Taliban Perintahkan Perempuan Tutupi Wajah di Depan Umum

9 Mei 2022 16:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Guru wanita Afghanistan mengenakan Burqa biru di Herat, Afghanistan barat pada 20 November 2001. Foto: Behrouz Mehri/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Guru wanita Afghanistan mengenakan Burqa biru di Herat, Afghanistan barat pada 20 November 2001. Foto: Behrouz Mehri/AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Taliban lagi-lagi mengeluarkan peraturan yang membatasi kebebasan wanita Afghanistan dan mengkriminalisasi pakaian mereka. Pemimpin tertinggi Afghanistan itu kini memerintahkan wanita untuk menutupi wajah mereka di depan umum.
ADVERTISEMENT
Dilaporkan Al-Jazeera, dekrit ini ini merupakan peraturan pertama rezim Taliban yang memberlakukan hukuman pidana atas pelanggaran cara berpakaiann pada wanita.
“Wanita harus memakai chadori, yang tradisional dan terhormat,” demikian tertulis dalam pernyataan yang dirilis oleh pemimpin Taliban Haibatullah Akhunzada pada Sabtu (7/5/2022).
Guru wanita Afghanistan mengenakan Burqa biru di Herat, Afghanistan barat pada 20 November 2001. Foto: Behrouz Mehri/AFP
Chadori adalah burqa tradisional Afghanistan yang berwarna biru dan menutupi seluruh tubuh wanita termasuk bagian wajah.
Menyusul pernyataan Akhunzada, Kementerian untuk Penyebaran Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan mengumumkan semua wanita Afghanistan yang terhormat harus mengenakan hijab. Mereka menyebut chadori sebagai pilihan hijab terbaik.
Pilihan hijab yang lain yang dianggap pantas adalah kerudung hitam panjang yang menutupi tubuh wanita dari kepala sampai kaki.
Kementerian tersebut juga memaparkan hukuman atas pelanggaran peraturan ini yang akan diberikan kepada mahram (wali atau pendamping laki-laki) wanita yang didapati tidak memakai hijab.
Seorang wanita Afghanistan berpakaian burqa bersama anak-anaknya berjalan melewati desa pengrajin Istalif di dataran Shomali, pada 29 Mei 2012. Foto: Shah Marai/AFP
“Jika seorang wanita tertangkap tanpa hijab, mahramnya akan diperingatkan. Kedua kalinya, wali akan dipanggil oleh pejabat Taliban, dan setelah dipanggil berulang kali, walinya akan dipenjara selama tiga hari,” jelas kementerian dalam pernyataan mereka.
ADVERTISEMENT
Seorang juru bicara kementerian, Akif Muhajir menambahkan, pegawai pemerintah yang melanggar peraturan hijab akan langsung dipecat dari jabatan mereka.
Kebanyakan perempuan di Afghanistan memang memakan hijab dalam sehari-hari. Namun, di wilayah perkotaan seperti Kabul jarang didapati mereka yang menutupi wajahnya. Berita tentang peraturan ini pun telah menuai kecaman dan amarah dari wanita dan aktivis HAM Afghanistan.
“Kenapa mereka terus menjadikan perempuan sebagai objek yang diseksualisasi? Mengapa kita harus diperlakukan seperti warga kelas tiga karena laki-laki tidak bisa menjalankan Islam dan mengendalikan hasrat seksual mereka?” tanya seorang dosen universitas dari Kabul, Marzia dengan penuh amarah.
Marzia yang berusia 50 tahun tidak pernah menikah, sehingga ia tidak memiliki mahram. Ia sehari-harinya tinggal bersama ibunya dan merupakan pencari nafkah satu-satunya dalam keluarga kecilnya.
ADVERTISEMENT
“Saya tidak menikah, ayah saya sudah lama meninggal dunia dan saya merawat ibu saya. Taliban membunuh saudara laki-laki saya 18 tahun lalu. Lantas, apakah mereka akan mengharuskan saya meminjam mahram untuk menghukum saya?” ujar Marzia.
Sejak mengambil alih Afghanistan Agustus lalu, Taliban telah menerapkan kembali pembatasan yang luar biasa ketat pada kebebasan warganya, terutama bagi wanita.
Pada Desember, Taliban memberlakukan pembatasan pada perempuan untuk bepergian lebih jauh dari 72 km tanpa mahram. Pembatasan ini semakin diperluas untuk mencakup bepergian ke luar negeri dan perjalanan dengan pesawat terbang.
Larangan serupa juga diberlakukan di beberapa pusat kesehatan di seluruh negeri. Taliban melarang perempuan mengakses layanan kesehatan tanpa mahram.
Dua bulan yang lalu, Taliban mengundang kritik dari penjuru dunia ketika mereka menarik janji untuk kembali membuka sekolah bagi pelajar perempuan kelas menengah.
ADVERTISEMENT
Perempuan Afghanistan terus bersikeras meminta komunitas internasional untuk menjaga hak-hak perempuan sebagai komponen yang tidak dapat dinegosiasikan dari keterlibatan dan negosiasi mereka dengan Taliban.
Tetapi komunitas internasional terus mengecewakan wanita Afghanistan lagi dan lagi.
“Ini adalah pelanggaran terang-terangan terhadap hak atas kebebasan memilih dan bergerak, dan Taliban diberi ruang dan waktu oleh komunitas internasional untuk melakukan diskriminasi sistematis,” kata seorang peneliti senior Amnesty International, Samira Hamidi.
Penulis: Airin Sukono.