Survei: PPHN Perlu, tapi Jangan Melalui Amandemen UUD 1945
ADVERTISEMENT
Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN ) menjadi salah satu isu yang ikut ramai diperbincangkan dalam wacana amandemen UUD 1945. Wacana memasukkan PPHN dalam amandemen UUD 1945 menuai reaksi beragam.
ADVERTISEMENT
Dalam survei yang dilakukan Indikator Politik, sekitar 56,2% masyarakat yang berasal dari kelompok opinion maker menilai PPHN diperlukan. Sementara kelompok publik hanya sekitar 20% yang mengetahui soal isu PPHN ini.
"Cuma pertanyaannya bagaimana proses PPHN itu dilakukan. Jadi [kelompok] elite mengatakan perlu, tapi kalau ditanya 69,9% mengatakan tidak perlu PPHN dilakukan melalui amandemen. Ada 37% [menilai] cukup lewat UU dan 31% cukup lewat TAP MPR ," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik, Burhanuddin Muhtadi, dalam webinar yang digelar Fraksi NasDem, Rabu (13/10).
Sebagaimana diketahui, PPHN diharapkan dapat menentukan arah pembangunan Indonesia selama belasan hingga puluhan tahun ke depan. Jika PPHN diloloskan, maka presiden harus mengikuti program pembangunan yang sudah ditentukan.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah MPR berhak menentukan presiden sudah menjalankan PPHN atau tidak. Burhanuddin mengatakan, sebagian besar masyarakat dari kelompok publik dan opinion maker menilai MPR berhak menilai, tapi tidak boleh memberhentikan presiden.
ADVERTISEMENT
"Sebagian besar mengatakan MPR berhak menilai bahwa presiden dianggap memenuhi PPHN. Tapi enggak bisa memberhentikan presiden. Lalu MPR tidak berhak menilai karena presiden dipilih rakyat dan enggak bisa diberhentikan MPR. [Tapi] mayoritas menilai MPR berhak menilai," tuturnya.
Sementara terkait kapan PPHN dibahas untuk dimasukkan dalam amandemen UUD 1945, sebagian besar masyarakat dari dua kelompok tersebut menilai pembahasan PPHN sama sekali tidak mendesak.
"Di kalangan [kelompok] elite jawabannya lebih konklusif, 55,3%, [sementara] publik 32%. [Selanjutnya ada yang menilai] amandemen memasukkan PPHN sebaiknya ditunda, dan ada yang [menilai] memasukkan PPHN enggak masalah selama pandemi," pungkasnya.
Survei ini dilakukan sepanjang bulan September 2021. Ada dua kelompok yang menjadi responden, yaitu 1.220 responden publik dan 313 responden opinion maker.
ADVERTISEMENT
Wawancara dilakukan dengan dua metode, yaitu tatap muka dengan protokol kesehatan yang ketat dan secara virtual lewat Zoom. Tingkat kepercayaan sebesar 95% dengan margin of error sekitar 2,9%.
Responden opinion maker terdiri dari akademisi, LSM, NGO, tokoh media massa, tokoh ormas, hingga tokoh agama.