Tak Bisa Usung Capres 2024, Fahri Hamzah Dkk Gugat UU Pemilu ke MK

25 Februari 2022 14:54 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketum Partai Gelora Anis Matta di Depok. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ketum Partai Gelora Anis Matta di Depok. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Partai Gelora (Gelombang Rakyat Indonesia) mengajukan gugatan terkait UU Pemilu ke MK (Mahkamah Konstitusi). Mereka meminta pileg dan pilpres tak digelar secara bersamaan.
ADVERTISEMENT
Dalam gugatan ini, Partai Gelora diwakili Anis Matta, Mahfuz Sidik, dan Fahri Hamzah. Gugatan didaftarkan pada Kamis (24/2).
Mereka menggugat ketentuan dalam dua pasal, yakni:
Dalam gugatan yang dikutip dari situs MK, Partai Gelora menyinggung soal hak konstitusional mereka untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Hal itu sebagaimana dalam Pasal 6A ayat (2) UndangUndang Dasar 1945. Yang berbunyi, "Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum".
ADVERTISEMENT
Mereka menyinggung UU Nomor 2 Tahun 2008 mengenai hak partai politik. Hal itu dalam Pasal 12 huruf d dan i, yang berbunyi:
d. ikut serta dalam pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah sesuai peraturan perundangundangan;
i. mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon wali kota dan wakil walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ketua Partai Gelora (kiri) Anis Matta dan Wakil Ketua Fahri Hamzah. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
Partai Gelora berargumen bahwa hak mereka untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden berpotensi hilang. Lantaran adanya ketentuan soal presidential threshold.
Ketentuan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 itu mensyaratkan partai politik atau gabungan partai politik dapat mengusulkan calon Presiden dan calon wakil Presiden dengan syarat harus memenuhi paling sedikit 20% dari jumlah kursi di DPR RI atau 25% perolehan suara hasil Pemilihan Umum sebelumnya (2019).
ADVERTISEMENT
Partai Gelora didirikan berdasarkan Akta Notaris per 11 November 2019. Akta disahkan Kemenkumham pada 19 Mei 2020.
Partai Gelora mempersoalkan ketentuan dalam Pasal 222 UU Pemilu yang menggunakan hasil Pemilu DPR Tahun 2019. Pada saat itu, Partai Gelora belum berpartisipasi.
Maka dengan kata lain, pada Pemilu 2024 nanti, meski Partai Gelora menjadi peserta pemilu, tetapi tidak bisa mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden jika pemilihan umum tetap dilaksanakan secara serentak.
Konsolidasi pengurus partai Gelora bentukan Fahri Hamzah di Hotel Park Regis Arion, Kemang. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Partai Gelora berargumen bahwa bila Pemilu 2024 digelar terpisah dengan pileg digelar terlebih dulu, hak mereka tidak akan dirugikan secara konstitusional.
"Bahwa jika pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2024 diselenggarakan secara terpisah dengan mendahulukan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden maka kerugian konstitusional Pemohon sebagaimana dimaksud di atas tidak akan terjadi," bunyi gugatan.
ADVERTISEMENT
Atas dasar tersebut, Partai Gelora meminta frasa "secara serentak" dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu tidak punya kekuatan hukum mengikat.
"Menyatakan pemilihan umum untuk memilih anggota Lembaga Perwakilan (DPR, DPD dan DPRD) diselenggarakan sebelum pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden," bunyi petitum.