Survei Johns Hopkins: Banyak Warga RI Mau Divaksin tapi Banyak yang Abai Prokes

13 Oktober 2021 13:13 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah warga antre saat mengikuti vaksinasi COVID-19 di kawasan Kelurahan Tanah Sereal, Tambora, Jakarta, Sabtu (25/9).  Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah warga antre saat mengikuti vaksinasi COVID-19 di kawasan Kelurahan Tanah Sereal, Tambora, Jakarta, Sabtu (25/9). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Cakupan vaksinasi COVID-19 di Indonesia terus mengalami kenaikan. Hal ini ternyata juga didorong oleh semakin banyaknya orang yang ingin mendapat vaksin tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam sebuah survei yang dilakukan sejumlah lembaga termasuk Johns Hopkins Center for Communication Programs, lebih dari separuh responden asal Indonesia yang menyatakan ingin divaksinasi.
Survei ini telah berjalan sejak Mei lalu yang disebar oleh Facebook kepada penggunanya secara random. Lebih dari 14 juta responden telah berhasil dikumpulkan dari seluruh dunia.
"Salah satu grafik menunjukkan respons dari mereka yang belum vaksin menurut beberapa kategori demografi, gender, residents, edukasi, sama usia," kata Douglas Storey, Direktur Ilmu Komunikasi & Penelitian Johns Hopkins Center for Communication Programs.
"Umumnya lebih banyak yang menyatakan secara pasti atau lebih mungkin di vaksinasi kira-kira 57% dibandingkan mereka yang melaporkan tidak akan divaksinasi hanya 34%," sambung dia dalam diskusi secara virtual yang diinisiasi oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Akses Vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan pada Rabu (13/10).
ADVERTISEMENT
Keinginan vaksin yang tinggi tak sejalan dengan penerapan protokol kesehatan
Di sisi lain, minat yang begitu tinggi pada vaksinasi ini nyatanya tak dibarengi dengan masyarakat yang punya pandangan betapa virus ini masih berbahaya.
Yunita Wahyuningrum, Executive Director Jalin Foundation Indonesia yang juga partner untuk Johns Hopkins, menjelaskan bahwa hasil survei yang sama tadi menunjukkan bahwa bisa berakibat pada lengah atau abai terhadap protokol kesehatan.
"Ternyata level tingkat persepsi orang terhadap bahaya COVID itu Indonesia relatif lebih rendah dibanding negara lain. Kalau lihat di sini kalau orang masih rendah memandang ancaman rendah ini mengakibatkan orang tersebut jadi lengah, tidak melihat COVID masih berpotensi masih berisiko," ujar Yunita.
Perubahan perilaku pada penerapan protokol kesehatan ini masih belum menyeluruh ditingkat norma sosial. Mayoritas responden sudah yakin untuk mengunakan masker, tetapi tidak untuk jaga jarak dan mengurangi kontak.
ADVERTISEMENT
"Namun masih rendah norma sosial bahwa orang ini masih cukup rendah jaga jarak, menghindari kontak, ini yang masih perlu untuk jadi bagian mengubah norma sosial," katanya.
Oleh karena itu, hal yang perlu diubah untuk membuat kasus COVID-19 terus terkendali yakni dengan terus meningkatkan vaksinasi dan juga mengubah cara pandang masyarakat dan menjadikan protokol kesehatan sebagai bagian dari kebiasaan baru.