Suami-Istri di Malaysia Diadili karena Aniaya WNI

21 Desember 2019 16:37 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kekerasan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kekerasan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Sepasang suami-istri asal Malaysia diadili atas tuduhan perdagangan manusia yang melibatkan perempuan Warga Negara Indonesia (WNI). Persidangan keduanya digelar di Ipoh, Malaysia.
ADVERTISEMENT
Media lokal Malaysia, The Star, melansir WNI perempuan tersebut berusia 32 tahun. Namun, tidak disebutkan lebih lanjut identitas WNI itu.
TKI di Malaysia. Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.
Pasangan tersebut sama-sama dijerat UU Antiperdagangan Manusia dan Antipenyelundupan Imigran.
Suami bernama V. Chandru (35) dijerat dakwaan mengeksploitasi korban untuk dipekerjakan. Sementara sang istri bernama J. Jayamalar (36) dijerat dakwaan menyelundupkan korban untuk dipekerjakan dengan kekerasan.
Ilustrasi kekerasan. Foto: Shutterstock
Berdasarkan dokumen dakwaan, pelanggaran hukum itu terjadi di rumah pasangan tersebut yang terletak di kawasan Taman Kledang Emas, Ipoh. Pelanggaran itu diduga terjadi antara 2011 hingga Oktober 2019.
Di hadapan Hakim Pengadilan Azman Abu Hassan, kedua terdakwa merasa tidak bersalah atas segala tuduhan yang disampaikan. Pengacara suami-istri, J Matthews, menyebut luka-luka di tubuh WNI bukan disebabkan oleh kliennya.
ADVERTISEMENT
“Itu disebabkan oleh komplikasi dari kondisinya sendiri. Itu akan dibuktikan selama persidangan nanti,” ujar Matthews seperti dilansir The Stars, Sabtu (21/12).
Dia bahkan mengatakan kliennya tersebut merupakan korban pencurian. Beberapa barang-barang di rumah mereka, kata Matthews, dilaporkan menghilang.
TKI di Malaysia. Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.
Matthews pun meminta agar besaran uang jaminan agar kedua kliennya bebas dikurangi. Matthews berdalih kliennya tersebut harus mengasuh dua anaknya yang berusia 11 dan 13 tahun, serta ibunya yang berusia 73 tahun dan menderita penyakit jantung.
Hakim pun menetapkan uang jaminan masing-masing sebesar RM 10.000 atau setara Rp 33,7 juta. Mereka juga diwajibkan untuk melapor ke kantor polisi terdekat selama dua kali seminggu dan paspor mereka ditahan. Persidangan kasus ini kembali digelar pada Januari 2020.
ADVERTISEMENT