Sosok Pahlawan Nasional Kasman Singodimedjo di Mata Haedar Nasir

22 Desember 2020 12:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir, berbagi cerita soal salah satu tokoh Muhammadiyah, Kasman Singodimedjo. Haedar menilai sosok Kasman sebagai mantan Menteri Muda Kehakiman pada Kabinet Amir Sjarifuddin II yang patut dijadikan teladan generasi muda.
ADVERTISEMENT
"Jejak perjuangan Pak Kasman Singodimedjo yang sedemikian rupa, baik dalam pergulatan politik bahkan juga menjadi tokoh perjuangan dalam perjuangan kemerdekaan, maupun dalam pemikiran sampai pada langkah beliau yang akan menjadi suri tauladan bagi kita generasi muda Muhammadiyah dan generasi bangsa," ujar Haedar dalam acara peluncuran Buku: Hidup Itu Berjuang: Kasman Singodimedjo Ke-116 Tahun, Selasa (22/12).
Haedar juga membeberkan saat Muhammadiyah memperjuangkan status pahlawan bagi Kasman dan dua orang lainnya. Dua orang itu yakni Prof. KH. Abdoel Kahar Moezakir serta Ki Bagoes Hadikoesoemo.
"Alhamdulillah Pak Kasman dalam satu rangkaian 3 tokoh yang waktu awal kita perjuangkan untuk menjadi [pahlawan nasional] dan diakui sebagai pahlawan nasional adalah Ki Bagoes Hadikusumo, alhamdulillah keluarkan SK-nya tahun 2015 kemudian Pak Kasman menyusul tahun 2018 dan terakhir pak Kahar Moezakir tahun 2019. Dari ketiga tokoh ini memang yang agak alot perjuangannya untuk pahlawan nasional itu Pak Kasman," beber dia.
Kasman Singodimedjo. Foto: Facebook
Pertama kali Haedar bertemu Kasman saat masih aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Yogyakarta. Haedar yang masih berstatus sebagai mahasiswa baru, bertemu Kasman yang sedang berkunjung ke gedung PP Muhammadiyah di Jalan Ahmad Dahlan, Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Haedar meneladani sosok Kasman sebagai tokoh Muhammadiyah yang berintegritas. Meski memiliki ekspresi artikulasi yang berbeda, kata Haedar, Kasman adalah sosok yang tegas memperjuangkan prinsip-prinsip keislaman, prinsip berbangsa dan kemanusiaan.
"Nilai-nilai inilah yang harusnya kita gali kita reproduksi bagi anak muda bahwa perjuangan itu tidak instan dan ada banyak dinamika di dalam hidup dan berjuang," ucap Haedar.
Kasman yang juga dikenal dengan sebutan Meester in De Rechten atau ahli di bidang hukum sempat turun tangan bersama tokoh lain seperti Ki Bagoes dan Bung Hatta dalam menyusun dasar negara. Kasman ikut menjadi tokoh pemikir untuk menciptakan ide rumusan dasar negara.
Saat di sidang PPKI, Kasman memberi masukan kepada Ki Bagoes untuk melepas tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Tujuh kata yang dimaksud di Sila Pertama adalah “… dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir saat bertemu Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
"Situasi 1 hari baru merdeka, baru proklamasi, kemudian kita ingin menjaga keutuhan bangsa, akhirnya Ki Bagoes juga bersedia, tetapi persetujuan itu bukan tanpa konversi yang mendasar, karena dari 7 kata yang bersifat syariah, yaitu menjadi satu rangkaian kata menjadi Ketuhanan, ditambah Yang Maha Esa (sila 1) jadi prinsip tauhid bagi umat Islam," cerita Haedar.
ADVERTISEMENT
"Nah, waktu itu memang kompromi dengan Bung Hatta sekitar 15 menit sebelum sidang PPKI, di mana Pak Kasman yang menjadi anggota tambahan, itu saya pikir karena ada titik temu, Ki Bagoes membawa prinsip tauhid di dalam kata Ketuhanan, lalu Bung Hatta mencari formula dengan bahasa Yang Maha Esa, yang bisa diterima oleh banyak pihak secara inklusif," lanjut dia.
Titik temu antara konsep agama dan negara itulah yang menurut Haedar menjadi tolok ukur berbagai pihak dalam menciptakan aturan berkeadilan.
"Nilai-nilai negosiasi tetapi punya prinsip, lalu ada fleksibilitas, itu penting juga menjadi cara berpikir kita di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena wilayah muamalah duniawiyah itu memang spektrumnya dari dari Alfa sampai beta, ya, bahkan dari a sampai z," kata Haedar.
ADVERTISEMENT
"Bukan merupakan pilihan pilihan yang sempit dan hitam putih, itu urusan muamalah duniawiyah, termasuk berbangsa bernegara, kan itu areanya muamalah duniawiyah. Di mana Ki bagus Pak Kasman dan tokoh-tokoh Islam itu memegang prinsip-prinsip keislaman, tetapi juga kemudian bernegosiasi urusan kebangsaan dan kenegaraan dengan prinsip muamalah duniawiyah," kata Haedar.
Haedar berharap prinsip tersebut dapat dilanjutkan oleh para calon penerus bangsa. Terutama dalam menciptakan suatu keputusan yang berkeadilan bagi seluruh orang dan semua golongan.
"Karena itu para generasi muda sekarang mengikuti jejak Pak Kasman dan seluruh tokoh bangsa tokoh Muhammadiyah adalah bagaimana dengan ilmu dengan pemikiran dengan juga perjuangan lain kita bisa meneruskan apa yang telah dirintis oleh tokoh-tokoh besar," kata Haedar.
ADVERTISEMENT
"Sudah menjadi torehan sejarah di tubuh umat islam bagaimana Pak Kasman bersama tokoh lain, kemudian membujuk pada Ki Bagus untuk setuju dalam perubahan tujuh kata, nah, persetujuan itu baik dari Ki Bagus atau tokoh islam yang lain bukan karena keterpaksaan, tapi sebagai sebuah ijtihad dari situasi yang memang mengutamakan yang terpenting dari yang terpenting," tutupnya.