kata dia, dapat dibuktikan dengan masifnya kritik masyarakat terhadap kinerja lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK. Tidak hanya itu, bahkan pada awal Januari lalu Indikator Politik Indonesia menguatkan kesimpulan tersebut dengan menemukan adanya persepsi buruk dari sebagian besar masyarakat terhadap komitmen antikorupsi pemerintah.
"Maka dari itu, meningkatnya poin dan peringkat Indonesia semestinya dimaknai sebagai bahan evaluasi mendasar untuk mengembalikan pemberantasan korupsi ke arah yang benar, bukan justru mengglorifikasikannya," kata Kurnia.
Kurnia menyinggung soal janji politik yang digaungkan oleh Jokowi saat mengikuti kontestasi politik 2014 dan 2019. Saat itu, kata dia, narasi penguatan pemberantasan korupsi terbilang baik dan menawarkan harapan.
Sayangnya, keinginan untuk mengubah citra pemberantasan korupsi itu dinilai hanya berhenti pada tumpukan berkas janji kampanye tanpa adanya implementasi yang konkret. Ditambah lagi dengan ketidakmampuan Jokowi untuk memimpin orkestrasi penegakan hukum menggunakan kewenangan dan struktur sumber daya politik yang dimilikinya selama ini.
Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan korupsi di Banjar, Kamis (23/12). Foto: KPK

Firli soal IPK Indonesia Cuma Naik 1 Poin: Perlu Orkestrasi Berantas Korupsi

Ketua KPK Firli Bahuri merespons skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2021 adalah 38 poin. Angka ini naik 1 poin dibandingkan tahun sebelumnya yakni 37 poin.
ADVERTISEMENT
Firli mengatakan, KPK sudah mempelajari peningkatan dan penurunan skor dari setiap indikator itu. Hasilnya, kata dia, perlu adanya perbaikan dari sektor World Justice Project-Rule of Law Index (WJP).
"Angka ini kita lihat di mana penyumbangnya yang masih jadi perhatian kita adalah world justice project mengukur ketaatan suatu negara dalam penegakan hukum, rule of law," kata Firli.
Firli menilai, dalam perbaikan indikator World Justice Project-Rule of Law Index ini, perlu adanya kerja-kerja bersama dari seluruh sektor pemerintahan.
"Perlu orkestrasi pemberantasan korupsi yang melibatkan seluruh kamar-kamar kekuasaan dan parpol," ucap Firli.
Kedua, kata dia, penyumbang terbesar hanya naik 1 poin IPK Indonesia adalah dari varieties of democracy project. Angkanya adalah 22, turun dari 26 di tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Firli mengatakan, meski hanya naik 1 poin, tetapi angka IPK Indonesia masih lebih baik dari sejumlah negara. Dia mengelompokkan angka IPK berdasarkan kelompok negara. Di negara-negara BRICS contohnya, jika dibandingkan dengan, Indonesia masih sama dengan Brasil dan unggul dari Rusia meski masih di bawah China, Afsel dan India.
"Kita tidak berpuas diri dengan CPI (IPK) ini tapi untuk meningkatkannya perlu kerja keras dari seluruh anak bangsa. Dan seluruh kamar-kamar kekuasaan. legislatif, eksekutif, yudikatif dan parpol," pungkas dia.