Tak Ada Keadilan untuk Baiq Nuril

26 November 2018 12:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baiq Nuril saat wawancara eksklusif dengan kumparan. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril saat wawancara eksklusif dengan kumparan. (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
Baiq Nuril Maknun nyaris kehilangan akal. Anaknya, Rafi, yang belum menginjak 5 tahun duduk tak jauh darinya, sedang tangannya memegang surat penahanan dari penyidik Polres Mataram. Jeruji besi sudah menunggunya, tapi Rafi siapa yang mengurus.
ADVERTISEMENT
Rabu, 27 Maret 2017, entah sudah berapa kali Rafi merengek dan menangis rewel di ruang penyidik Markas Polres Mataram Jalan di Jalan Lengko, Taman Sari, Mataram. Tengah hari baru saja lewat, polisi tak mengizinkan Nuril pulang mengantar Rafi.
Hari itu Nuril duduk sebagai tersangka menghadapi pemeriksaan atas kasus penyebaran konten asusila yang diadukan mantan atasannya, mantan Kepala Sekolah SMA 7 Mataram, Haji Muslim. Rafi biasa diajaknya karena tak memiliki pengasuh. Ia tak menyangka hampir tiga jam berhadapan dengan penyidik berakhir dengan penahanan.
Lalu lalang polisi di Markas Polres Mataram tak membuatnya tenteram. Tak satupun petugas yang mendampingi Rafi. Tak ada juga sodoran makanan untuk mengisi perut kosongnya sepanjang hari.
ADVERTISEMENT
Mata Nuril berkaca-kaca mengingat kejadian itu. Ia memilih diam ketika ditanya peristiwa penahanannya. Hening mengisi perbincangan kala Nuril dan dua tim pengacaranya dari LBH Mataram, Joko Jumadi dan Aziz Fauzi, bertandang ke kantor kumparan di Jalan Jati Murni No. 1A, Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Baiq Nuril (tengah) bersama kedua pengacaranya Aziz Fauzi (kiri) dan Joko Jumadi (kanan). (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril (tengah) bersama kedua pengacaranya Aziz Fauzi (kiri) dan Joko Jumadi (kanan). (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
“Kalau di fakta persidangan, Nuril cerita (Rafi) nangis. Dan itu yang kami sayangkan juga, teman-teman penyidik itu tidak berperspektif perlindungan anak,” ucap Aziz memecah hening.
Ibu dan anak itu ditinggal di ruang penyidik menunggu sanak saudara menjemput Rafi. Nuril mencoba menelepon suaminya, Lalu Isnaini, tapi ia sedang bekerja di Gili Trawangan. Butuh waktu berjam-jam untuk suaminya sampai ke Polres Mataram.
“Itu siang saya telepon (suami), siang jam 11.30 itu sudah tidak boleh jemput Rena. Rena kan masuk jam 12, yang paling besar. Siang jam 11.30 itu sudah tidak boleh keluar dari polres,” sambung Nuril bangkit dari diamnya.
Lipsus Baiq Nuril Melawan. (Foto: kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Lipsus Baiq Nuril Melawan. (Foto: kumparan)
Penahanan ini menjadi penggal pertama derita Nuril menjalani proses hukum kasus yang menjeratnya. Mantan staf honorer tata usaha (TU) bagian keuangan SMA 7 Mataram ini harus mengecap dinginnya lantai tahanan selama dua bulan tiga hari.
ADVERTISEMENT
Namun ada kontroversi di balik penanganan kasus Nuril. Penegak hukum melakukan proses berbelit, menyuguhkan alat bukti tak sempurna, hingga tutup mata atas indikasi pelecehan seksual.
Kasus penyebaran konten asusila ini berawal pada 2012 lalu, kala itu Nuril bekerja sebagai tenaga honorer di SMA 7 Mataram. Ia memiliki kedekatan dengan kepala sekolah baru, Muslim. Nuril bersama bendahara sekolah berinisial L sering diajak lembur oleh Muslim.
Kedekatan ini menjadi tak biasa, Muslim secara terang-terangan membeberkan hubungan asmara dengan L. Suatu hari, mereka bertiga diajak untuk kerja lembur di Hotel Puri Saron, Senggigi. Nuril datang bersama anaknya, Rafi, dan L menggunakan taksi.
Namun baru saja lembar kerja dalam laptop hendak disentuh, Muslim menyuruh Nuril dan anaknya pergi karena ia akan bicara empat mata dengan L perihal keberangkatan ke Jakarta. Perintah ini ia turuti, Rafi diajak berenang di kolam dalam hotel.
ADVERTISEMENT
Ketika kembali ke kamar, Muslim sempat mengumpatinya karena datang terlalu cepat. Ia memberikan kode kepada Nuril untuk mendekat ke ranjang. Lalu Muslim menyibakkan selimut untuk menunjukkan bekas sperma, sisa hubungan badan dengan L.
“Kenapa kamu cepat sekali datang? Baru sejam. Saya baru main sekali saja nih,” ucap Nuril menirukan Muslim.
Menilik Kasus Baiq Nuril (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menilik Kasus Baiq Nuril (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Kabar hubungan asmara Muslim dan L tak hanya disampaikan secara langsung saja. Muslim menceritakan detail hubungan badannya dengan L melalui telepon. Jika telepon tak direspons atau Nuril tak memberikan suara, Muslim memaksa bahkan kalau perlu memarahinya ketika di sekolah.
Telinga Nuril sudah risih dengan celoteh Muslim. Apalagi kabar kedekatannya dengan kepala sekolah dipandang tak sedap oleh rekan kerja, murid, hingga suaminya. Nuril diam tapi menyiapkan bukti.
ADVERTISEMENT
Seorang rekan kerja Nuril pernah membuktikan perilaku Muslim menggoda Nuril. Bahkan si kepala sekolah itu memberi iming-iming sepeda motor. Ajakan mesum ini ditolaknya.
“Dia menawarkan itu. Sampai seorang rekan heran, ternyata bener Nuril diajak. Makanya walau dibeli dengan apapun senilai berapapun, hanya sekadar Mio (sepeda motor) apalagi. Saya gituin (beri kepalan tangan),” lanjut Nuril.
Nuril pun berinisiatif merekam pembicaraan melalui aplikasi perekam yang sudah tersemat dalam telepon genggamnya, Nokia RM 578. Sekitar lima hingga tujuh pembicaraan antara Nuril dengan Muslim terekam dalam telepon tersebut.
Muslim, pelapor Baiq Nuril. (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Muslim, pelapor Baiq Nuril. (Foto: Dok. Istimewa)
Pada akhir 2014, salah satu guru SMA 7 Mataram, Imam Mudawin, meminta rekaman itu. Ia berjanji akan melaporkan rekaman pembicaraan itu ke DPRD Mataram melalui kerabatnya yang duduk sebagai anggota dewan. Nuril beberapa kali menolak permintaan tapi Imam gigih meminta.
ADVERTISEMENT
Nuril pun lantas memenuhi permintaan itu. Ia mengantar Imam yang sudah membawa laptop ke tempat kerja kerabatnya, Lalu Agus Rofik, di Dinas Kebersihan Kota Mataram. Telepon genggam yang dipakai Nuril sudah berpindah tangan kepada Agus.
Agus tak melihat bagaimana data rekaman berpindah. Ia hanya menyerahkan telepon genggam, selanjutnya Imam duduk sekitar lima meter mencolokkan kabel data dari laptop ke telepon genggam. Sedangkan Nuril mengantar anaknya, Rafi, kencing.
“Dia cari tempat duduk, lima meter. Lima meter itu terus dia jongkok,” terang Agus.
Keesokannya, rekaman pembicaraan justru tak sampai di gedung DPRD Mataram. Imam justru berbagi rekaman dengan sejawatnya di SMA 7 Mataram. Beberapa pegawai dan guru mendengar rekaman itu di laboratorium komputer SMA 7 Mataram.
ADVERTISEMENT
Seorang guru, Muhajidin, mengaku diajak Imam untuk mendengarkan rekaman itu. Ia sendiri sempat menyalin data rekaman itu dan melaporkannya ke Pengawas Sekolah Dinas Pendidikan dan Olahraga Kota Mataram.
“Itu saya copy, setelah itu saya segera berkoordinasi ke Dinas Pendidikan dan Olahraga Kota Mataram (Dispora) dalam hal ini pengawas bahwa di sekolah kami itu ada beredar, ada muncul rekaman, terkait mirip suara kepala sekolah berbau asusila,” aku Muhajidin ketika ditemui kumparan di Mataram pada Kamis lalu, (22/11).
SMAN 7 Mataram tempat Baiq Nuril pernah bekerja. (Foto: Jafri Anto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
SMAN 7 Mataram tempat Baiq Nuril pernah bekerja. (Foto: Jafri Anto/kumparan)
Muslim sendiri baru mengetahui rekaman itu melalui Mulhakim, pegawai SMA 7 Mataram, dan menyalin rekaman tersebut. Salinan inilah yang menjadi bekalnya untuk melaporkan Nuril ke Polres Kota Mataram atas tuduhan pencemaran nama baik pada 17 Maret 2015. Ia turut menyertakan bukti berupa kepingan CD berisi rekaman yang telah disalinnya.
ADVERTISEMENT
Bekal laporan ini dipakai polisi untuk menjerat Nuril. Polisi dan jaksa menganggap Nuril sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas tersebarnya rekaman itu. Proses penyidikan berjalan panjang hingga polisi menetapkan penahanan Nuril pada Rabu, 27 Maret 2017.
Polisi menjerat Nuril dengan pasal 27 ayat 1 junto pasal 45 UU ITE. Pasal itu menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik dengan muatan yang melanggar kesusilaan dikenakan pidana.
Namun ketika menginjak Pengadilan Negeri Mataram, hakim berpihak kepada Nuril. Mereka memutus Nuril tak bersalah dan membebaskannya pada 26 Juli 2017.
Nafas lega ini ternyata hanya bertahan sebentar saja. Kasasi kejaksaan telah dikabulkan Mahkamah Agung melalui putusan bernomor 574K/Pid.Sus/2018 pada 26 September 2018. Nuril dijatuhi pidana enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider kurungan tiga bulan penjara.
Liku Perkara Hukum Baiq Nuril (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Liku Perkara Hukum Baiq Nuril (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Pengacara Nuril, Joko Jumadi, mengungkap kecewa dengan putusan Hakim Agung itu. Ia menyebutkan beberapa bukti dan saksi yang dihadirkan di persidangan tingkat pertama mampu meyakinkan hakim bahwa seharusnya kasus yang menimpa kliennya tak perlu sampai ke urusan hukum.
ADVERTISEMENT
Ia menyebutkan banyak cacat dalam perkara Nuril, bukti tak sempurna, tak ada pemeriksaan saksi berinisial L, dan polisi tak menganggap hubungan Nuril sebagai korban pelecehan seksual secara verbal.
Menurutnya, Muslim sudah berbohong dengan mengaku bahwa hubungan dengan L dalam rekaman itu hanya fantasi seksualnya saja dengan salah satu bintang film panas era 1990-an. Sayang petunjuk ini tak ditindaklanjuti oleh kepolisian. Tak ada pemeriksaan terhadap L sebagai saksi untuk membuktikan kesahihan rekaman itu, bahkan L hanya disebut dalam sidang pertama saja.
“Ketika sidang pertama itu dia (Muslim) masih menyebutnya L, tapi keburu pingsan. Muslim pas menjadi saksi pertama dia pingsan, apakah pura-pura ya nggak tahu dan menyebut nama L itu khayalannya,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Bukti berupa keping CD pun dianggapnya tak lengkap lagi. Penurunan kualitas rekaman dan berbagai pembicaraan yang tak lagi terdengar harusnya membuat alat bukti itu tak laik diajukan di muka sidang.
Peneliti Insitute for Criminal Justice Reform, Genevova Alicia, menyebutkan penegak hukum dan hakim agung gagal menangkap peristiwa ini secara keseluruhan. Menurutnya peristiwa perekaman pembicaraan itu tidak dilakukan atas dasar iseng semata.
Nuril menghadapi berbagai tekanan ketika berkomunikasi dengan Muslim. Apalagi kepala sekolah itu mendesaknya mendengar pembicaraan di telepon. Nuril sendiri memiliki beban atas gosip hubungan yang beredar.
“Hal-hal seperti itu dasar yang sebenarnya harus dipahami dalam memandang kasus kekerasan seksual bahwa memang perekaman ini dilakukannya bukan karena Bu Nuril ini tidak ada alasan, ingin saja merekam. Pasti ada sesuatu yakni perlindungan diri yang emang mau dicapai oleh Bu Nuril. Dan itu harus dipahami di korban-korban kekerasan seksual,” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Ketua Komnas Perempuan, Azriana Manalu menyebutkan polisi, jaksa, dan hakim agung dalam perkara Nuril gagal membangun konteks peristiwa yang ada. Mereka mengesampingkan realitas bahwa Nuril merupakan perempuan yang menjadi bawahan di tempat kerja. Dia dengan pelaku itu, kata Azriana, punya ketimpangan relasi kuasa.
Kapolres Mataram AKBP Saiful Alam. (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kapolres Mataram AKBP Saiful Alam. (Foto: Ardhana Pragota/kumparan)
Kapolres Mataram, AKBP Saiful Alam, mengaku penyidiknya telah menuntaskan kasus ini sesuai prosedur. Penahanan terhadap Nuril memang layak dilakukan berdasar penilaian penyidik. Baginya, proses pemanggilan saksi dan pengumpulan alat bukti sudah sesuai prosedur sehingga siap diajukan ke pengadilan.
Kepala Kejaksaan Negeri Mataram I Ketut Sumedana, menyebutkan bukti dan konstruksi peristiwa yang dilakukan jaksa sudah tepat sesuai dengan hukum yang berlaku. Mereka melihat unsur kesengajaan penyebaran rekaman itu hingga merugikan Muslim.
ADVERTISEMENT
“Ada saksi, ada barang bukti. Kalau mungkin pelecehan seksual, barang buktinya berhubungan dengan pelecehan seksual. Kalau pencurian, perampokan, atau penjambretan barang buktinya berhubungan dengan itu. Jadi kita berbicara yang ini saja (UU ITE),” tegas Sumedana.
Sedangkan Juru Bicara MA, Suhadi, menyebutkan majelis hakim yang menangani kasus ini memiliki pertimbangan yang cukup untuk membatalkan putusan PN Mataram. Menurutnya hakim membaca kesengajaan penyebaran rekaman kepada orang lain.
“Dapat kesengajaan sebagai kepastian, kesengajaan sebagai kemungkinan, kan ada teori-teori kesengajaan. Untuk apa dia kasih orang lain kalau bukan untuk disebarkan,” terangnya.
Aksi Kamisan memberikan dukungan kepada Baiq Nuril di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (22/11/2018). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi Kamisan memberikan dukungan kepada Baiq Nuril di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (22/11/2018). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Akademisi Universitas Gadjah Mada Sri Wiyanti Eddyono menyayangkan sikap hukum tak berpihak pada Nuril ini. Menurutnya perspektif gender dalam Peraturan MA No. 3 Tahun 2017 tak hadir dalam perkara Nuril. seharusnya hakim melihat konteks persoalan yang menjerat Baiq Nuril sebagai korban kekerasan seksual verbal yang dilakukan atasannya, Muslim.
ADVERTISEMENT
Ia memperingatkan jika pertimbangan ini terus dipelihara oleh polisi, jaksa, dan hakim, maka keadilan tak pernah hadir kepada orang-orang seperti Nuril.
Simak selengkapnya di Liputan Khusus kumparan: Baiq Nuril Melawan.