Tak Umumkan Hasil Pemeriksaan Ajudan Lili, Transparansi KPK Dipertanyakan

10 September 2021 14:35 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengkritisi sikap KPK yang dinilai mencoba menutup-nutupi proses pemeriksaan ajudan Lili Pintauli Siregar, Oktavia Dita Sari. Oktavia sempat diperiksa oleh KPK sebagai saksi di kasus korupsi di Tanjungbalai.
ADVERTISEMENT
Sebab, setelah pemeriksaan rampung, KPK tidak menyampaikan hasilnya ke publik. Padahal, biasanya KPK selalu menyampaikan hasil pemeriksaan baik saksi atau tersangka di kasus-kasus yang tengah ditangani.
Boyamin mengatakan seharusnya KPK tidak memberikan perlakuan berbeda saksi yang diperiksa dalam proses penyidikan. Termasuk terhadap Oktavia yang merupakan ajudan dari Lili sebagai pimpinan KPK.
"Sikap KPK yang tidak mengumumkan hasil pemeriksaan ajudan Ibu Lili mengindikasikan dugaan ada sesuatu yang coba disembunyikan. Meski saksi memiliki keterkaitan dengan Ibu Lili seorang pimpinan, bukan berarti harus ada perbedaan perlakuan dengan saksi-saksi lain," ujar Boyamin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (10/9).
Boyamin Saiman membacakan gugatan dalam sidang pendahuluan gugatan Perppu Penanganan COVID-19 di Mahkamah Konstitusi, Selasa (28/4). Foto: Youtube/ Mahkamah Konstitusi RI
Boyamin mengatakan, sikap KPK tersebut menyalahi asas transparansi yang kerap didengungkan oleh lembaga antirasuah.
"Bagaimana KPK menuntut pihak lain transparan jika dirinya malah tertutup? Kalau tidak salah perbuatan ini bisa masuk kategori munafik," ucap Boyamin.
ADVERTISEMENT
Asas Keterbukaan itu, kata Boyamin telah diperjelas dalam Pasal 5 Undang-undang KPK. Pasal itu menyebutkan bahwa keterbukaan adalah sebagai asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kinerja KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.
Masih dalam aturan itu, ada juga mengenai akuntabilitas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan KPK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sehingga Boyamin menilai tak ada alasan bagi KPK untuk menutup-nutupi segala proses penyidikan yang berjalan di lembaganya.
"KPK harus patuh terhadap Azas Keterbukaan sebagaimana diatur ketentuan Pasal 5 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK berazaskan pada kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas," kata Boyamin.
Ilustrasi KPK. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Sebelumnya, pemeriksaan terhadap ajudan Lili ini pertama kali diketahui dari surat pemanggilan yang beredar. Dalam surat tersebut, tertera bahwa Oktavia dipanggil untuk menjadi saksi pada Senin 6 September 2021, pukul 10.00 WIB di Gedung KPK.
ADVERTISEMENT
Dia dipanggil untuk menjadi saksi tersangka Sekda Tanjungbalai Yusmada.
KPK baru membenarkan adanya pemanggilan terhadap ajudan Lili tersebut setelah dikonfirmasi oleh wartawan. Sementara, belum diketahui materi pemeriksaan yang didalami oleh KPK terhadap Oktavia ini.
Dalam kasus ini, diduga Yusmada menyuap Wali Kota Tanjungbalai Syahrial untuk bisa menempati posisi sebagai Sekda Tanjungbalai. Suap yang diberikan adalah Rp 200 juta. Syahrial juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara, keterkaitan Lili Pintauli di pusaran kasus yang melibatkan Syahrial di Tanjungbalai ini terungkap berdasarkan vonis sidang etik di Dewas KPK.
Lili Pintauli dinyatakan bersalah melanggar etik terkait dua hal. Yakni menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi serta berhubungan langsung dengan pihak yang perkaranya ditangani KPK.
Pertama, ia menggunakan pengaruhnya untuk membantu adik iparnya yakni dengan meminta bantuan Syahrial.
ADVERTISEMENT
Kedua, ia berkomunikasi dengan Syahrial membahas kasus. Lili Pintauli memberi tahu bahwa Syahrial mempunyai kasus di KPK. Tak hanya itu, ia bahkan memberikan nomor pengacara sebagai bantuan untuk Syahrial.
Terkait pelanggaran ini, Dewas menjatuhkan sanksi pemotongan gaji pokok 40% selama setahun. Namun, vonis itu dinilai kurang. Sebab, pemotongan itu hanya setara Rp 1,8 juta per bulan.