Taiwan: Aliansi China-Rusia Bahayakan Perdamaian Internasional

16 September 2022 14:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin berpose selama pertemuan trilateral mereka di sela-sela pertemuan puncak para pemimpin Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) di Samarkand pada 15 September 2022. Foto: Alexandr Demyanchuk / SPUTNIK / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin berpose selama pertemuan trilateral mereka di sela-sela pertemuan puncak para pemimpin Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) di Samarkand pada 15 September 2022. Foto: Alexandr Demyanchuk / SPUTNIK / AFP
ADVERTISEMENT
Taiwan menggambarkan hubungan antara Rusia dan China sebagai ancaman bagi perdamaian global pada Jumat (16/9).
ADVERTISEMENT
Taiwan merujuk kepada pertemuan terbaru antara para pemimpin Rusia dan China. Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengadakan pembicaraan dengan Presiden China, Xi Jinping di Uzbekistan.
Mereka kembali menyatakan komitmen untuk saling mendukung kepentingan inti milik kedua negara, terutama terkait invasi Rusia ke Ukraina dan klaim China atas Taiwan.
Sebagai tanggapan, Taiwan mengecam pernyataan tersebut. Pihaknya lalu menyerukan perlawanan terhadap 'ekspansi otoritarianisme'.
"[Taiwan] mengutuk keras Rusia karena mengikuti pemerintahan ekspansionis otoriter Partai Komunis China untuk terus membuat pernyataan palsu yang merendahkan kedaulatan negara kami di forum-forum internasional," tegas pernyataan Kementerian Luar Negeri Taiwan, dikutip dari AFP, Jumat (16/9).
"[Rusia] menyebut mereka yang menjaga perdamaian dan status quo provokatif, yang menunjukkan bahaya yang disebabkan oleh aliansi rezim otoriter China dan Rusia terhadap perdamaian, stabilitas, demokrasi, dan kebebasan internasional," imbuhnya.
Pasukan Roket di bawah Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) melakukan uji coba rudal konvensional ke perairan lepas pantai timur Taiwan, dari lokasi yang dirahasiakan dalam selebaran ini yang dirilis pada 4 Agustus 2022. Foto: Komando Teater Timur/Handout via REUTERS
Putin dan Xi melangsungkan pertemuan tatap muka pertama sejak awal invasi Rusia pada 24 Februari. Mereka bertemu di sela-sela KTT Organisasi Kerja Sama Shanghai (SCO) di Samarkand pada Kamis (15/9). Keduanya menyanjung hubungan strategis mereka dalam melawan dominasi dunia oleh Barat.
ADVERTISEMENT
Para pemimpin itu berjanji akan mengambil peran utama dalam memulihkan stabilitas global. Mereka kemudian bersumpah akan saling menyokong prioritas pemerintahan masing-masing negara.
Putin menegaskan komitmen Rusia terhadap prinsip 'satu China' yang menyatakan klaim atas Taiwan. Beijing menganggap pulau tersebut sebagai wilayahnya sendiri. Alhasil, China telah berulang kali mengaku akan merebutnya suatu hari nanti.
Unjuk kekuatan itu menyaksikan eskalasi selama pemerintahan pemimpin paling tegas dalam generasi ini di China, yakni Xi.
Pasalnya, China tidak sungkan meluncurkan latihan militer besar-besaran untuk merespons tindakan AS. Washington membuat China naik pitam usai Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, melawat ke Taiwan.
China lantas mengerahkan kapal perang, rudal, dan jet tempurnya ke sekitar Taiwan. Meski begitu, AS justru mengumumkan rencana untuk memberikan sarana pertahanan diri kepada Taiwan. Pihaknya berencana mengerahkan bantuan militer senilai miliaran dolar.
Presiden China Xi Jinping (kanan), Presiden Rusia Vladimir Putin (tengah), dan Presiden Mongolia Ukhnaa Khurelsukh mengadakan pertemuan trilateral di sela-sela pertemuan puncak para pemimpin Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO) di Samarkand pada 15/9. Foto: Alexandr Demyanchuk / SPUTNIK / AFP
Ketegangan akhirnya semakin menjulang dalam hubungan antara China dan AS. Dalam pertemuannya dengan Xi, Putin mengutuk provokasi AS di Taiwan. Kedekatan tersebut mengguncang Taipei.
ADVERTISEMENT
Taiwan mengkhawatirkan, Xi akan segera mengikuti jejak Rusia dengan meluncurkan invasi pula. Terlepas dari kemungkinan itu, relasi antara China-Rusia tampaknya mengalami keretakan.
Putin mengungkap, Xi mulai mempertanyakan agresi Rusia di Ukraina. Sejak awal September, Ukraina mengaku telah merebut kembali wilayah seluas 8.000 kilometer persegi dari pasukan Rusia.
Analis meyakini, kekalahan tersebut telah mendorong Xi untuk lebih kritis menyikapi keputusan-keputusan Rusia.
"Kami memahami pertanyaan dan kekhawatiran Anda tentang hal ini," tutur Putin kepada Xi, dikutip dari Reuters.
"Kami akan menjelaskan secara rinci posisi kami tentang masalah ini, meskipun kita telah membicarakan hal ini sebelumnya," lanjut dia.