Sungai Citarum Memprihatinkan, LIPI Tawarkan Bantuan Reaktor Limbah

12 Juni 2019 23:45 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota TNI mengambil sampah saat melakukan patroli bersih di Kawasan Hulu Sungai Citarum, Situ Cisanti, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Foto: Antara/Raisan Al Farisi
zoom-in-whitePerbesar
Anggota TNI mengambil sampah saat melakukan patroli bersih di Kawasan Hulu Sungai Citarum, Situ Cisanti, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Foto: Antara/Raisan Al Farisi
ADVERTISEMENT
Limbah industri tahu di Sumedang menjadi salah satu dari sederet alasan kondisi Sungai Citarum begitu memprihatinkan. Kepala Loka Penelitian Teknologi Bersih Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sri Priatni, mengatakan, pihaknya telah melakukan penelitian untuk menangani limbah itu.
ADVERTISEMENT
Sri mengaku LIPI telah mencetuskan teknologi berupa reaktor pengolah limbah cair yang dikeluarkan pabrik tahu dengan memanfaatkan sekumpulan mikroba. Air yang dikeluarkan nantinya menjadi biogas dan aman digunakan untuk menyiram tanaman.
"Kebetulan ada Iptekda kita di situ memanfaatkan air itu untuk tanaman, untuk pengembangan tanaman talas dan sukses," tutur Sri ketika ditemui di kantornya, Rabu (12/6).
Sri menambahkan, pihaknya juga pernah melakukan hal yang sama terhadap pabrik tekstil di Cimahi. Di sana, LIPI melibatkan sekumpulan mikroba untuk mengendapkan air sehingga ketika dikeluarkan tidak berbahaya bagi lingkungan.
Kepala Loka Penelitian Teknologi Bersih LIPI Sri Priatni (kiri) dan Peneliti LIPI Dawam Abdullah saat ditemui di kantornya, Rabu (12/6). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
"Tekstil itu teknologi pengolahan limbah atau pembuatan IPAL-nya (Instalasi penanggulangan air limbah) lah, ada contohnya Trisula Tex di Cimahi," tutur dia.
"Jadi, bagaimana menurunkannya itu dengan menambahkan sekumpulan mikroba yang mengendapkan air hingga bisa mengeluarkan air yang tidak berbahaya ke sungai," sambung Sri.
ADVERTISEMENT
Sementara, ketika dimintai tanggapan mengenai tindakan Gubernur Jabar Ridwan Kamil dalam menangani Sungai Citarum, Sri mengakui kinerja eks Wali Kota Bandung itu sudah cukup baik. Terlebih, Jabar telah mendapat suntikan dana dari pemerintah pusat dan Bank Dunia.
"Cuma LIPI belum merasa dilibatkan khususnya dalam penanganan Sungai Citarum," kata Sri.
Di sisi lain, peneliti LIPI lainnya, Dawam Abdullah, membandingkan Jawa Barat dan Bali ketika disinggung mengenai penanganan Sungai Citarum. Dawam menilai kebijakan penanganan sampah yang diterapkan pemerintah Bali jauh lebih baik.
Dawam mencontohkan, di Bali, tidak disediakan plastik bagi konsumen yang membeli makanan dan minuman. Plastik merupakan limbah padat yang berbahaya karena tidak mudah terurai dan menyumbang sekitar 50 persen dari limbah padat.
Foto udara limbah pabrik yang dibuang di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Rancamanyar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (3/2/2019). Foto: ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
"Sebagai komparasi, saya ke Bali itu beli minuman sebanyak apapun tidak dikasih plastik. Jadi tidak disediakan plastik sama sekali. Jadi, drastis berkurang (penggunaannya). Kebijakan Pemda-nya lebih bagus di sana. Jadi intinya kebijakannya dulu yang kuat," kata Dawam pada kesempatan yang sama.
ADVERTISEMENT
Dawam menjelaskan, penanganan Sungai Citarum yang membentang sejauh 290 kilometer dan melintasi 12 kabupaten dan kota perlu memerlukan langkah yang tepat. Semisal, mulai dari pengangkatan sampah padat hingga mengolah sampah yang dibuang ke air.
Selain itu, diperlukan pula langkah-langkah preventif untuk mengubah pola hidup masyarakat agar tidak terbiasa membuang sampah ke Sungai Citarum.
"Dan pola hidup masyarakat harus dibentuk karena itu Sungai Citarum kan berasal dari anak sungai dan anak sungai itu dari selokan yang ada di rumah-rumah. Artinya manajemen sampah ini harus diatur sedemikian rupa," jelas dia.
Foto udara permukiman terdampak banjir di Dayeuh Kolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Kondisi sampah yang menumpuk di Sungai Citarum Lama, Margaasih, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Namun, Dawam menyadari perubahan pola hidup masyarakat akan memakan waktu yang lama karena telah menjadi budaya. Meski demikian, Dawam menganggap perubahan itu tak mustahil untuk dilakukan.
ADVERTISEMENT
"Namun bagaimanapun pola membangun masyarakat ini kan bertahap karena masalah budaya ini kan tidak cukup seratus tahun. Tapi ada hal yang kita lakukan itu mengurangi potensial sampah termasuk penggunaan plastik," terangnya.
Dawam melihat kondisi Sungai Citarum saat ini begitu memprihatinkan. Berbagai jenis limbah, mulai dari limbah industri hingga kotoran manusia menjadikan air sungai tidak layak untuk dimanfaatkan masyarakat.
"Bisa dikatakan dalam kondisi memprihatinkan. Sangat tercemar. Limbah padat masuk, limbah industri, kotoran manusia, dan lain-lain," tutur dia.
Dua orang anak bermain saat banjir di Kampung Bojong Asih, Desa Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Foto: Antara/Raisan Al Farisi
"Kota besar itu pasti yang jumlah penduduknya lebih banyak (menyumbang limbah). Tapi mau di perkampungan ataupun kota kesadarannya masih belum terlihat," tambah Dawam.
Sebelumnya, berdasarkan rilis yang diterima kumparan, Pemprov Jabar mendapat suntikan dana Rp 1,4 triliun dari Bank Dunia untuk menyelesaikan persoalan sampah Sungai Citarum yang jadi sorotan dunia.
ADVERTISEMENT
Dana tersebut akan digunakan untuk edukasi, menyiapkan infrastruktur wilayah, lokasi pemilihan sampah, serta menyiapkan teknologi terkait sampah, termasuk fasilitas daur ulang sampah menjadi bahan bakar.
"Kita dapat dana dari Bank Dunia Rp 1,4 triliun. Dalam waktu satu minggu ini, kita harus presentasi ke Pemerintah Pusat dan Bank Dunia, uang Rp 1,4 triliun buat apa saja," ucap Gubernur Jabar yang akrab disapa Emil di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (10/6).