Surat Edaran RW di Surabaya soal Iuran Bagi Nonpribumi Dievaluasi

21 Januari 2020 21:15 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Surat Edaran RW 03 Bangkingan, Surabaya, soal iuran bagi nonpribumi. Dok: JatimNow.
zoom-in-whitePerbesar
Surat Edaran RW 03 Bangkingan, Surabaya, soal iuran bagi nonpribumi. Dok: JatimNow.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Jagad maya dikagetkan dengan surat edaran RW 03 Kelurahan Bangkingan, Lakarsantri, Surabaya. Pasalnya, surat itu memuat aturan khusus bagi warga ‘nonpribumi’ yang terkesan diskriminatif.
ADVERTISEMENT
Dalam surat edaran itu tertulis, ‘Barang siapa yang mendirikan rumah selain warga pribumi wajib membayar iuran untuk kas RT Rp 500.000 dan kas RW Rp 500.000.’
Lalu, ‘Barang siapa yang mendirikan perusahaan (PT) selain warga pribumi wajib membayar untuk kas RT Rp 2.500.000 dan kas RW Rp 2.500.000.’
Total ada 21 poin aturan yang ditandatangani pejabat setempat dari RT 01 hingga RT 05 pada Minggu (12/1).
Ketua RW 03, Paran, membenarkan adanya surat edaran itu. Namun karena surat itu viral, pengurus RW akan mengevaluasi kontennya. Menurut Paran, masih ada beberapa kesalahan teknis.
“Itu aturannya betul, masih diwacanakan, masih dirumuskan, mau dilaksanakan, tapi masih dievaluasi,” ujar Paran saat dihubungi, Selasa (21/1).
Surat Edaran RW 03 Bangkingan, Surabaya, soal iuran bagi nonpribumi. Dok: JatimNow.
“Iya ini lagi diklarifikasi, ada kesalahan teknis dikit lah, masalah itu,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Paran, evaluasi itu terkait sejumlah kata yang kurang tepat digunakan dalam surat edaran itu. Rencananya, ia akan kembali melakukan pertemuan dengan seluruh perangkat RT di RW 03.
“Setelah dirumuskan, sudah ditandatangani, masih disebarkan, cuma akhirnya ada beberapa kata-kata yang sekiranya membuat masif,” jelasnya.
“Nanti ada rapat masalah ini, semua RT untuk evaluasi masalah ini,” imbuhnya.
Sementara itu, Camat Lakarsantri, Harun Ismail, mengaku kaget dengan beredarnya surat edaran itu. Pihaknya menyesalkan adanya surat edaran itu. Terlebih, aturan itu berisi diksi yang sensitif dalam membedakan warga pendatang dengan bukan pendatang.
"Menurut saya, cuma membedakan penduduk asli yang di situ dan pendatang. Cuma salah menggunakan istilah. Mereka mungkin tidak tahu kalau pribumi secara aturan kan sudah tidak diperbolehkan," ungkap Harun.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Harun mengatakan, masalah iuran yang disebutkan dalam surat edaran, disesuaikan dengan kondisi perekonomian warga setempat. Apalagi, peraturan tersebut sudah merujuk pada Perda Nomor 4 tahun 2017.
"Ya, kalau kita kan kembali ke aturan saja. Jadi di dalam Perda kan jelas mengatur terkait dengan dana swadaya masyarakat. Jadi itu memang diawali mufakatnya warga, kemudian diajukan ke lurah untuk dievaluasi," ucapnya.
“Tentu saja mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi warga setempat kan. Itu belum ada tahap sampai ke situ (evaluasi lurah),” pungkasnya.